"Kalau kau ingin berhenti menjadi atlet panahan, silakan. Tapi kau juga harus berhenti berpacaran dengan Baekhyun atau dengan siapa pun itu di masa depan. Sebaliknya, kalau kau tidak ingin hubungan asmaramu terganggu, kau juga jangan mengganggu panahan karena itu adalah takdirmu!"
Sebuah ultimatum gila yang Tuan Ji buat 3 hari lalu, ketika Choi Siwon datang ke rumahnya dan mengatakan kalau Hyeran berhak untuk berhenti apabila dirinya sudah tak lagi mau menjalani hidupnya sebagai atlet. Sebab apa-apa yang dilakukan dengan terpaksa, akan membuahkan hasil yang tak baik juga, kata si pelatih.
Namun apa boleh buat? Yang menentukan takdir adalah Tuhan bukan Tuan Ji. Tetapi pria paruh baya itu seakan sudah jadi penguasa nasib dan takdir anaknya sendiri. Tak mau ia mendengar suara dari sang pelatih. Padahal, sudah berdiskusi selogis mungkin, tetapi tetap saja si tua Ji Junho itu tak mau berbaik hati.
Sekarang, malam ini, yang dapat Hyeran lakukan hanya menangis dalam pelukan pacarnya. Di apartemen Baekhyun yang berlampukan ungu merindangkan perasaan, meremangkan pandangan juga angan-angan.
"Bagaimana mungkin aku memilih sesuatu yang bahkan tidak pantas dijadikan sebagai pilihan?" tanya perempuan itu dalam tangisan.
Sedari tadi, Baekhyun hanya diam dan mendengarkan cerita Hyeran. Memeluk dan mengusap-usap guna menenangkan. Ia ingin Hyeran mengeluarkan semua beban, racauan, keluhan, serta sakit hatinya terlebih dahulu sebelum Baekhyun buka suara.
"Baekhyun!" panggil Hyeran kesal.
"Ya?" sahut Baekhyun sabar.
"Kau ini dengar tidak, sih? Aku sudah menangis dari tadi, kau diam saja!" omelnya dengan wajah yang sudah amat basah dan berantakan.
"Aku dengar, Sayang... aku ingin kau mengeluarkan semuanya dulu... baru aku bicara." Baekhyun berujar lembut, sambil merapikan rambut-rambut depan Hyeran yang sudah lepek.
Gadis itu menenang, kembali memeluk Baekhyun-nya yang bersandar di kepala ranjang. "Lalu bagaimana menurutmu, Baek? Apa yang harus aku lakukan? Aku sangat muak dengan panahan... tapi aku tidak ingin berpisah denganmu," rengek Hyeran halus, air-air matanya kembali jatuh.
Jujur saja, Baekhyun pun bimbang. Di satu sisi, ingin Hyeran punya jalan hidupnya sendiri sebagai apa pun itu asalkan bukan atlet pemanah. Namun di sisi lain, tentu saja Baekhyun tidak rela jika harus berpisah dari Hyeran. Akan tetapi... bukan Baekhyun namanya kalau tidak banyak keikhlasan.
"Aku hanya ingin kau bahagia, Hye. Apa pun yang kau pilih, keputusan apa pun itu, aku akan tetap mendukungmu," ucap Baekhyun pelan. Terdengar pasrah menurut Hyeran.
Gadis itu melepas pelukan, menatap Baekhyun dengan raut sendu yang tak percaya. "Apa kau serius?" tanyanya lambat.
Baekhyun mengangguk.
"Bahkan jika aku melepas panahan dan melepasmu juga?" tanya Hyeran masih lambat, berkaca-kaca semakin tidak percaya.
Baekhyun menghela napas halus, sedikit menunduk. Sesungguhnya... siapa yang akan mau? Namun Baekhyun juga tidak mau menuntut. "Hyeran," panggilnya kemudian, sambil mengangkat wajahnya lagi untuk menatap.
Air mata Hyeran kembali mengalir bebas, menatap Baekhyun yang entah mengapa seperti tidak mau berusaha.
"Itu akan sulit. Tapi kalau... kau benar-benar ingin lepas dari panahan, aku akan tetap mendukungmu," jawab Baekhyun pelan. Tersenyum hambar.
Hyeran menggeleng-geleng samar. "Kau tidak mencintaiku, Baekhyun? Jadi, cintamu tidak sebesar cintaku, ya?" tanyanya manja begitu sedih.
"Bukan begitu." Baekhyun menjawab lembut, menatap dalam sambil menghapus air mata yang lagi-lagi menodai pipi sang wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
EVERLASTING (Fanfiction) ✔️
FanfictionWangeun dan Soondeok kembali bertemu setelah 10 abad lalu cinta mereka direnggut oleh maut. Namun, mereka harus memulai semua dari awal, sebab meski mereka adalah reinkarnasi dari Wangeun dan Soondeok, Byun Baekhyun dan Ji Hyeran tidak seperti kedua...