20. Phonecall

347 88 109
                                    

Keesokan harinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keesokan harinya...

Pukul 7 pagi, ketika Hyeran sedang duduk di atas brangkar sambil meminum teh hangat yang diberikan seorang perawat barusan. Setelah ini, Hyeran sudah boleh meninggalkan kamar perawatan karena kondisinya sudah jauh lebih mendingan. Namun, gadis itu terlihat kehilangan arah meskipun arah yang sedang ia jalani sekarang tampak begitu jelas bagi mata setiap orang.

Hyeran menyeruput teh hijau manis itu dengan tatapan kosong pada jendela, dengan air mata yang berkeluaran. Meski tak ada isakan yang turut serta, namun hati Hyeran hancur dalam nestapa. Seperti sudah di ambang kesabaran, Hyeran tak lagi dapat menghadapi panahan dengan senyuman kebohongan. Ditambah rasa bersalahnya pada Baekhyun, memperparah tekanan batinnya. Dan... bayang-bayang akan dimarahi dan dimaki oleh ayahnya jika ia menyerah, semakin memperkeruh keadaan mentalnya.

"Hyeran." Suara lembut namun lugas milik Pelatih Choi membuat kepala Hyeran tertoleh ke kanan.

Dilihatnya pria itu berjalan mendekat. Tanpa menyeka air mata yang membasahi pipi, Hyeran menatap kedatangan pelatihnya dengan datar.

Punggung Hyeran disapu pelan oleh pria bernama lengkap Choi Siwon tersebut. Pria itu memandang sendu. Tidak tega melihat anak didik yang sudah dianggapnya anak sendiri terduduk dalam kesepian batin yang begitu murung.

"Kau kenapa?" tanya Pelatih Choi sembari duduk di atas brangkar.

"Aku sedang minum teh, Pelatih," jawab Hyeran terkesan datar.

Pelatih Choi semakin prihatin. Dahinya mengernyit dalam miris. "Apa yang mengganggu pikiranmu? Mengapa menangis? Dokter bilang, keadaanmu sudah lebih baik, bukan?" tuturnya lembut.

Hyeran mengangguk pelan, menatap pelatihnya dengan sorot kosong tertekan. Bola matanya memerah dengan urat-urat halus yang juga merah. Tanpa berkata lagi, Pelatih Choi mengambil cangkir teh dari genggaman Hyeran. Meletakkannya di atas nakas, lantas meraih tubuh kurus Hyeran ke dalam pelukannya.

"Hyeran, kau anak yang penurut. Kau sangat kuat. Setelah ini, aku akan membantumu menyudahi semuanya. Kau selesaikan dulu yang ini, setelah itu... aku akan bicara pada seluruh keluargamu. Kau setuju?" Pelatih Choi menyapu-nyapu kepala hingga punggung Hyeran.

Tidak lama, si pelatih merasakan tubuh ringkih Hyeran bergetar. Menangis dengan lemah. Isakan penuh kesedihan terdengar kemudian. Menguar pelan, namun penuh kesakitan. Gadis itu mengangguk, menyetujui apa yang pelatihnya ucapkan.

"Kau sangat berbakat. Sebagai pelatihmu, aku sangat ingin kau terus bersinar. Namun... jika kau tidak bahagia dengan sinarmu, lebih baik jadi temaram saja asal bisa tenang dan bahagia," imbuh sang pelatih setulus hati.

Hyeran semakin menangis. Begitu banyak yang ingin ia tumpahkan pada sang pelatih. Namun bibirnya bergetar sibuk terisak lirih, tak dapat menjalin kalimat walau sedikit. Sebab yang sedang bergulung-gulung di kepala Hyeran begitu banyak dan pelik. Tidak mampu mengungkapkannya secara rinci. Alhasil, hanya menangis saja yang Hyeran dapat kuasai.

EVERLASTING (Fanfiction) ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang