Rayna melihat Bella sedang mengupas apel untuknya. Melihat cara Bella memegang pisau, Rayna merasa cemas. Dia ingin membenarkannya, tapi itu akan membuat Bella tersinggung.
"Ah, aku melupakan sesuatu." Bella beranjak dari kursinya. "Aku keluar sebentar, ya."
Rayna mengangguk.
Setelah Bella pergi, Rayna mengambil pisau dan mulai mengupas apel. Tangannya terlatih menggunakan pisau. Dia bisa mengupas apel tersebut dengan rapi dan cepat.
Rayna memainkan pisau di tangannya. "Apa aku sejago ini?"
Tiba-tiba terdengar suara tembakan di luar ruangan. Rayna terkejut dan melihat ke pintu. Tampaknya dua orang polisi yang berjaga di luar tengah berkelahi dengan seseorang. Pintu ruangan roboh dan salah satu dari polisi itu terpental ke dalam.
Rayna berteriak kaget melihat polisi itu bersimbah darah. Seorang wanita berpakaian serba hitam masuk dan menembaki polisi itu hingga tewas seketika. Terjadi kontak mata di antara Rayna dan wanita itu.
"Siapa kau?" Tanya Rayna.
Anehnya wanita itu berbicara dengan bahasa asing, tapi Rayna mengerti. "Kau berada di tempat yang salah. Kembalilah."
Rayna tampak berpikir. Tanpa sadar, dia juga menjawab dengan bahasa asing. "Kau mengenalku?"
Tiba-tiba Bella datang dan memukul kepala wanita itu dari belakang menggunakan tabung pemadam api. Wanita itu meringis kesakitan dan jatuh terduduk ke lantai sembari memegangi kepalanya.
Lagi-lagi Bella menghantam kepala wanita itu hingga pingsan.
Bella segera melepaskan selang infus dari tangan Rayna. "Ayo, Nyonya. Kita harus pergi dari sini."
Rayna yang tidak tahu apa-apa menganggukkan kepalanya. Mereka pun segera pergi sebelum wanita itu bangun dan mengejar mereka.
Karena Rayna belum pulih sepenuhnya, dia tidak bisa berlari seperti Bella. Tapi, mereka berhasil lolos dan naik lift.
Di dalam lift, Bella tampak khawatir. Dia menggenggam tangan Rayna dengan erat.
Saat pintu lift terbuka, pria berpakaian hitam dan bertopi sudah berdiri di depan mereka. Rayna dan Bella terkejut.
Dor!
Dor!
Dor!
Pria itu menembak Bella hingga suster yang merawat Rayna itu tersungkur dan tewas seketika. Darah Bella terciprat ke wajah dan pakaian Rayna.
Pria itu menatap Rayna dengan tajam lalu menarik lengannya. "Ikut denganku!"
Refleks Rayna menusuk punggung pria itu. Karena mendapatkan serangan. Mereka pun berkelahi. Tatapan Rayna berubah menjadi tajam. Dia berhasil menusuk leher dan perut pria itu. Karena kehabisan darah, pria itu pun tewas.
Rayna baru sadar kalau dia sudah melakukan pembunuhan. Perempuan itu menatap kedua tangannya yang gemetar bersimbah darah.
Polisi datang dan mengamankan tempat. Ferdad menghampiri Rayna lalu memeluknya.
"Aku... aku sudah membunuh seseorang." Rayna tampak khawatir.
Ferdad tidak menjawab dan tetap memeluknya.
Di kantor polisi, Ferdad sedang berbicara di ruangan atasannya, Septiawan Hardianto. "Rayna refleks membunuh pria itu yang telah membunuh Bella di depan matanya, Pak."
"Rayna tidak akan dihukum untuk itu. Dia membunuh pria itu sebagai bentuk bela diri," ucap Septiawan.
Sementara itu, Rayna sedang diintrogasi di ruangan khusus. Seorang polisi wanita bernama Marla yang menginterogasinya.
Di luar ruang interogasi, Ferdad dan Septiawan melihat mereka.
"Wanita yang pingsan di kamar rawat Rayna menghilang saat polisi datang ke kamar rawat tersebut," kata Ferdad.
"Misi ini memang cukup berat. ARN dan BIN tidak berhasil mengurusnya. Kita harus segera menyelesaikan misi ini apa pun resikonya. Jika kita berhasil, maka kita akan memiliki reputasi bagus di mata ARN, BIN, dan pemerintah pusat," ucap Septiawan.
Ferdad mencerna ucapan pria yang berpangkat lebih tinggi darinya itu.
Septiawan menepuk bahu Ferdad. "Itulah sebabnya aku mempercayakan kasus ini padamu, Ferdad. Karena kau mantan pasukan khusus negara. Aku yakin kau bisa menyelesaikannya."
"Akan saya usahakan, Pak," ujar Ferdad.
"Terima kasih atas kerjasamanya," ucap Marla sambil menyalami Rayna. Perempuan itu mengangguk.
Setelah selesai interogasi, Ferdad membawa Rayna pulang. Dalam perjalanan, Rayna terdiam sementara Ferdad fokus menyetir.
"Aku membawamu ke rumah kita. Terlalu berbahaya jika kau di rumah sakit sendirian. Kalau kau merasa sakit di bagian kepala atau sakit di bagian lain, hubungi dokter saja. Aku sudah menyimpan nomornya di buku telepon di rumah. Kalau perlu, aku akan menyewa dokter pribadi untukmu. Kau tidak perlu khawatir," ucap Ferdad.
"Kenapa mereka mengejarku?" Tanya Rayna khawatir.
"Kau istriku. Karena aku seorang polisi, mereka mengincarmu untuk dijadikan objek sandera," jawab Ferdad.
Rayna tampak berpikir. "Apakah kecelakaan yang menyebabkanku amnesia juga karena mereka?"
Ferdad mengangguk. "Mereka berhasil menyanderamu dan mereka yang menyebabkan kecelakaan itu terjadi."
"Apa tadi kau dimarahi atasanmu?" Tanya Rayna. "Apa atasanmu marah karenaku, karena aku membunuh seseorang?"
Ferdad menggeleng. "Kau membunuh penjahat itu karena kau membela diri. Jika kau tidak membunuhnya, dia yang akan membunuhmu."
Rayna mengangguk pelan. "Iya, sih."
☆★☆
09.39 | 20 April 2021
By Ucu Irna Marhamah
KAMU SEDANG MEMBACA
POLICE VS ASSASSIN
ActionPOLICE VS ASSASSIN by Ucu Irna Marhamah Rayna mengalami amnesia setelah menjadi korban kecelakaan mobil. Dia koma selama 2 minggu. Ferdad, suaminya yang merupakan seorang polisi datang ke rumah sakit untuk menjenguknya. Sayangnya Rayna tidak mengen...