34. Sincerely

472 92 106
                                    

Setelah Choi Siwon meninggalkan Tuan Ji di tengah koridor unit kesehatan, tersisa juga Nyonya Heesa dan anak keduanya yang tengah terguncang atas berita yang tak pernah mereka duga: Hyeran menyembunyikan kehamilan karena takut ayah dan kekasihnya ribut lagi bertikai.

"Aku akan mendukung keputusan Pelatih Choi," ucap Ibu Hyeran dari jarak 2 meter kepada suaminya.

Haechan menunduk, mengeratkan pelukan tangan sang ibu pada lengannya. Tuan Ji tidak menoleh. Pandangannya ke depan, pada jendela yang menampilkan keadaan arena turnamen. Namun pikirannya, tengah kacau penuh pertimbangan.

"Aku juga mendukung Kak Hyeran untuk keluar dari tim panahan," tambah Haechan pelan.

Kali ini sang ayah menoleh. Karena tidak terima?

"Biar aku yang melanjutkan mimpi Ayah. Aku juga sering menang pertandingan, atau setidaknya masuk ke peringkat yang lumayan. Bonusnya, aku menyukai panahan. Jadi, Ayah bisa mengandalkanku. Aku berjanji, akan menjadi lebih baik dari sebelum-sebelumnya," sambung si anak bungsu sambil merendahkan pandangan.

Bukan Haechan ingin sok dramatis, namun rangkaian kalimat barusan memang sering ia lontarkan ketika membujuk sang ayah untuk 'membebaskan' kakaknya. Dan kali ini, pemuda itu kembali mendeklarasikan. Berharap kali ini ayahnya dapat berpikiran terbuka.

Tuan Ji bergeming, diam. Ia tengah mencerna. Apakah kali ini harus mengikuti saran Haechan yang sering ia anggap omong kosong?

Sementara di kamar rawat Hyeran, ada Baekhyun yang duduk di atas kursi dengan kepala tertunduk gulana. Dahinya ia lekatkan pada punggung tangan Hyeran yang ia genggam erat. Pria itu menangis pelan dalam keheningan ruang. Menangis karena menyesal. Merasa tak dapat melindungi kekasihnya, juga takut terjadi sesuatu yang buruk pada anaknya.

Dokter bilang, Hyeran terkena darah rendah, makanya ia pingsan. Baekhyun sempat lega, namun kembali cemas ketika bertanya apakah kandungan Hyeran tidak apa-apa, tapi sang dokter tak dapat memastikan sebab unit kesehatan itu tidak memiliki alat yang menunjang pemeriksaan kandungan.

"Sayang... maafkan aku, maafkan aku." Entah sudah berapa kali Baekhyun melirihkan frasa itu terus-terusan, padahal ini bukan salahnya. Namun sebagai pria-milik-Hyeran, Baekhyun merasa teledor, gagal, dan sangat salah. Tidak pernah menyuarakan kecurigaannya akan perut Hyeran yang entah mengapa kian membesar—karena khawatir Hyeran marah dan berpikir dikatai gendut olehnya.

Setelah 30 menit berkeadaan pingsan, akhirnya Hyeran mulai siuman. Baekhyun merasa tangan Hyeran pada dahinya bergerak pelan, ia pun mengangkat kepala cepat tuk melihat kondisi si wanita. "Sayang? Kau sudah sadar?" tanyanya begitu lemah lembut. Air matanya belum sempat ia basuh.

Perlahan-lahan, Hyeran membuka mata. Mengerjap-ngerjap kecil melawan silau lampu ruangan. Lantas, wajah yang pertama kali dilihat adalah wajah Baekhyun yang basah dan memerah.

"Mana yang sakit, Hye? Apa perutmu sakit? Kita langsung ke rumah sakit saja, ya? Aku akan menggendongmu kalau kau belum mampu berjalan," ujar Baekhyun cepat-cepat dengan wajah yang sungguh dekat.

Hyeran hanya diam, menatap lemah pujaan hatinya. Tangannya tergerak ke atas, menyeka wajah Baekhyun dari basahan air mata. "Mengapa menangis, hm? Aku tidak apa-apa, tidak usah menangis," ucapnya lemah dan pelan.

Baekhyun menggenggam tangan Hyeran yang berada di pipinya. "Hye... aku takut sekali," lirih si lelaki, lalu membungkuk untuk mengecup dahi Hyeran dengan rasa sedih.

"Sayang." Hyeran bergumam sambil terpejam.

Kecupan itu Baekhyun lepas. Kembali menatap penuh kecemasan yang penuh perasaan.

Hyeran memandangi mata Baekhyun yang sungguh lara. "Aku tidak apa-apa, sungguh. Hanya kakiku saja yang agak keram. Mungkin aku hanya kelelahan. Oh ya, Heejin dan Yuna, bagaimana? Apa aku membuat mereka didiskualifikasi?" tanyanya lemah dan cemas.

EVERLASTING (Fanfiction) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang