Ritual (2)

1K 170 13
                                    

"Slurpp.... "

Geli! Ketika Bi Ijum menjilat perut buncitku. Aku sudah menangis, ketika kedua matanya menatap lapar perutku.

Ya Tuhan, harus bagaimana aku?

"Pegang kepalanya!"  Aku membuka mata ketika mendengar suara seseorang mengatakan hal itu. Tidak ada orang, namun suaranya begitu jelas.

"Cepat pegang! Dan baca ayat kursi!'

Tidak memperdulikan siapa itu. Aku pun mencoba untuk memegang kepala Bi Ijum dan membacakan ayat kursi.

"Arghh.... "

Bi Ijum berteriak, perutku begitu sakit. Seperti di tarik sesuatu.

"Arghh... " Aku ikut berteriak. Bi Ijum pingsan. Nafasku terengah-engah. Aku mengusap perutku masih aman. Aku berharap begitu.

"Eyang.... " Aku mendongak melihat sosok Eyang di sini. Eyang berjalan mendekat, beliau mengusap perutku sembari membacakan sesuatu.

"Arghh... " Aku berteriak, rasanya begitu sakit.

"Kamu harus lebih hati-hati," ujar Eyang.

"Calon bayi aku gak kenapa-napa kan, Eyang?" tanyaku.

"Untung saja kamu cepat mengusir makhluk itu. Makhluk itu benar-benar mengincar kamu," ucap Eyang. "Kamu cepat bersihkan abu ini."

"Abu ini? Bukannya mereka takut dengan abu hangat ini?" tanyaku.

"Tidak. Abu itu media untuk mengambil calon bayi kamu," ucap Eyang membuatku kaget.

Tapi bukan kah tadi Bi Ijum mengatakan jika abu ini penangkal makhluk itu?

"Dia rasuki sejak tadi," ujar Eyang seakan menjawab pertanyaanku.

"Maksud Eyang? Dari tadi aku sama makhluk itu? Bukan sama Bi Ijum?' jelasku.

Eyang mengangguk. "Makanya kamu harus lebih hati-hati mereka benar-benar menutup kemampuan kamu Sera. "

Aku mengangguk, Eyang mengusap keningku. "Eyang akan selalu menjaga kamu dan keturunan kamu."

"Makasih Eyang... "

Eyang tersenyum, bayangan Eyang perlahan memudar. Dan menghilang. Syukurlah aku masih hidup dan calon bayiku baik-baik saja. Aku menatap Bi Ijum. Bi Ijum belum juga sadar. Lalu harus bagaimana? Kak Satya juga tidak kunjung pulang.

****

Satya POV

Hujan semakin deras. Aku selalu memikirkan bagaimana keadaan Sera dan calon anak-anakku di rumah. Aku sungguh sangat khawatir kepada mereka.

"Mas Satya kenapa? Kayak gelisah gitu?" Ucapan Novia membuatku terdiam.

"Kayak gak paham aja Nov, ya jelas mikirin istrinya lah. Mana hujannya besar gini, " sahut Bagus menjawab ucapan Novia.

Novia nampak diam.

Aku mengambil sesuatu dari saku celanaku.  Mengambil HT untuk mengubungi Sera.

"Sayang? Halo... " masih belum ada sahutan. Perasaanku semakin tidak tenang. Takut jika Sera kenapa-napa.

Aku tidak mendengar sahutan dari Sera. Oh Tuhan apakah telah terjadi sesuatu kepadanya?

"Gimana Bang? Ada kabar?" tanya Bagus.

"Gak ada. Saya benar-benar khawatir dengan mereka." Aku menatap hujan yang semakin deras. Bagaimana ini?

"Bagus, saya harus segera pulang."

"Bang jangan nekat, ini hujannya benar-benar deras. Harusnya kita tetap di pondok," usul Bagus. Usulannya benar-benar tidak membantuku. Tiba-tiba Bagus masuk kedalam pondok.

DEATH 4 (Misteri Desa Kencana) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang