"Percayalah setiap manusia sudah ada jodohnya masing-masing yang terbaik dari Tuhan."~ Aida Haifani ~
Seorang pemuda terbaring di atas ranjang sudah dua jam belum kunjung membuka mata. Seorang pemuda berkulit putih khawatir melihat kondisi sahabatnya.
"Danish, lo kenapa kayak gini terus? Apa lo begini karena gue?" tanya Tara."Tara, kamu jangan cemas. Danish pasti baik-baik saja. Jangan terlalu dipikirkan," tutur Aida.
Tara menatap Aida. "Apa gue mundur aja, Ai? Nanti gue akan semakin menambah tekanan batinnya jika kita meneruskan pernikahan ini," lirih Tara, membuat Aida membulatkan mata. Gadis itu menggeleng.
"Jangan gila, Tara! Aku bukan barang kalian yang bisa oper sana dan sini!" tegas Aida.
"Susah Tara bagiku melupakan Danish, kemudian menyukai kamu. Kamu bilang kita udahan aja? Aku nggak mau, Tara! Kita akan tetap menikah! Aku yakin Danish akan menemukan pasangan yang lain. Percayalah sama aku, Tara. Setiap manusia sudah memiliki jodohnya masing-masing. Aku harap kalimat tadi tidak aku dengar lagi," jelas Aida begitu kesal. Bagaimana bisa calon suaminya itu menyerah? Padahal beberapa Minggu lagi mereka akan menikah.
Tara menunduk. Ia merasa bersalah pada Aida. "Maafin gue, Aida. Maaf tadi udah ngebentak lo dan menuduh lo. Maaf atas perkataan gue tadi. Kita akan tetap menikah," lirih Tara.
"Aku maafkan kamu, Tara," sahut Aida, kemudian melengkungkan bibirnya.
Tak lama kemudian, Danish mulai membuka matanya. Ia menatap se keliling. Netranya berkerut, melihat keberadaan Tara dan Aida di hadapannya.
"Kalian?"
"Lo tadi pingsan," jawab Tara.
Pemuda itu langsung memeluk Tara dengan erat. Ia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Tara. Tara merasakan punggungnya basah.
"Aida emang harus bahagia. Gue nyerah, Tara. Bahagia dia emang sama lo, Tara. Bukan sama gue. Gue selama ini udah ngecewain Aida dari SMA. Lo jagain dia, ya. Jangan buat Aida nangis. Jangan lakuin apa yang pernah gue lakuin. Gue emang jahat, Tara ... makanya gue nggak dapat jodoh ...."
"Gue akan bahagiakan Aida. Lo jangan bilang kayak gitu. Lo pasti bisa dapatkan jodoh. Percayalah," sahut Tara.
Danish melepaskan pelukan dari Tara. Pemuda itu menyandarkan punggungnya di ranjang. Ia menatap ke arah Aida. "Semoga kamu bahagia sama Tara. Maafkan aku selama ini sudah membuatmu sedih dan kecewa. Aku udah nggak benci sama kamu, tapi aku membenci diriku sendiri, Aida," lirih Danish.
Aida melengkungkan bibirnya. "Danish, aku udah maafin kamu. Aku berdoa semoga kamu segera mendapatkan jodoh. Aku yakin kamu akan menemukan dia yang terbaik untukmu. Lebih baik dari aku atau Nadhira," tutur Aida.
"Kalian pulang aja. Gue mau sendiri. Tara, Aida, semoga pernikahan kalian lancar. Gue tunggu undangan kalian," ujarnya, kemudian tersenyum getir, menatap kedua insan manusia itu. Tara menepuk pundak Danish, kemudian melengkungkan bibirnya dengan sempurna. Ia menunjukkan jari kelingking di depan Danish.
"Kita sahabat lagi, ya?" tawar Tara.
Danish mengangguk, kemudian menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking milik Tara. "Sahabat lagi. Lo sahabat terbaik gue, Tara."
Tara dan Aida berpamitan pulang pada Danish. Mereka akan pergi ke tempat souvernir pernikahan.
*****
Seorang pemuda berkacamata termenung, menatap air pantai yang jernih dan bersih. Ia meluruskan kakinya, memasuki air pantai. Kedua matanya terpejam dengan rapat, merasakan hawa menyegarkan semilir pantai.
Aku harus move on.
Seorang gadis tengah berdiri menatap langit senja yang terlihat begitu terang dan indah. Semilir terasa begitu menyegarkan. Tiba-tiba netranya melihat sosok pemuda yang tengah duduk di tepi pantai. Ia menghampiri pemuda itu.
"Kak Danish?"
Merasa terpanggil, Danish menyeka air matanya. Pemuda itu mendongakkan kepalanya, menatap gadis berjilbab cream di depannya.
"Anindita?"
"Kakak di sini?" tanya gadis itu.
"Kebetulan kita ketemu di sini," sahut Danish, kemudian melengkungkan bibirnya.
"Kak, nggak ada yang kebetulan di dunia ini, tapi takdir," sanggah Anindita.
Danish mengangguk setuju. "Iya, setiap pertemuan dan perpisahan itu karena takdir dari Allah," tambah Danish.
Anindita duduk di sebelah Danish dengan berjarak. Ia memainkan tangannya pada air jernih.
"Pantai itu tempat wisata yang paling menyenangkan. Apalagi sore. Kita bisa lihat senja yang terang dan indah. Selain itu, air jernih pantai itu dimainkan sangat menyenangkan," ujar Anindita, membuka obrolan. Gadis itu melihat raut wajah Danish yang begitu sendu.
"Kamu bener. Pantai itu menenangkan," timpal Danish.
"Kak, setiap aku punya masalah aku ke sini. Selain berdoa sama Allah setiap salat, di sini kita bisa menghilangkan gundah gulana kita. Kita bisa berteriak," ujar Anindita, membuat Danish mengerutkan keningnya.
"Teriak?"
Anindita mengangguk. "Mau coba?" tawar Anindita.
Gadis itu berdiri, kemudian menatap langit senja. Ia meletakkan kedua tangannya di kedua sisi bibirnya.
"AAAA!!!!!"
"Ayo, coba. Ini melegakan," ajak Anindita. Danish berdiri, kemudian melakukan apa yang Anindita lakukan.
"AAAA!!!!!"
"Lagi," titah Anindita.
"AAAA!!!!"
Danish melengkungkan bibirnya dengan sempurna, menatap Anindita. "Lega banget. Terima kasih atas sarannya Anindita," ujar Danish, membuat gadis itu berbinar.
"Lagi, yuk. Barengan," pinta Anindita.
"AAAA!!!!"
"AAAA!!!!!"
Anindita dan Danish tertawa lepas bersama di bawah langit senja yang begitu indah.
Aku tidak boleh melewatkan kesempatan yang ketiga kalinya. Semoga Anindita adalah jodohku.
Hai aku kembali update. Setuju nggak nih Aida sama Tara, Danish sama Anindita?
Ikuti terus kisahnya. Jangan lupa tinggalkan bintang dan komentar.
See you next part ☺️
KAMU SEDANG MEMBACA
Kapan Akan Terbuka ? [SELESAI]
Romansa[Young Adult - Spiritual] [Spin Off Tentang Nadhira Series 1] [Danish - Aida] Tiga tahun sudah berlalu, tetapi ia belum bisa melupakan sosok cinta pertamanya. Hatinya tertutup, ia tidak pernah membuka hatinya untuk wanita lain padahal banyak sekali...