"Meski dia mencintaiku, aku tak akan berpaling karena aku akan setia pada satu laki-laki yang serius mencintai diriku saja. Bukan laki-laki yang tiba-tiba datang."
~ Aida Haifani ~
Pengurus BEM angkatan Danish sudah selesai membuat laporan pertanggungjawaban. Hari ini, di dalam ruangan BEM, angkatan Danish mengadakan sertijab agar pengurus baru bisa segera diresmikan.
Danish melaporkan apa saja program kerja yang sudah terlaksana maupun yang belum terlaksana. Kegiatan apa saja yang selama ini angkatan Danish lakukan.
Dilanjut dari laporan Tara, bendahara, sekretaris, dan bidang yang lain. Pengurus BEM baru pun akhirnya sudah diresmikan.
Usai acara sertijab, Danish mengajak pengurus dan anggota BEM ke restoran miliknya. Makanan di restoran ia gratiskan.
"Dah lama nggak makan-makan gini lagi," celetuk Afiq. Danish hanya memperhatikan makanannya, sementara Tara menyentil dahi Afiq.
"Makanan aja otak lo!" cibir Tara.
"Hahaha ... enak kali ditraktir! Eh, lo juga makan, ya?" sahut Afiq, membuat Tara membungkam. Afiq pun tertawa lepas.
"Dasar nggak ngaca!" cibir Afiq. Tara mendengkus kesal.
Danish mengembuskan napasnya dengan kasar. "Mau debat apa makan? Mau debat, sana di kampus! Jangan di restoran gue!" tegas Danish. Kedua pemuda itu terdiam. Mereka kembali melanjutkan makan.
Semenjak acara lamaran Aida dengannya, Danish mulai berubah. Pemuda itu menjadi cuek dan ketus pada Tara. Tara tidak mengerti. Apa Danish cemburu?
Akhir-akhir ini dia sering banget ketusin gue. Salah gue apa coba. Gue harus ngomong sama dia.
*****
Seorang gadis tengah menyirami beberapa bunga di taman belakang rumahnya sambil bersiul. Lengkungan bibir terlihat sangat sempurna.
Tiba-tiba seorang pemuda tiba di depan Aida. Pemuda itu melengkungkan bibirnya.
"Sore Aida," sapa Tara dengan semangat.
Aida mendongak, kemudian melebarkan bibirnya. "Sore juga, Tara. Ada apa kesini?" tanya Aida.
"Cuma mau lihat calon istri gue aja, kok," sahut Tara, membuat semburat merah muda tercetak di pipi Aida.
"Kita belum halal, jangan sering-sering kesini! Atau aku minta Papa aku buat ngehajar kamu!" ancam Aida, membuat Tara tertawa terbahak-bahak.
"Aida, Papa nggak mungkin hajar aku. Kita udah sepaket, loh! Papa udah sayang gue," sahut Tara, membuat Aida mendengkus sebal.
"Ah, bodo amat!" Aida kembali melanjutkan kegiatannya menyiram tanaman.
"Aida ... jika seandainya Danish mencintaimu, apa yang akan kamu lakukan, Aida?" tanya Tara, membuat Aida membulatkan mata. Pertanyaan macam apakah yang Tara berikan padanya.
Gadis itu meletakkan penyiram tanaman di bawah. Ia melayangkan tatapan tajam pada calon suaminya.
"Antara! Kenapa kamu bahas dia di sini! Kamu lupa kalau kita sebentar lagi akan menikah?!" sahut Aida naik oktaf.
"Aida, bukan begitu. Semenjak gue lamar lo, sikap Danish mulai berubah sama gue. Danish ketus banget sama gue. Apa dia nggak rela lo bakal nikah sama gue?" tanya Tara. Aida mengembuskan napasnya dengan kasar. Sudah bosan membicarakan Danish lagi dan Danish lagi.
"Antara, kalau emang Danish cinta sama aku, aku nggak akan pernah membatalkan rencana pernikahan kita. Dia sudah terlambat. Kamu nggak perlu cemas. Aku nggak akan berpaling darimu, Antara," ujar Aida, membuat Tara melengkungkan bibirnya. Ia lega mendengar pengakuan dari calon istrinya.
"Gue lega dengernya, Aida. Gue berharap semoga lo bisa segera mencintai gue, Ai. Gue sayang sama lo. Sekarang lo sabar dulu. Kita harus lulus kuliah dulu baru bisa nikah. Gue serius sama lo, Aida. Gue nggak akan pernah nyakitin lo," ujar Tara, membuat Aida berbinar mendengarnya. Pemuda di depannya sepertinya sangat serius mencintai dirinya. Aida tidak akan berpaling meski dirinya belum mencintai Tara.
"Oh, iya, gue kesini bawa sesuatu buat lo ...." Pemuda itu membuka tas punggung, kemudian mengeluarkan sebuah kotak berwarna merah. Ia membuka kotak tersebut.
Sebuah kalung berbandul bentuk hati yang terbuat dari emas putih. Aida mengerutkan keningnya, menatap kalung tersebut.
"Lo suka?" tanya Tara.
"Ini buat aku?" tanya Aida balik. Tara mengangguk.
"Iya. Buat lo. Pakailah!" titah Tara. Aida menerima kalung tersebut, kemudian memakainya. Tara melengkungkan bibirnya, menatap calon istrinya yang telah menggunakan kalung pemberiannya.
"Bagus, cantik, aku suka, Tara," ungkap Aida.
"Gue seneng kalau lo suka. Gue mau ketemu sama Om Dani dulu, Aida." Pemuda itu masuk ke dalam rumah Aida. Gadis itu kembali melanjutkan kegiatannya, menyirami tanaman.
Sama seperti kalung yang bertengger di leherku, kamu akan aku pertahankan walau Danish sudah mencintai aku.
*****
Seorang pemuda berjalan menuju kamar mandi. Ia membasuh wajahnya. Pemuda itu keluar dari kamar mandi, kemudian berjalan, menuju ranjang tidur king size. Ia menduduki tepi ranjang.
Tara menelungkupkan wajahnya. Kedua tangannya mengepal pada surai legamnya.
"Akh! Sakit banget kepala gue!"
"Gue kenapa, sih? Kenapa akhir-akhir ini gue sakit kepala?"
"Akh! Rasanya kayak ditusuk-tusuk. Gue nggak kuat! Sakit!"
Tara mengerang kesakitan pada kepalanya. Pemuda itu membaringkan tubuhnya di ranjang. Ia meringkuk, mencengkeram kepalanya begitu kuat. Sakit yang diderita begitu menyakitkan. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada dirinya. Sudah seminggu ini ia merasakan sakit kepala yang tak biasa.
"Sakit banget ... gue nggak kuat ...."
Tiba-tiba pemuda itu merasakan pandangannya memburam, kemudian menggelap. Bukan karena tidur, ia kehilangan kesadarannya.
*****
Tok ... tok ... tok ....
Sudah keempat kalinya, wanita paruh baya berjilbab hitam itu mengetuk pintu, tetapi sang pemilik kamar tidak kunjung membukanya. Ia mengerutkan keningnya.
Udah siang, kenapa Tara belum bangun?
"Mas! Sini! Pintunya Tara belum kebuka, Mas!" teriak wanita itu. Tak lama kemudian, tiba sosok pria paruh baya.
"Ada apa, Ma? Kau panik sekali?" tanya pria itu.
"Mas! Udah jam tujuh Tara belum keluar kamar. Nggak biasanya dia kayak gini. Aku khawatir, Mas. Coba cari kunci cadangan. Buka kamarnya Tara," pinta wanita itu adalah mama dari Tara.
Pria itu bergegas mencari kunci cadangan pada nakas di luar kamar Tara. Ia memasukkan kunci pada lubang pintu kamar.
Kamar bernuansa biru itu terbuka lebar. Mereka mendapati sosok pemuda yang terbaring di ranjang tidur, tetapi tidak biasanya. Wanita berjilbab hitam menghampiri Tara.
"Tara ... bangun, Sayang. Udah siang loh!" Wanita itu menepuk pipi Tara, tetapi pemuda itu belum kunjung bangun.
"Tara, ayo, jangan malas. Bangun ...."
"Ma, wajah Tara pucat," celetuk papa Tara.
Wanita itu panik. Ia mengguncang tubuh Tara. "TARA! BANGUN! KAMU TIDUR, KAN? BUKAN PINGSAN?!"
"Ma, sepertinya Tara pingsan. Dia nggak ada reaksi apa-apa. Kita harus ke rumah sakit!" Pria itu menggendong tubuh Tara. Mereka bergegas pergi ke rumah sakit.
Hai aku kembali update. Terima kasih sudah menunggu kisah ini. Maaf kelamaan nggak update. Jangan lupa tinggalkan bintang dan komentar. See you next part ☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan Akan Terbuka ? [SELESAI]
Romance[Young Adult - Spiritual] [Spin Off Tentang Nadhira Series 1] [Danish - Aida] Tiga tahun sudah berlalu, tetapi ia belum bisa melupakan sosok cinta pertamanya. Hatinya tertutup, ia tidak pernah membuka hatinya untuk wanita lain padahal banyak sekali...