Stay With Me [12]

5 2 0
                                    

Hari ini dikumpul PR Bahasa Indonesia. Semua orang di kelas XII A IPA, mengumpul. Termasuk Nina.

Saat guru Bahasa Indonesia membaca jawaban dari buku Nina, dia merasa binggung dengan jawaban Nina.

"Nina," panggilnya.

Nina yang sudah menebak-nebak dirinya akan dipanggil, hanya bisa pasrah dan melangkah ke depan.

Saat sudah sampai di depan, guru Bahasa Indonesia itu bertanya, "Kamu gak punya tujuan hidup?"

Nina mengangguk.

"Ya, sudahlah." Pasrahnya, lagi pula bukankah itu hak asasi Nina sendiri, terserah Nina melangkah ke mana, yang pastinya dia sudah mengajarkan terbaik untuk mengarahkannya.

***

Bel berdetang istirahat, Nina menatap pemuda di sebelahnya ini. "Reja hobi lo apa?" tanyanya.

"Masak."

Nina melongo, sebagai cewek dia mengaku kalah oleh Reja. Nina tebak pasti Reja masaknya enak, sedangkan dia memasak saja tidak bisa. "Hebat banget lo, Ja."

Tak merasa bangga oleh pujian Nina, Reja bertanya balik, "Hobi lo?"

Nina tertegun sejenak, dia masih ingat hobinya dulu, memancing bersama papa. Nina anak perempuan yang lebih dekat dengan papanya, ketimbang mama. Papa selalu mengajaknya di saat akhir pekan, momen-momen menenganggkan saat pancing Nina ditarik ikan, mereka tertawa karena terjauh dari danau, dan pulangnya membawa ikan. Itu semua terasa indah bersama papa, tapi sekarang?

"Selain gak punya tujuan hidup? Lo gak punya hobi juga, ya?" Menyesal Nina mengatakan dia tidak mempunyai tujuan hidup pada Reja.

Nina tersentak dari lamunanya, dia mendelik Reja. "Hobi gue baca buku."

Reja terkekeh pelan, padahal tidak ada yang lucu dari percakapan mereka. Pemuda yang aneh, tapi Nina suka.

Menatap lekat wajah Reja yang terkekeh, pemuda itu manis, bukankah terlihat mengemaskan saat dia terkekeh? Nina bisa menatap setiap detail ciptaan yang Tuhan buat, terlihat sempurna daripada yang lain. Tuhan memang adil, setelah papa lelaki yang disayanginya meninggalkannya, kini Reja datang bagai Malaikat yang tak bersayap hadir dalam hidupnya.

Impian Nina hanya ingin bersama Reja, tujuan Nina menikah dengan Reja, lalu mereka hidup bahagia. Bukankah itu sederhana saja dan mudah? Tapi ... semua itu butuh proses, dari Reja harus menyukainya, Reja menjadi pacarnya, dan setelah itu mereka menikah. Perkataan yang dilontarkan guru Bahasa Indonesia tentang hidup tidak hanya untuk cinta-cintaan, seolah hilang dipikiran Nina, karena dipikiran Nina hanya ada Reja saja.

"Reja, setelah lo lulus SMA, kerja atau kuliah?" tanya Nina, pasalnya mereka tiga bulan lagi akan lulus, dan masa ini akan menjadi kenangan di masa depan suatu saat nanti.

"Kuliah jurusan Kedokteran, lo sendiri?"

Nina melotot, dia menggeleng takjub. Setelah Reja lulus kuliah, Nina berhayal jika berkesempatan Nina melihat perubahannya, pemuda itu akan lebih dewasa, cerdas, tidak lupa memakai kacamata, dengan setelan baju dokter, rahang-rahang yang tegas di wajahnya, dan saat itu Reja sudah siap untuk melamar kejenjang yang lebih serius. "Gue pengen jadi susternya, deh."

"Reja ... sebenarnya lo itu suka gak sih sama gue?" tanya Nina mengalih topik.

Sempat beberapa detik tercenung, Reja menjawab, "Semua ciptaan Tuhan di bumi ini gue suka, jadi lo termasuk."

Nina memanggut-mangut dengan bodohnya, jadi Reja pun suka dengan Jena, semua cewek di muka bumi ini, termasuk nenek-nenek. Bukan itu saja cowok pun termasuk, jadi Reja gay? "Lo mah gitu." Nina menghela nafas, dulu. "Coba aja bilang gue paling istimewa di antara semuanya, pasti gue seneng."

"Iya, lo paling istimewa."

Empat kata, bisa membuat Nina seolah tersihir tidak bisa mengerjab, ada perasaan asing yang menyenangkan mengaliri dadanya, pipi Nina juga terasa memanas. Nina yakin saat ini pasti pipinya sudah merah bak kepiting rebus. "Gue orangnya baperan lo, Ja."

"Lalu?"

Dengan sekuat tenanga Nina menahan salah tingkahnya. "Jangan dibaperinlah!"

Reja terkekeh melihat ekspresi Nina, yang menurutnya lucu. "Kan lo yang minta, biar lo seneng." Satu alis Reja naik.

Okay, sekarang Nina tidak tahan. "REJA ... SETOP! BISA GAK JANGAN BIKIN GUE BAPER?! UDAH GUE BILANG, JA! GUE ORANGNYA BAPERAN!" Suara cempreng Nina menggema di seluruh ruangan, hingga beberapa pasang mata menatap ke arah belakang untuk menatapnya.

"Iya, Dek Nina." Suara pemuda itu di alay-alaykannya, dilembuti, dengan nada yang menggoda. Entah kenapa membuat Nina geli.

Rona merah bertambah menjalar di pipi Nina. Gadis itu tampak tidak bisa menahan salah tingkahnga, kini dia menutupi wajahnya dengan tangan. Reja melihat itu tertawa, geli sendiri dengan kelakuannya. Yang sepertinya itu bukanlah Reja sesungguhnya.

***

Ingin tidur, tapi malam ini Nina gelisah. Beberapa kali memejamkan mata, hasilnya nihil, tidak bisa tertidur, kantuknya juga tidak kunjung datang. Nina membuka mata, menghela nafas berat, matanya milirik jam weker di atas nakas. Masih pukul 22.23, berarti Nina tidak bergadang, namun kebiasaannya dia tidur pukul 20.00. Kalau melebihi itu langka terjadi.

Nina bangkit dari tidur, lalu beranjak dari kamarnya. Setelah mencuci wajahnya di wastafel, dia beranjak ke kamar mama. Entah apa yang membuat Nina merindukkan mamanya. Saat Nina mengetuk pintu kamar, ada suara terdengar menyuruhnya masuk.

Nina memutar knop pintu, dia melangkah masuk, melihat sosok mama berbaring yang tengah menatap gawai. Riri lebih menyukai tidur dengan mbak Lila daripada mama.

Kamar mama tidak terlalu banyak barang seperti kamar Nina yang kebanyakan boneka, kamar mama bernuasan putih polos, setelah itu ada kasur, lemari, dan nakas.

Foto figura di atas nakas menyedot perhatian Nina, itu dia, mama, Riri, dan mbak Lila. "Mah."

"Kenapa belum tidur?"

Nina tidak menjawab, dia memutuskan untuk berbaring di sebelah mamanya. Berkata, "Kangen sama Mama."

Mama meletakkan ponsel di atas nakas, setelah itu tangannya mengusap pelan surai Nina. "Kamu ada masalah?"

Nina menggeleng, entah kenapa dia bisa merindukkan papa. Mungkin dengan bersama mama seperti ini, membuatnya mengalihkan pikirannya untuk tidak merindukkan papa. "Mama pernah gak, sih? Jatuh cinta?"

"Pernah, kan Mama juga pernah muda."

Jadi semua orang saat remaja pernah jatuh cinta? Lalu wajar, tidak? Nina mengejar cowok, karena dia jatuh cinta. Pikiran Nina kalut oleh tujuan hidup kemarin hilang, digantikan Reja. Cowok itu muncul dipikiran Nina karena di sekolah tadi Reja terlalu menggodanya, itu kebersamaan yang menyenangkan, bukan?

"Nina itu suka sama Reja." Mempunyai tekat keberanian yang kuat untuk menyampaikan ini. "Terus Nina juga suka caper sama Reja." Nina menghela nafas panjang, kira-kira bagaimana reaski mama saat tahu anak gadisnya mengejar cowok.

Mama hanya berkata sinis, yang membuat Nina kena mental. "Gak tahu malu? Cewek itu harusnya dikejar, bukan mengejar."

Saat mendengar perkataan mama, semburat merah muncul di wajah Nina. Aih ... kok tebakan mama benar, sih?

Tidak menjawab Nina hanya tercenung, setelah itu memejamkan mata dan tertidur di kamar mama.

***

Stay With Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang