PVSA - 05

310 12 0
                                    

Saat Rayna menyantap masakannya sendiri, ekspresinya berubah. Perempuan itu segera menghentikan Ferdad agar berhenti memakan masakannya.

"Jangan dimakan, kau bisa keracunan." Rayna segera membawa semua masakannya ke dapur untuk membuangnya.

"Emm... aku saja yang memasak." Ferdad pun memasak. Rayna memperhatikannya.

"Maafkan aku... aku tidak tahu caranya memasak yang baik dan benar." Rayna tampak sedih.

"Emm... sebenarnya dulu pun kau tidak memasak untukku, tapi aku yang memasak untukmu," kata Ferdad.

"Ah? Kenapa aku jahat sekali? Kau pasti lelah pulang kerja langsung memasak." Wajah Rayna memerah karena malu.

Ferdad menggeleng. "Tidak juga, aku senang memasak untukmu."

"Mungkin tadi aku memasaknya sambil mengantuk jadinya masakanku rasanya seperti air laut," ucap Rayna.

Ferdad menahan tawa mendengar ucapan polis Rayna. Pria itu membuka kulkas. Dia terkejut melihat beberapa potong daging ayam yang masih segar. "Rayna, ngomong-ngomong... kau dapat ayam ini dari mana? Apa kau pergi ke supermarket?"

Mendapatkan tatapan curiga dari suaminya, Rayna segera menggeleng. "Aku bahkan harus memegang pagar saat menaiki tangga. Bagaimana caraku keluar dari rumah?"

"Lalu ayam ini datang dari mana?" Tanya Ferdad.

"Kau lupa? Kita tinggal di peternakan." Rayna tersenyum kecil.

"Hah? Kau memotongnya sendiri?" Tanya Ferdad lagi.

Rayna mengangguk. "Apa aku tidak pernah memotong ayam sebelumnya?"

Ferdad tertegun sesaat. "Kau jarang melakukannya dulu. Biasanya kau memintaku membeli ayam yang tinggal dimasak."

Rayna tampak berpikir. "Begitukah?"

Setelah masakannya matang, Ferdad dan Rayna pun makan bersama.

"Aaahh, lezat sekali." Rayna tampak menikmati makanannya.

"Aku senang kalau kau menyukainya," ucap Ferdad.

Rayna tersenyum. "Oh, ya... apakah aku boleh memanggilmu sayang? Aku rasa kurang sopan jika memanggil namamu secara langsung."

Ferdad mengangguk. "Kau bisa memanggilku sayang. Biasanya kau memanggilku sayang jika sedang ada maunya."

Rayna tampak berpikir. "Sepertinya aku hanya memberikan kenangan buruk untukmu, ya?"

Ferdad tertawa. "Tidak, tidak, aku hanya bercanda."

Selesai makan, Ferdad pun mandi. Setelah mandi, dia memasuki kamarnya, tidak ada Rayna di kamar. Pria itu pun segera memakai pakaian. Saat dia menoleh, Ferdad terlonjak kaget melihat keberadaan Rayna di dekat pintu. Wajahnya memerah.

"A-apa aku harus mengetuk pintu?" Tanya Rayna gugup.

Ferdad masih tertegun.

"Kemarin kau bilang aku tidak perlu mengetuk pintu." Rayna mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Ferdad tertawa kaku. "Masuklah."

Rayna pun masuk. Dia duduk di tepi ranjang dan meminum obatnya. Ferdad memperhatikan perempuan itu.

"Selamat malam." Rayna pun merebahkan tubuhnya mau tidur.

"Sebentar, ada yang ingin aku tunjukkan padamu," ucap Ferdad.

"Hm?" Rayna kembali bangkit.

Ferdad duduk di sampingnya lalu memberikan ponsel yang baru saja dia beli bersama Marla.

"Kau membutuhkannya untuk berkomunikasi denganku saat aku bekerja," ucap Ferdad.

"Oohhh, terima kasih." Rayna mengecup pipi Ferdad.

Ferdad terkejut. Dia menyentuh pipinya. Wajahnya jadi memerah.

"Selamat malam." Rayna segera tidur. Dia menyelimuti sekujur tubuhnya. Ferdad juga.

Keduanya saling membelakangi. Padahal mereka sama-sama belum tidur. Kemarin mereka juga tidak tidur dengan nyenyak. Banyak hal yang berkecamuk dalam kepala masing-masing.

Tahan, Fer... dia bukan istrimu. Jika kau menyentuhnya, berarti kau melakukan kesalahan besar, batin Ferdad.

Kenapa aku masih merasa kalau dia orang asing? Sudah jelas dia suamiku, pikir Rayna.

☆★☆

18.01 | 20 April 2021
By Ucu Irna Marhamah

POLICE VS ASSASSINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang