Ritual?

1K 178 18
                                    

"Sayang kamu bisa bantu aku?" tanyaku.

"Bantu apa?"

Aku menatap Kak Satya. Dan menarik laci yang ada di meja rias kamarku. Sebuah buku usang dengan beberapa bagian yang sudah sangat rapuh. Entahlah, ini semua spontan aku dapatkan. Ketika aku merasakan sebuah energi kuat dari laci ini.

"Buku? Ini buku apa?" Aku menggelengkan kepala. Karena memang aku tidak tahu buku apa ini. Kak Satya mengambil alih buku tersebut. Dan membacanya.

Raga nyai Sulastri hilang karena api.
Berharap ada sosok pengganti.
Anaknya mati.
Dendamnya terpatri.

"Nyai Sulastri siapa?" Kak Satya menatapku.

"Aku juga gak tahu Kak. Tapi dia yang akhir-akhir ini meneror aku," jawabku. Aku mengusap perutku. Masih was-was karena aku tahu Nyai Sulastri mengincar bayiku.

Kak Satya mengusap bahuku. "Kita pindah, ya?"

Aku menggelengkan kepala. "Gak mau."

"Kenapa? Tempat ini bahaya. Atau gak, kamu pulang ke kota. Biar aku yang di sini."

"Gak mau!" kekehku. Kak Satya menghela nafas.

"Aku cuma gak mau kamu sama calon anak kita kenapa-napa," ujar Kak Satya.

"Aku yakin kamu bisa lindungi kita," ujarku mengenggam erat tangan Kak Satya.

Cup....

Kak Satya mengecup keningku. Aku memeluk lengannya. Kembali aku menatap buku di depanku. Kini aku yang membuka buku itu.

Denam Roh jahat sangat berbahaya.
Tapi ada yang lebih bahaya, orang-orang di baliknya.

"Orang-orang dibaliknya?" gumamku.

"Apa mungkin roh Nyai Sulastri di kendalikan?" ujar Kak Satya.

Aku menggelengkan kepala. Karena memang tidak tahu. Tiba-tiba kami saling pandang. Ketika tidak sengaja mencium bau kemenyan.

"Sayang kau nyiumkan?"

Aku mengangguk, sembari memegangi hidungku. Aku memutuskan untuk keluar kamar. Dan Kak Satya mengikuti ku dari belakang. Aku terdiam, ketika melihat Bi Ijum meletakkan sesajen di depan pintu kamar Nyai Sulastri.

Bi Ijum melakukan sebuah ritual, menaburkan bunga di depan pintu. Dan menyiramkan air. Bau dupa dan kemenyan begitu kuat memenuhi indera penciumanku.

"Malam bulan Purnama Nyai suka sama bau Melati. Jadi harus di beri persembahan, " ujar Bi Ijum.

"Ini.... Mbak Sera usapkan abu hangat ke perut Mbak Sera. Biar Nyai tidak menganggu calon anak kalian," ujar Bi Ijum lagi. Kali ini Bi Ijum memberi abu hangat kepadaku.

"Makasih, Bi. "

Bi Ijum mengangguk, lalu pergi dari hadapan ku dan Kak Satya. Aku melirik sesajen di depanku. Kak Satya mengenggam tangan. Dan mengajakku masuk kedalam kamar.

Kak Satya langsung mengunci pintu. "Malam ini aku bakalan selalu ada di samping kamu."

Aku mengangguk. Kak Satya mengambil abu hangat di tanganku. Dan langsung mengusapnya secara merata ke perut buncitku. Kak Satya memelukku.

"Apapun yang terjadi, aku siap jaga kamu dan calon anak kita... "

Aku tersenyum, memeluk Kak Satya dengan hangat. Aku mencintai Kak Satya sangat mencintai Kak Satya. Dia selalu menepati janjinya. Semoga kami selalu bersama.

***

Satya POV

"Apa? Kamu gak bisa handle semuanya?"  Aku berbicara dengan nada keras kepada Bagus.

DEATH 4 (Misteri Desa Kencana) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang