Berita, "Pemotor yang berstatus sekolah tidak sengaja menambrak penjalan kaki". Berita itu masuk ke Televisi, melebar luas ke media sosial. Namun, kini kasusnya telah berdamai. Tentu saja ada prosesnya selama satu Minggu, dari Reja meminta maaf bukan sekali saja bisa dihitung berkali-kali, dan Reja berserta orangtuanya bertanggung jawab membiayai semua pengobatannya sampai sembuh total. Semuanya sudah damai, tidak ada lagi kepanikkan, tidak ada lagi kekhawatirkan, tidak ada lagi gelisah, tidak ada lagi rasa bersalah, kira Nina semuanya sudah selesai. Tapi ... kini dia merasa akan kehilangan.
Nina mengembuskan nafas panjang, setelah Reja berkata dengan nada lirih keputusan orangtuanya sudah bulat akan menguliahkannya ke Bali. Tidak bisa dibantah!
Saat ini mereka berdua sedang duduk di bangku besi dipinggir jalan, kembali menikmati warna oren kemerah-merahan yang terlihat di awan senja.
"Mau gimana lagi, Ja? Yang pastinya, sih, jaga hati lo buat gue. Jangan centil ke cewek lain, bolehnya cuman gue doang. Jangan lupa makan. Jangan begadang Reja. Gue di sini tetep nunggu lo kok!"
Setelah itu hening, mereka bungkam seribu bahasa, baik Reja maupun Nina mereka sama-sama terjun ke pemikiran masing-masing.
Nina kira masih ada harapan untuk menggagalkan rencana Reja yang akan kuliah ke Bali, tetapi harapannya sudah pupus sekarang.
Reja membutuhkan sosok gadis seperti Nina. Ceria, kadang membuatnya tertawa sendiri saat mengingatnya, berada didekat Nina Reja merasa nyaman, bukan itu saja kadang ada momen di mana Nina membuatnya berdebar oleh tingkah laku Nina. Selalu ada. Selalu bersama. Reja ingin itu selama-lamanya.
Sang surya benar-benar telah tenggelam. Memecahkan keheningan di antara mereka, Reja bertanya, "Besok akhir pekan, lo sibuk?"
Nina menoleh cepat, dia berdehem untuk menetralkan suaranya. "Enggak."
"Ya, udah besok kita jalan-jalan."
***
Tidak seperti akhir pekan lalu Nina bangun telat. Kini dia malah bangun pagi, dan sudah rapi. Dengan drees merah jambu melekat di badannya, Nina melihat bayangannya di pantulan cermin.
Senyumnya secerah pagi ini, dipikirannya sudah ada bayang-bayang. Mungkin Reja akan mengajaknya berkencan. Ke tempat-tempat yang menarik. Yang pastinya suasananya romantislah, tetapi kalau Reja mengajaknya ke tempat sederhana pun tak apa. Asalkan bersama Reja.
***
Pukul delapan pagi seseorang memencet tombol bel rumahnya, Nina tebak itu pasti Reja. Benar saja, laki-laki itu memakai sweater dan celana jeans.
Kening Nina berkerut saat Reja memberikkan helm padanya. Seakan tahu isi pikiran perempuan itu Reja berkata, "Pakai aja. Gue gak ngatuk lagi kok."
Nina menghela nafas lega, setelah itu dia terkekeh. "Iya, Reja. Lagian gue percaya kok sama lo. Gak mungkin lo ngelukain orang yang lo sayang."
Mendengar kalimat terakhir, Reja bertanya, "Siapa?'
Dengan pede-nya Nina menunjuk dirinya sendiri. "Gue."
***
Jalanan Jakarta sedikit lenggang, banyak orang yang joging atau pesepeda. Wajar saja, 'kan? Ini akhir pekan.
Reja melajukan motornya sambil sesekali melirik Nina lewat kaca spion. Reja akui Nina cantik, apalagi saat cewek itu beberapa kali memejamkam mata atau tersenyum. Entah apa yang dipikirkan cewek itu sehingga membuatnya tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me (END)
General Fiction#04 tujuanhidup 15 maret 2022 (Masih dalam proses penerbitan, berarti belum dihapus. Ya! Happy reading) ---------------------------------------------------- Nina Ayundha menyukai Reja, kali ini dia akan mengunggkapkannya. Tidak itu saja, bahkan Ni...