Stay With Me [31]

9 2 0
                                    

Nina bersama Reja tadi ke taman hiburan, setelah mereka bersenang-senang, mereka ke restoran, lalu kembali lagi ke mobil dan menjalankan mobilnya.

Ponsel Reja bergetar, Reja mengambil ponselnya dengan tangan kiri di kantong celananya. Tanpa Nina duga ternyata Reja menyondorkan padanya.

Saat Nina ingin membuka mulut untuk bertanya, laki-laki itu berkata, "Angkat aja, bilang aku lagi sibuk nyetir."

Nina mengangguk ragu, dia menerima ponsel dari Reja. Melihat nama "Vina" terpampang di layar sana. Nina menganggkat telepon, beberapa saat kemudian terhubung. Agak ragu-ragu Nina bersuara, "Halo?" Takut dibilang suaranya bocah.

Terdengar deheman di sembrang sana, sebelum suara selembut sutra menyapa di telinganya. "Ini Vina. " Nina juga sudah tahu itu. "Mas Reja-nya ada?" Jujur Nina agak iri dengan suaranya, bisa-bisanya cewek di sembrang sana mempunyai suara selembut begitu.

Nina melirik Reja sekilas. "Lagi nyetir."

"Bilang Vina lagi nunggu di luar apartementnya. Aku lagi butuh bicara sama Reja, ini penting." Sedang di apartemen Reja? Untuk apa? Nina pacaran dengan Reja selama ini tidak pernah ke apartemennya.

Lantas siapa gadis punya suara selembut sutra ini? Berani-beraninya ke apartemen Reja.

Belum sempat Nina ingin bicara, di sembrang sana sudah melemparkan pertanyaan. "Saya bicara sama Nina Ayundha, ya?" Siapa dia yang tahu nama lengkap Nina?

"Iya."

"Oh." Setelah itu telepon diputuskan secara sepihak.

Nina mendengus, dia menyerahkan ponsel itu kepada Reja.

Reja menerimanya. "Kenapa?"

Menghela nafas dulu, Nina bertanya, "Vina itu siapa?"

Nina melihat ekspresi wajah Reja terkejut, tapi beberapa saat Reja kembali mengatur wajahnya semaksimal mungkin tampak terlihat biasa saja. "Oh, itu pasein."

Nina nampak belum puas dengan apa yang dikatakan Reja. "Kenapa ke apartement segala?"

"Gak usah dipikirin lagi."

Bayangin aja, emang ada cewek yang gak kepikiran? Cowoknya pengen ketemu cewek lain.

Sebenarnya ... Nina tidak takut Reja pergi, dia lebih takut jika Reja bersamanya, tapi hatinya untuk orang lain.

"Ja. Cie, itu pacar baru lo?" Kode Nina sedang cemburu.

Reja terkekeh sambil menyetir. "Bukan."

Terus cewek yang tadi itu siapa? Selingkuhannya?

"Oh, ya udah."

Sepanjang perjalanan Nina hanya menyanderkan kepalanya di kaca jendela mobil.

***

Malam ini hujan mengguyur kota Jakarta, kemarin malam Reja masih banyak berhutang penjelasan padanya. Namun, saat Nina telepon malam ini tidak dianggkat-anggkat. Hanya ada pesan Reja mengatakan bahwa dia sedang sibuk.

Menatap guyuran hujan, mendengarkan suara khas terciptanya dari alam, mengenang kembali masa lalu. Nina duduk di balkon kamarnya.

Nina teringat telepon dari cewek bernama Vina, dia adalah si pemilik suara lembut itu. Apakah mereka jadi bicara di apartement Reja? Kenapa harus membicarakan masalah pasien dan dokter di apartement? Nina mungkin tidak pernah tinggal di apartement, dia malah tidak pernah memasuki apartement siapa pun dan tidak punya teman yang tinggal di apartment kecuali Reja, tapi setahunya, apartemen adalah tempat yang sangat pribadi. Kalau Vina mendatangi tempat pribadi Reja, bukankah itu berarti memasuki ruang pribadi pria itu? Kenapa boleh? Apa arti Vina bagi Reja?

Nina memang sering bertingkah agak sok polos, tapi Nina sebenarnya tidak sepolos yang orang kira. Selalu berpikir panjang, otaknya lebih banyak berpikir negatifnya daripada positif, kadang juga terbelit-belit, dan anehnya kenyataan selalu tidak sesuai pemikirannya ... tapi bukan berarti Nina tidak boleh berpikir. Nina harap dia orang yang cenderung berpikir positif, sayangnya itu bukanlah dirinya. Nina selalu menilai apa yang dilihat, bukan apa yang sesungguhnya.

Namun, gadis mana, sih? Tidak berpikiran negatif saat kekasihnya akan bertemu dengan gadis lain? Di apartemen lagi.

Keras, Nina menghela nafas. Pemikiran negatif itu semakin menjadi-jadi saat Reja mengirimkan pesan yang singkat saat ditanya kabar. Nina bertanya begini, "Kemana aja?"

Dan balasannya, "Habis mengoperasi pasein tadi."  Hanya itu saja? Malam tadi Nina menunggu balasan pesan itu hingga dia ketiduran.

Masih berlanjut Nina bertanya di pesan lagi, dasar Nina memang suka mencari penyakit. "Sibuk, ya?"

Dan jawabannya setelah itu hanya, "Y". Gak sadar, ya? Nina menunggu-nunggu untuk diperhatikan.

Laki-laki memang pandai mempermainkan hati wanita, jika Nina tidak punya malu, mungkin Nina sudah berteriak-teriak karena kesal di atas atap. Eh, sejak kapan Nina punya malu?

Ck! Entah.

Pagi ini Nina bangun pagi-pagi sekali, setelah beberapa bulan berpacaran dengan Reja, ada perubahan-perubahan kebiasaan baik pada dirinya. Dari bangun pagi sekitar 07.00 atau 08.00, setelah itu olahraga pagi meskipun olahraganya hanya lari santai, sarapan pagi, dan mandi pagi.

Pagi ini Nina menyirami tanaman bunganya di halaman.

"Hai, Na? Apa kabar?"

Nina tersentak. "Eh, baik."

Nina menoleh ke belakang, laki-laki dengan senyuman sehangat pagi ini tampak ingin menghampirinya. Tapi ... sayangnya Kevan sudah mempunyai tunangan. Aih ... apa-apaan, sih! Nina. Tidak boleh ada niatan untuk mengambil tunangan orang, walaupun jalur kuning belum melengkung. Tetap saja harus ditegaskan tidak boleh, lagi pula Nina juga sudah mempunyai Reja.

"Na, aku boleh cerita gak?" Saat sudah sampai di sana, Kevan duduk di teras rumah Nina. Tidak jauh dengan Nina.

Nina mengangguk, terdengar agak serius, tapi tidak masalah. Nina lebih memilih mengalihkan perhatiannya pada bunga yang satunya lagi, tengah disiramnya.

"Sebenarnya ini tentang hubunganku."

Ini baru membuat Nina mendongak. Untuk apa pria ini menceritakan hubunganya? Nina siapanya? Mereka hanya sebatas tetangga.

"Bentar. Hubungan lo dengan siapa?"

Kevan tampak menghela nafas. "Naya." Naya tak lain adalah tunangan Kevan.

"Lebih baik lo selesaikan masalah kalian, ngomong baik-baik, terus diskusi. Gue orang luar, gak baik buat ikut campur masalah kalian." Tentu saja kalau gini Nina bertindak tegas.

Kevan tampak ingin protes. Namun, dengan sigap Nina berkata, "Walaupun cuman unek-unek lo doang cerita ke gue, tetep. Nantinya kalau hubungan kalian kandas, gue bakalan disalahkan Kevan."

Kevan menghela nafas sekali lagi. Ada apa dengan dia? Mengapa dia ingin bercerita masalah hubungannya dengan Nina? Padahal jelas-jelas mereka berdua hanya tetangga, yang berteman baik.

"Bukannya gue gak pengen ...."

Kevan menyela, sambil bangkit dari duduknya. "Gue ngerti, Na." Kevan terkekeh.  "Kayaknya gue datang di saat waktu yang gak ada tepat lagi. Karena lo udah punya pasangan, dan gue juga punya." Lalu Kevan beranjak pergi meninggalkan Nina.

Nina tertegun, eh, maksud Kevan dengan perkataannya apa? Setahu Nina cowok yang menceritakan masalahnya pada cewek, biasanya dia sudah percaya sekali dengan cewek itu, hingga dia ingin menceritakannya. Walaupun tadi tidak sempat.

Apa jangan-jangan Kevan menyukainya? Ish ... kok Nina berpikir kejauhan, sih! Lagipula tidak mungkin juga Kevan menyukainya, tunangannya jauh lebih cantik daripada Nina. Dan Nina juga mengakuinya.

***

Stay With Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang