Stay With Me [29]

5 1 0
                                    

Jika Nina dibandingkan dengan cewek bobrok tentu saja lebih baik Nina, namanya juga bobrok. Walaupun Nina tak se 'ayu' namanya, Nina berusaha kok untuk menyamakan namanya dengan kelakuannya. Kelakuan Nina tidak buruk-buruk amat pada saat SMA ingat Nina tidak pernah merondongi teman-temannya, malahan Nina yang dirondongi teman-temannya masih ingatkan saat Nina TK.

Nina tidak pernah bolos sekolah, Nina pernah dapat juara tiga dalam hidupnya sekali, Nina juga bukan cewek yang badgirl pembangkang pada guru atau pun orangtua. Jadi ... jodohnya fiks itu Reja. Soalnya Reja juga tidak jahat-jahat juga kok, dan Reja tidak alim-alim banget. Mereka sama ... ih, samaan Nina curiga jangan-jangan mereka jodoh.

Kadang-kadang disela lamunannya Nina bertanya pada diri sendiri, apa dia mesin? Yang mesti sekolah, diam di rumah, lalu mati. Tanpa tahu untuk apa dia dikirim ke bumi, dan apa tujuan hidup Nina? Eh, tapi tujuan hidupnya hanya ingin menikah dengan Reja! Nina bersikeras, dia akan menikah dengan Reja.

Isi hati Nina keras kepala, hanya ada Reja penyemangat hidupnya, hanya Reja. Nina ingin Reja juga menepatkan namanya di hatinya, sebagai kekasih yang tak pernah sirna. Tidak ada, sungguh tak ada seseorang yang bisa mengantikan Reja  ... sampai kapan pun tak ada, dialah yang terakhir bagi Nina, Rejalah hidup dan matinya, jiwa raga Nina untuknya, dan Nina sayang menyayanginya. Aih ... kok Nina bucin banget, sih.

***

"Mah, cowok itu kalau dikasih kejutan ... suka gak, ya?" Nina ke ruang tengah, mendapati Mama-nya yang tengah membaca majalah, tanpa aba-aba Nina langsung saja menanyakan apa yang ingin ditanyakan dari tadi. Nina menghampiri Mama, lalu duduk di sebelahnya.

Mama termanggu sebentar, sebelum akhirnya menjawab, "Suka, kayaknya."

Kalau gini, Nina bergelayut manja di bahu Mama-nya. "Ih, kok jawabnya kayak gak yakin gitu, sih."

"Emang kamu mau kasih kejutan apa, sih?"

Rencananya pengen kasih kejutan yang paling luar biasa, untuk orang yang tidak biasa, eh! Emang Reja alien yang dianggap laki-laki luar biasa, manusia serigala, atau dia beneran Malaikat? Aih ... tidak usah dipikiri lagi.

"Cuman kasih makan siang doang kok." Nina agak malu sih sebenarnya mengatakannya rencananya pada Mama. Jadi Nina harus masak, nih? Nanti. Eh, lebih baik beli saja. Namun, tidak spesial, untuk orang yang spesial. Lagi pula nanti kalau mereka menikah setiap hari Nina yang akan masak. Semoga sampai pelaminan, amin!

"Pasti suka sih, kalau masakan kamu enak."

Nina menghela nafas berat, dia berhenti bergelayut manja dengan Mama. Kalau gini mana mungkin Reja suka. Sedangkan sudah jelas-jelaskan masakan Nina saja tidak enak.

"Siapa sih pacar kamu itu?" tanya Mama masih kepo perihal siapa pacar Nina. Karena Putri sulungnya ini dari kemarin masih tidak mau memberitahukan nama kekasihnya.

Sambil putus asa Nina menjawab, sampai lupa bahwa Mama bisa saja mendesak-desak ke pacarnya nanti. "Reja."

"Oh, Reja tetangga kita dulu, yang udah jadi dokter itukan?"

Nina mengangguk lesu. Saat sudah sadar apa yang dikatakannya. Nina tersentak, menggeleng keras. "Enggak, Mah! Bukan!"

Seringaian muncul di bibir Mama, kalau sudah begini Nina punya firasat buruk, nih. Aduh kenapa mulutnya ini!

"Bilang dong, ayo, ah! Sini Mama ajarin kamu masak." Mama bangkit dari sofa, lalu meletakkan majalah di sofa, dan beranjak lebih dulu.

Mencoba mengerjab-ngerjab, Nina tidak percaya. Ini di luar ekspektasi namanya. Aih ... Mama kok tiba-tiba lebih semangat daripada Nina.

Nina menyusul Mama bangkit dari duduk, lalu beranjak mengikuti Mama. "Kok tiba-tiba semangat gini, sih," gumamnya.

"Ya, iyalah semangat! Bentar lagi punya calon mantu." Mata Nina melebar, ish ... kok Mama denger sih.

"Mah, lagian belum masih belum serius-serius banget, kalau gak sampai pelaminan gimana." Semoga jangan sampai seperti apa yang dikatakan Nina, deh! Gak boleh! Impian Nina juga menikah dengan Reja. Jadi .... "Eh, enggak. Doain aja, Mah, semoga Nina sampe pelaminan sama Reja."

"Aminnn!" seru Mama di depan sana semangat.

Tuhkan, Nina kan jadi malu kalau diaminkan begini sama Mama. Semburat merah menjalar di pipi Nina, aih ... malunya. Namun, sekali lagi semoga doa Nina tadi benar-benar dikabulkan oleh Tuhan.

***

Untuk menunjukan cintanya yang benar-benar tulus, melebih apa pun. Nina belajar memasak lagi bersama Mama-nya, tentu saja butuh tenaga yang extra, kesabaran, dan butuh kelincahan untuk pandai berkutat alat dapur, tentu saja itu harus pakai extra.

Ini demi Reja, demi seseorang yang dia sayang juga, kalau tidak untuk apa Nina berkutat alat dapur hanya untuk menyiapkan bekal untuk Reja.

***

Setelah menembus padatnya jalan kota Jakarta. Sekarang Nina sudah sampai di rumah sakit, tadi Nina memasak bersama Mama-nya, Nina hanya ikut membantu dengan segala kemampuannya yang extra! Sekarang bekal itu sudah selesai.

Selesai memarkirkan mobilnya dengan cantik di parkiran yang sudah di tentukan, Nina melangkah ke rumah sakit tingkat tiga itu.

***

Nina melirik gelang jam yang melingkar pada pergelangan tangannya menunjukkan pukul 13.10 berarti waktunya untuk makan siang, kalau tidak salah Kiara istirahatnya jam segitu, tapi dokter beda dengan dengan pegawai kantoran. Aih ... langkah saja dulu, kalau sudah sampai dan Reja-nya sedang sibuk, tinggal diletakkan saja di meja, Reja bisa memakannya setelah jam istirahatnya.

Sesampainya di dalam rumah sakit Merpati Nina bertanya pada suster lebih dulu, lalu mengikuti perkataan tersebut untuk menemui ruangan Reja. Katanya sekarang, sih Reja belum ada situasi-situasi darurat, jadi mungkin bisa istirahat dan makan siang.

Nina sampai di depan pintunya yang bertulisan di atasnya "Dokter Reja Putra Ananda", Nina mengetuk lebih dulu pintu itu.

Terdengar suara dalam sana menyuruhnya masuk. Nina melangkah masuk, dengan meneteng paper-bag yang berisi di dalamnya toperwer dan di dalamnya sudah pasti ada bekal.

Nina menampilkan senyum saat pertama kali melihat Reja sedang bersandar di kursinya. Sepertinya dokter itu tengah kelelahan.

"Reja, gue bawain lo bekal!"

Nina duduk di kursi yang kosong, terhalang oleh meja. Di sembrang sana ada Reja.

Reja mendongak, untuk beberapa saat dia tidak bereaksi apa-apa.

Merasa tidak diperhatikan oleh pacarnya, Nina memutar bola mata. Tidak 'wow', ya? Kenapa? Nina sudah berlajar memasak bersama Mama-nya, menembus jalan padatnya kota Jakarta di siang yang panas begini, Nina rela-rela mencium obat yang dari tadi tidak ada niatan untuk berhenti menyeruak di indra penciumannya, dan ....

"Wah ... makasih, padahal aku pengen ke kantin tadi, eh kamu ternyata datang bawa bekal." Reja mengambil paper-bag di tangan Nina, membuat kekasihnya itu tersentak. Entah melamun apa.

Ada binar dari Reja setelah menerima makanan darinya, aih ... kan Nina jadi ... eh, Nina jadi lupa untuk menjabarkan apa lagi. Yang pastinya, hm ... makin sayang.

***

Stay With Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang