PVSA - 43

181 12 2
                                    

Karena listrik tiba-tiba padam, para polisi di ruang interogasi keheranan. Terjadi perkelahian dalam kegelapan. Seseorang tampaknya muncul tiba-tiba dan menyerang mereka.

Listrik kembali menyala. Septiawan terkejut melihat Frizki dan Arghi tergeletak tak sadarkan diri di lantai sementara Ferdad menghilang.

Di tempat lain, Han dan Nevra melarikan diri. Karena kaki Nevra tertembak, dia berjalan terpincang-pincang.

"Kenapa kau malah di menyelamatkanku? Seharusnya kau pergi sendirian," Han membentak Nevra dengan bahasa Korea.

"Kau gila?! Aku tidak akan meninggalkan temanku. Karena aku, kau tertangkap oleh bangsat-bangsat itu," Nevra balik membentak Han dengan bahasa Korea juga.

"Jangan pedulikan aku! Aku berhutang nyawa pada Mark. Sekarang aku harus menyelamatkan calon istrinya," gerutu Han.

Nevra terdiam sesaat mendengar ucapan Han. "Tidak ada hutang dalam pertemanan."

Sementara itu, Ferdad mencari Nevra dan Han yang berhasil kabur. Dia melihat para polisi bergeletakan tak sadarkan diri di mana-mana.

"Mereka pasti belum jauh. Kaki Nevra pincang dan Han habis dipukuli. Mereka tidak akan bisa lari secepat itu," gumam Ferdad.

Nevra dan Han sudah berada di gang. Sebentar lagi mereka tiba di jalan raya. Tapi, sebuah tembakan terdengar memekakkan telinga. Peluru melesat cepat menembus kepala Han.

Nevra terbelalak. Dia segera bersembunyi di balik dinding. Ternyata Septiawan yang menembak kepala Han. Pria paruh baya itu melihat mayat Han tergeletak di tanah. Dia menginjak kepalanya kemudian berjalan ke tempat persembunyian Nevra.

"Keluar kau! Hadapi aku!" Bentak Septiawan.

Tiba-tiba Nevra keluar dari persembunyiannya dan menyerang Septiawan.

Terjadi perkelahian tidak imbang di mana Septiawan memukul dan menendang Nevra seperti hewan. Dia bahkan menjambak dan menghantarkan wajah Nevra ke dinding.

Nevra mencengkeram leher Septiawan kemudian membantingnya ke tanah. Dalam kesempatan itu, Nevra mengeluarkan pisau dari sepatunya dan menusuk perut Septiawan. "Kau bukan polisi, kau psikopat!"

Septiawan terpundur. Darah segar mengalir dari perut pria paruh baya itu. Nevra mengeluarkan pistolnya dan menembak paha serta cuping telinga pria itu.

Septiawan meraung kesakitan. Telinganya berdengung dan dia tidak bisa mendengar apa pun. Nevra sudah menghilang dari hadapannya.

Nevra berhasil memasuki jalan raya. Napasnya terengah-engah. Dia menyetop taksi. Gadis itu pun masuk.

"Mau pergi ke mana, Nona?" Tanya sopir taksi yang ternyata adalah Ferdad. Pria itu menyamar menjadi sopir taksi.

"Bandara," jawab Nevra. Gadis itu merasa bersalah, karena Han tewas ditembak Septiawan. Dia mengelap tangannya yang berdarah dengan kaos dalamnya yang berwarna hitam.

Ferdad melirik spion tengah untuk sesaat. Dia melihat Nevra yang menunjukkan ekspresi tenang, padahal dalam hatinya sangat khawatir. Kemudian Ferdad kembali melihat ke jalanan.

Nevra melihat spion tengah. Gadis itu mengernyit melihat mata sopir taksi yang membawanya. Ferdad menoleh ke spion tengah. Pandangan mereka bertemu.

Ferdad segera mengalihkan pandangannya ke jalan. Tiba-tiba Nevra memeluk lehernya dari belakang dengan sebelah tangan. Dan tangan satunya menodongkan pistol ke pelipis pria itu.

"Kau tahu harus apa," ucap Nevra.

"Ya, tentu saja, Nona. Kita putar balik ke kantor polisi."

"Kau mau mati?" Bisik Nevra di telinga Ferdad membuat pria itu merinding.

Nevra menodongkan pistolnya ke luar jendela mobil. "Meskipun aku seorang assassin, kadang tembakanku meleset."

Kedua mata Ferdad membulat.

Dor!

☆★☆

20.13 | 22 April 2021
By Ucu Irna Marhamah

POLICE VS ASSASSINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang