Ferdad memasuki apartemennya dia melihat Rayna sedang menonton video di ponselnya sambil tiduran di sofa. "Apa alergimu sudah membaik?"
Rayna tersentak kaget. Dia menoleh pada Ferdad. "Kau membuatku terkejut."
Ferdad tersenyum kecil. "Aku juga sedikit terkejut melihat keberadaanmu di kantor tadi."
"Kejutaaaan, itu karena aku sudah sembuh. Mulai sekarang aku tidak akan memakan apa pun yang berbahan dasar kacang lagi atau wajahku akan seperti kemarin." Rayna bergidik membayangkan wajahnya yang bengkak dan bruntusan.
Ferdad terkekeh.
"Ayo, kita makan."
"Aku mandi dulu." Ferdad berlalu ke kamar mandi.
"Baiklah." Rayna menyajikan makanan ke meja.
Beberapa menit kemudian, Ferdad selesai mandi. Dia tampak lebih segar. Mereka pun makan malam bersama.
"Belakangan ini aku sering makan tengah malam. Aku merasa pipiku mulai gemuk," kata Rayna.
Ferdad melirik Rayna. "Gemuk dari mananya?"
"Apa dulu aku lebih gemuk dari sekarang?" Tanya Rayna.
"Kau tidak gemuk. Berat badanmu hanya 48 kilogram, Rayna," sanggah Ferdad.
"Waktu di rumah sakit, aku mengecek berat badanku, ternyata 49 kilogram," kata Rayna.
Ferdad memutar bola matanya. "Apa yang kau khawatirkan?"
Rayna melirik Ferdad. "Aku takut kau jadi tidak menyukaiku karena gemuk."
"Apa yang kau bicarakan. Aku menyukaimu dalam keadaan apa pun," ujar Ferdad.
"Hehe," Rayna terkekeh pelan.
"Teman-temanku menyukai kue kering buatanmu," kata Ferdad.
"Benarkah? Aku senang mendengarnya." Rayna tersenyum sumringah.
Setelah makan malam, Ferdad mencuci tangan di wastafel. Dia melihat obat Rayna. "Kau masih menyimpan obat ini? Lebih baik jangan dikonsumsi lagi. Obat ini berbahaya."
"Itu...." Rayna tidak bisa menjawab. Sebenarnya dia juga belum mendapatkan jawaban pasti, apakah obat tersebut berbahaya atau tidak.
Ferdad mengambil obat tersebut lalu menghancurkannya dengan blender kemudian dihanyutkan ke dalam wastafel.
"Aku tidak ingin kau kenapa-napa," kata Ferdad.
Mendengar ucapan Ferdad, kedua pipi Rayna memerah.
"Tapi, kenapa dokter memberiku obat berbahaya? Bukankah seharusnya dia memberiku obat yang benar," tanya Rayna.
"Entahlah, mungkin dia punya dendam pribadi atau apa. Timku sedang menyelidikinya," jawab Ferdad.
Setelah itu, Ferdad dan Rayna pun pergi tidur. Keduanya tidak benar-benar tidur. Ferdad menatap langit-langit kamarnya memikirkan misi, sementara Rayna membelakangi pria itu.
Beberapa saat kemudian, Rayna berbalik menatap Ferdad. Pria itu juga menoleh padanya.
"Kau belum tidur?"
Rayna memeluk Ferdad. "Berapa usia pernikahan kita?"
"Sekarang tahun ke-5," jawab Ferdad.
"Apa aku baik-baik saja?" Tanya Rayna.
"Maksudmu?" Ferdad berbalik menatap Rayna dan memeluk perempuan itu.
"Sudah 5 tahun kita menikah, tapi kenapa aku belum mengandung juga? Apa rahimku baik-baik saja?" Rayna tampak khawatir.
Ferdad membatin, bagaimana caranya kau memiliki anak, jika aku tidak pernah menyentuhmu sama sekali.
"Mungkin Yang Maha Kuasa belum memberikannya," jawab Ferdad. "Jangan mengkhawatirkan banyak hal, kau perlu tenang demi kesembuhan ingatanmu."
"Kudengar sebentar lagi Gunawan akan memiliki anak. Aku turut senang mendengarnya. Mereka bahkan belum menikah, tapi Tuhan sudah memberikan anak. Kenapa kita yang sudah 5 tahun menikah belum juga memiliki anak?" Rayna terlihat sedih.
Mendengar ucapan Rayna, Ferdad juga merasa sedih. Kalimat tersebut pernah diucapkan oleh mendiang istrinya. Jika diingat kembali, hal itu sangat menyayat hatinya. Ya, Ferdad juga ingin memiliki seorang anak, darah dagingnya, juniornya.
Tanpa sadar, Ferdad menitikkan air matanya.
☆★☆
20.03 | 21 April 2021
By Ucu Irna Marhamah
KAMU SEDANG MEMBACA
POLICE VS ASSASSIN
AksiPOLICE VS ASSASSIN by Ucu Irna Marhamah Rayna mengalami amnesia setelah menjadi korban kecelakaan mobil. Dia koma selama 2 minggu. Ferdad, suaminya yang merupakan seorang polisi datang ke rumah sakit untuk menjenguknya. Sayangnya Rayna tidak mengen...