PART 36

107 12 22
                                    

"Istirahat boleh, tetapi jangan sampai menyerah. Kita sedang diuji untuk bisa menjadi kuat, bukan untuk menjadi lemah."

~ Nadhira Misha Malaika ~




Sudah beberapa hari ini Danish mengurung diri di dalam kamar. Pemuda itu tidak pernah mau makan, minum. Kamarnya terkunci begitu. Pemuda itu setiap hari hanya berbaring di atas ranjang tidur, menatap kosong langit-langit kamar. Tidak ada aktivitas yang ia lakukan selain berbaring. Pemuda itu juga tengah melupakan Allah dengan meninggalkan salat. Ia sedang kacau.

"Woy! Sampai kapan lo ngurung, hah!" teriak Abbas dari luar.

"Mas, sabar. Danish lagi down banget. Kamu nggak boleh kayak gitu," tegur Nadhira.

"Tapi, mau sampai kapan, Sayang? Mau sampai dia mati begitu? Aku nggak mau biarkan itu terjadi!"

"Malaika, kamu tahu, kan, bagaimana Danish kalau udah begitu? Kita nggak bisa biarin dia terus mengurung diri. Dua harus melanjutkan hidup kembali!" sahut Abbas begitu keras. Nadhira menghela napas.

"Iya, aku paham, Mas. Tapi, kamu jangan marah-marah terus. Darah kamu bisa tinggi, Mas. Masa masih muda udah kena darah tinggi?" sindir Nadhira pada Abbas. Memang pernah Abbas pingsan di kampus setelah memarahi semua laki-laki yang mendekati Nadhira karena saking emosinya begitu meluap. Kata dokter darah pria itu sangat tinggi, jadi Abbas harus bisa mengendalikan dirinya.

"Kasih tahu dia baik-baik. Jangan marah-marah. Kasihan Danish. Dia begitu tertekan, Mas," tutur Nadhira.

"Aku mau ambil kunci cadangan. Kita harus bicara sama Danish. Aku nggak mau Danish terpuruk terus," lirih Abbas, kemudian pria itu pergi ke gudang, mencari kunci cadangan kamar Danish. Pria itu kembali ke depan pintu kamar Danish, kemudian membuka pintu. Mereka melihat sosok pemuda yang berbaring di atas ranjang tengah menatap kosong ke atas. Abbas menepuk pundak pemuda itu.

"Nish, makan, yuk. Lo udah tiga hari nggak makan. Perut lo pasti sakit," ajak Abbas. Danish menggeleng.

"Gue nggak mau makan, Bas. Biarin aja gue mati perlahan karena gue nggak isi perut," sahut Danish begitu lirih. Nadhira menghela napas.

"Danish, kamu nggak boleh menzalimi diri sendiri. Perut kamu butuh diisi. Kamu jangan seperti ini, Danish," tutur Nadhira.

"Gue nggak sanggup buat lanjutin hidup. Gue udah kalah ... gue udah rencana mau ambil cuti sementara dari kuliah. Gue juga mau keluar dari BEM. Gue mau sendiri sementara waktu," ujar Danish, membuat Abbas dan Nadhira saling berpandangan.

"Nish, aku tahu kamu lagi lelah, tapi kamu nggak boleh nyerah. Kamu boleh kok, istirahat, tetapi kamu nggak boleh berhenti. Kamu harus bangkit lagi, Nish," tutur Nadhira. Ia menatap Danish sendu. Nadhira tidak tega melihat adik ipar sekaligus sahabatnya begitu menyedihkan.

"Gimana cara gue buat tidur selamanya? Gue minum obat tidur cuma beberapa jam gue tidur, habis itu gue bangun lagi. Apa gue harus beli racun biar gue tidur di liang lahat?" tanya Danish melantur, membuat Abbas melayangkan pukulan pada wajah Danish. Ia kesal Danish selalu ingin menyerah.

"Bodoh! Lo Adek gue yang bodoh! Jangan gila mau bunuh diri! Dosa, Nish! Lo nggak akan bahagia, malah tersiksa di neraka!" teriak Abbas naik oktaf.

"Gue tahu, tapi gue nggak kuat lagi, Bas. Lo nggak tahu rasanya di posisi gue ...."

"Danish! Jangan gila gue bilang!! Lo nggak boleh nyerah!"

"Gue di sini, Nish. Gue sayang sama lo. Gue nggak tega lihat lo kayak gini ...." Abbas merasakan kepalanya pening, kemudian pandangannya mengabur. Tubuhnya pun ambruk, tetapi ditahan oleh Nadhira. Wanita itu membulatkan mata. Danish juga terkejut.

"Astaga! Aku bilang juga apa, kenapa kamu emosi, Mas? Kan, pingsan kamu. Mas Abbas ... bangun, Mas ...."

"Ayah! Tolong! Mas Abbas pingsan!"

Reyhan dan Kinara bergegas ke kamar Danish. Reyhan membulatkan mata, melihat Abbas tidak sadarkan diri ditahan oleh Nadhira.

"Ada apa, Nak? Kenapa Abbas sampai pingsan?" tanya Reyhan begitu panik.

"Kayaknya darah tinggi Mas Abbas kumat, Yah," jawab Nadhira.

"Ya udah Ayah bawa Abbas ke kamar. Kinara, jagain dulu Danish. Aku mau panggil dokter," ujar Reyhan. Reyhan membawa Abbas ke kamar dengan Nadhira mengekorinya. Nadhira membuka kancing kemeja Abbas, lalu mengambil minyak angin dari laci. Ia membaluri minyak itu pada bagian leher dan dada Abbas. Juga mengarahkan minyak angin pada hidung mancung Abbas. Reyhan tengah menelepon dokter untuk datang ke rumahnya.

"Mas ... sadar, Mas ... aku takut ...."

"Kamu tenang saja, Dhira. Sebentar lagi dokter akan kesini," ujar Reyhan.

"Mas Abbas banyak pikiran, Yah. Dia memikirkan Danish," lirih Nadhira. Semenjak Danish down, Abbas terus memikirkan Danish. Pria itu istirahat kurang, pikirannya tertuju pada Danish, dan juga darah tinggi.

Tak lama kemudian, seorang pria mengenakan jas putih tiba di kamar Abbas. Dokter itu mulai memeriksa keadaan Abbas.

"Bagaimana, Dok, keadaan putra saya?" tanya Reyhan.

"Putra Anda kelelahan. Banyak pikiran, darahnya tinggi, 180. Pasien harus banyak beristirahat dan tidak memikirkan hal yang membuat dirinya tertekan. Abbas juga harus mengontrol dirinya supaya darahnya tidak makin naik," jelas dokter itu. Ia memberikan resep obat pada Reyhan. Pria itu bergegas menebus obat ke apotik.

*****

Sementara Kinara sedang memeluk tubuh putranya yang begitu lemah. Danish hanya diam, merasakan pelukan hangat dari ibunya. Pemuda itu meloloskan buliran bening.

"Sayang, jangan kayak gini terus. Mama nggak mau kamu begini. Danish, kamu kuat. Jangan nyerah, Nak," tutur Kinara.

"Danish sekarang harus hidup bagaimana, Ma?" tanya pemuda itu.

"Banyak yang bisa kamu lakukan, Nak. Kamu harus bisa lulus. Jadi orang sukses. Kamu mau kan, teruskan perusahaan Mama?" tanya Kinara. Danish mengangguk.

"Maafin Danish, Ma." Pemuda itu mengeratkan dekapannya pada Kinara.

"Tidak apa, Sayang. Kamu sekarang makan, ya? Kasihan Nadhira udah masak buat kamu juga. Abbas sekarang sakit, Nak. Dia banyak pikiran karena memikirkan kamu. Kamu mau, kan, bangkit buat mereka? Kita semua sayang kamu, Nak. Mama percaya suatu hari nanti kamu akan menemukan jodohmu. Kamu harus bangkit, Nak," tutur Kinara, membuat Danish terdiam.

"Iya, Ma. Danish akan berusaha bangkit lagi. Danish nggak mau bikin Abbas sakit," lirih pemuda itu. Kinara mengambil piring yang ada di atas nakas. Sepiring nasi dengan ayam goreng tepung dan sop bakso ayam. Wanita itu mulai menyuapi Danish makan. Pemuda itu menerima suapan dari mamanya begitu lahap. Ia tidak ingin menyiksa orang sekitarnya lagi terlebih setelah melihat Abbas tidak sadarkan diri karena dirinya.

Maafin gue, Abbas. Gue bakal bangkit buat lo. Maaf bikin lo sakit. Lo pasti cemas sama gue. Gue emang udah nyusahin orang banget. Kali ini gue bakal bangkit dan buktikan sama lo kalau gue kuat. Lo bener, hidup gue harus kembali. Misha bener, gue nggak boleh nyerah. Terima kasih kalian udah peduli sama gue.















Hai aku kembali update. Terima kasih masih menunggu kisah ini. Jangan lupa tinggalkan bintang dan komentar. See you next part ☺️








Kapan Akan Terbuka ? [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang