Wangeun dan Soondeok kembali bertemu setelah 10 abad lalu cinta mereka direnggut oleh maut. Namun, mereka harus memulai semua dari awal, sebab meski mereka adalah reinkarnasi dari Wangeun dan Soondeok, Byun Baekhyun dan Ji Hyeran tidak seperti kedua...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hiruk-pikuk pasar selalu sama setiap harinya. Ramai, berisik, penuh dengan suara ibu-ibu, juga bapak-bapak yang beradu tawar dengan para penjual di dalam maupun di depan toko. Termasuk di Pasar Besar Gwangjang—yang sudah sibuk sejak tahun 1905.
Di sana, banyak toko kain. Tetapi, toko kain ayah Baekhyun-lah yang paling lama dan paling besar. Maklum, warisan dari Kakek Baekhyun puluhan dasawarsa silam.
Toko Paman Byun bukan sekadar toko kain yang kecil. Ukuran tokonya lebih luas dan lebih tinggi dari ruangan Indomaret, mini market asal Indonesia. Hampir 2 kali lipatnya.
Sehari-harinya, Baekhyun dan Ayah pergi ke toko untuk bekerja mengurus segala urusan toko yang tidak sesederhana kelihatannya. Namun mereka tidak berdua saja, mereka memiliki 10 orang pekerja.
Seperti biasa, toko itu selalu diramaikan oleh para pemburu kain dari ragam kalangan. Baekhyun biasanya duduk di kasir saja, tetapi jangan menganggap enteng dulu. Sebab Baekhyun bisa semua pekerjaan yang ada di sana. Ia hafal harga dan mengerti segala kain yang toko itu sediakan.
Lelaki 25 tahun itu sedang duduk di belakang meja kasir, memandangi pembeli-pembeli yang sedang dilayani oleh para pekerjanya di sudut kanan dan kiri.
"Baekhyun, aku ingin mengatakan sesuatu, tapi kau jangan marah, ya."
Iris pekat Baekhyun menatap puluhan gulungan kain wolfis pada rak besar, di hadapannya. Namun pikirannya tertambat pada ujaran Hyeran kemarin sore, di rumahnya.
"Apa?"
"Tapi kau janji dulu, jangan marah."
"Ya sudah."
"Kau... mengapa selalu terlihat murung? Apa kau punya masalah?"
Baekhyun mengingat dengan jelas, akan wajah Hyeran yang terlihat begitu hati-hati ketika bertanya. Padahal, wanita itu biasanya meledek dan bicara penuh candaan kepadanya.
Ia mengingat dirinya yang kontan salah tingkah ditanya seperti itu. Sorot matanya berubah tegang, jadi canggung tanpa sebab.
"Maaf kalau raut wajahku menyinggungmu. Aku tidak apa-apa, Hyeran."
"Tidak, bukan begitu. Aku hanya... sering memikirkan."
"Memikirkan apa?"
"Memikirkan kau yang selalu terlihat tidak bahagia."
Baekhyun kembali mengingat, kali ini ia menundukkan pandangan. Melihat jari-jemarinya yang tebal karena lemak. Pergelangan tangannya yang juga tebal, menenggelamkan tulang pergelangan. Baekhyun tidak mengerti apa yang dirasakannya.
Mengapa Hyeran harus bertanya seperti itu?
Baekhyun ingat, bagaimana jantungnya berdegup kencang ketika Hyeran mengatakan dirinya terlihat tidak bahagia. Mengapa Hyeran memerhatikan hal itu? Baekhyun tidak mengerti. Dia bodoh tentang perasaan. Dia tidak pernah berbagi perasaan.