PVSA - 19

237 15 0
                                    

Para polisi sudah tiba di lokasi pertanian. Ferdad dan anggota timnya segera memasuki rumah tersebut.

"Rayna!" Panggil Ferdad.

Marla bisa melihat kekhawatiran yang terpancar dari wajah Ferdad. Sepertinya pria itu mulai menyukai Rayna, itu yang ada di pikiran Marla.

"Rayna! Kau di mana?!" Ferdad menaiki tangga menuju kamarnya. Dia melihat Rayna sedang berdiri menghadap ke jendela. Perempuan itu melihat beberapa polisi di depan rumahnya.

"Rayna, kau baik-baik saja?" Ferdad memeluk Rayna dari belakang. Perempuan itu cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Ferdad padanya. Biasanya dia yang akan memeluk Ferdad duluan.

Setelah mengetahui kalau Rayna baik-baik saja, para polisi kembali ke kantor, sementara Ferdad membawa Rayna ke apartemen lamanya yang dekat dengan kantor polisi.

Ferdad menangkup wajah Rayna. "Mulai sekarang kita akan tinggal di sini, ya."

Rayna menganggukkan kepalanya. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Tidak ada barang apa pun di apartemen itu. Hanya ada sebuah kursi.

Ferdad mendudukkan Rayna di kursi tersebut. Lalu dia berjongkok di depan perempuan itu dan bertanya, "Apa mereka melukaimu?"

Rayna membuka kemejanya. Pikiran Ferdad mulai curiga. Dia berpikir mungkin Mark telah melecehkan Rayna. Pria itu terkejut melihat lengan Rayna yang terluka.

"Mereka melakukan ini?" Tanya Ferdad menahan marah.

Rayna menunjukkan bom dan pelacak yang ditanam di tubuhnya pada Ferdad. "Mereka menemukan benda ini di dalam tubuhku. Mereka bilang ini bom dan pelacak."

Ferdad terkejut dengan keberadaan benda tersebut di dalam tubuh Rayna. Dia tidak pernah berpikir untuk memasang alat berbahaya itu ke tubuh orang, meskipun Rayna seorang buronan.

"Bagaimana bisa benda itu ada di dalam tubuhmu?" Tanya Ferdad khawatir.

Rayna menggeleng.

"Aku akan membawamu ke dokter untuk menjahit luka di lenganmu," kata Ferdad.

Sesampainya di Danuarga Hospital, Rayna segera mendapatkan penanganan. Sementara Ferdad masih memikirkan bagaimana mungkin ada bom dan pelacak di tubuh Rayna.

"Para penjahat itu pasti mengelabui Rayna dengan memasang benda itu dan mengeluarkannya kembali agar Rayna meragukan para polisi," gumam Ferdad.

Setelah itu, Ferdad dan Rayna kembali ke apartemen.

"Bagaimana polisi bisa tahu kalau mereka datang ke sini?" Tanya Rayna.

Mendengar pertanyaan itu, Ferdad yakin jika Rayna mulai mencurigainya.

Dengan hati-hati, Ferdad menjelaskan, "Awalnya mereka menelepon ke kantor polisi. Kami pun mencari lokasinya, tapi tidak ditemukan. Kami juga mendapat kabar jika dokter pribadimu tewas dibunuh. Karena panggilan terakhirnya adalah telepon rumah kita, aku pikir mereka datang ke mari untuk menculikmu."

Rayna merasa jawaban Ferdad memang masuk akal.

Karena mendapatkan panggilan dari kantor kepolisian, Ferdad harus pergi. Dia berpamitan pada Rayna.

"Aku pergi dulu, ya. Jaga dirimu baik-baik. Jika terjadi sesuatu, telepon aku saja. Jangan jauh-jauh dari ponselmu," ucap Ferdad.

Rayna mengangguk.

"Aku pergi."

Setelah Ferdad pergi, Rayna tampak berpikir keras. Dia sedang berada dalam kebingungan besar. Apakah yang dikatakan para penjahat itu benar? Atau Ferdad dan timnya yang benar?

Apa pun jawabannya, Rayna sedang dalam bahaya sekarang, karena dia berada di tengah-tengah. Dia melihat obat yang diberikan dokter pribadinya.

Rayna mengingat-ingat kembali wajah Mark. Rasanya dia merasa tenang dan nyaman saat mengingat wajah itu, tapi dia lebih nyaman dan bahagia saat bersama Ferdad.

Rayna ingat waktu Aquene membisikkan sebuah nama tempat. Gadis itu mencari lokasi tersebut di Google Maps.

"Apa mungkin para penjahat itu ingin menjebakku? Tapi, jika mereka berniat menjebakku untuk dijadikan sandera, seharusnya tadi mereka melakukannya," gumam Rayna.

☆★☆

10.39 | 20 April 2021
By Ucu Irna Marhamah

POLICE VS ASSASSINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang