Kapan tarian ini akan berakhir? Kenapa tubuhku tidak bisa di hentikan?
Aku membeku, ketika menatap sosok Nyai Sulastri yang sangat pucat. Kedua matanya mengunci tatapanku. Membuat aku terus menatap nyai Sulastri. Nyai Sulastri mendekat. Aku seperti di kendalikan olehnya. Kedua tanganku tidak berhenti menari.
Lidahku sangat kelu untuk berteriak. Kuku-kuku panjang Nyai Sulastri menyentuh wajahku. Wajahnya pun semakin dekat. Membuatku tidak bisa bernafas. Karena bau kembang kantil yang sangat menyengat.
"Cah Ayu, siap dadi budak ku? (Anak cantik, siapa jadi budak ku?)"
Sekujur tubuhku merinding mendengar suaranya. Sekuat tenaga aku menggelengkan kepala. Sembari menangi menyantap Nyai Sulastri.
Kedua sudut bibir Nyai Sulastri menyeringai begitu lebar, sampai di kedua telinganya. Wajah cantiknya berubah menjadi wujud asli Nyai Sulastri.
"Hihihi.... "
Dia tertawa melihatku ketakutan. Gerakan tarian kami semakin menjadi.
"Gek endang rampungke. Gek koe bakal dadi budak ku. (Cepetan selesaikan, dan kamu akan menjadi budak ku)"
Tangisku semakin pecah, mendengar tawa Nyai Sulastri. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan agar ritual ini cepat berakhir? Kak Satya kemana? Kenapa belum pulang juga. Ya Tuhan, bagaimana ini? Eyang! Eyang dengar Sera kan? Eyanh bantu Sera.
Aku memejamkan mata, membaca doa dalam hati. Berharap ada orang yang menolongku.
"Sera!"
Aku kaget, ketika seseorang menepuk bahuku dan memanggil namaku. Di depanku sudah tidak ada Nyai Sulastri. Kemana perginya?
"Sera... " Lagi, dia memanggil namaku. Suaranya seperti tidak asing. Aku mendongak, dan menemukan Abi dan Bi Ijum di belakangku.
"A.... Abi, Bi Ijum? " ujar ku.
"Syukurlah, dia tidak menarik sukma Mbak Sera," ucap Bi Ijum. Aku masih diam, heran kenapa Bi Ijum yang tadi pingsan datang dengan Abi? Kenapa juga Abi bisa ada di sini?
"Sebaiknya kita segera keluar dari ruangan ini," saran Bi Ijum membuyarkan lamunanku. Kami segera keluar dari ruangan ini. Bi ijum pun mengunci lagi ruangan ini.
Setelah itu, kami bergegas kembali ke ruang utama.
****
Satya POV
Lagi dan lagi, aku dan Novia terjebak di sini. Kali ini kami bersama keluarga Pak Slamet. Aku melirik wanita paruh baya menggunakan hijab yang sedang tersenyum kearah ku. Mungkin ia adalah satu-satunya warga yang menggunakan hijab di sini.
"Kok iso, Mas Satya karo Bu Dokter melayu-layu wengi-wengi ngene? (Kok bisa, Mas Satya dan Bu Dokter lari-lari malam-malam begini)"
Novia melirikku. "Anu Bu, mau gak sengojo ketemu. Karena udan, badai, jadi Mas Satya nolong aku (anu Bu, tadi ga sengaja ketemu. Karena hujan, badai, jadi Mas Satya menolong aku)"
"Alhamdulillah lek ngono. Soal e badai wengi iki berbeda, Bu, Mas (alhamdulillah kalau begitu. Soalnya badai malam ini berbeda) "
"Bedo gimana Bu? (Beda bagaimana Bu?)" tanya Novia penasaran, aku juga sebenarnya tertarik dengan topik pembicaraan ini. Karena aku pun juga merasakan hal yang sama.
Ibu itu sedikit melirik suaminya yang tengah menatap lurus kearahnya. Lalu tersenyum, dan mulai menceritakan.
"Malam ini malam jum'at kliwon, dimana semua gerbang pintu gaib terbuka."
KAMU SEDANG MEMBACA
DEATH 4 (Misteri Desa Kencana)
Mystery / ThrillerSILAHKAN BACA SEASON 1, 2 DAN 3 DULU. DILARANG PLAGIAT! COPYRIGHT BERLAKU! **** Sera kira setelah ia menikah dengan Satya, hidupnya akan kembali normal seperti orang pada umumnya. Tapi salah, ia harus kembali mempertahankan hidup, dari iblis-iblis...