Merelakan atau mengiklhaskan itu katanya sama saja. Padahal, beda ... alangkah baiknya jika keduanya bisa dilakukan bersama-sama. Namun, kalau tidak bisa semoga saja jangan pilih yang pertama "merelakan", tidak mengikhlaskan kepergian orang yang dicintai akan terus menghantui pikiran. Bersyukurlah jika ada pengganti lebih bisa lebih baik dari orang itu, lebih mengerti, lebih perhatian, pandai memahami, pengertian daripada orang yang dulu menyakiti. Namun, jika-jika dia melakukan kesalahan, jangan bersikap berlebihan padanya. Ingat dia juga manusia, sama seperti dengan manusia lainnya, tidak sempurna. Sayangnya, Nina tidak punya pengganti di kepala dan hatinya selalu berkompromi, hanya ada Reja.
Makanya dari dulu sampai sekarang, Nina tidak mampu melupakan Reja begitu saja. Laki-laki itu terlalu melekat dipikirannya.
***
Mereka duduk di bangku restoran, bersembrangan yang tentu saja membuat mereka saling tatap, terhalang oleh meja bar.
Saat pramusaji menyajikkan makanan barulah keduanya tersentak dari lamunannya masing-masing.
Nina memesan makanan yang berasal dari Jepang, Sushi. Reja juga memesan makanan itu. Untuk minumannya dokter itu memilih air putih saja. Nina? Es jeruk lebih menyegarkan daripada air putih tidak ada rasanya, walaupun cuaca tidak mendukung untuknya mengonsumsi 'es'.
Pramusaji menunduk sedikit, lalu beranjak pergi.
Nina mengambil sumpit, makan dengan gaya ala-ala orang Jepang. Tanpa ingin menatap atau memikirkan apa yang dilakukan pemuda di sembrangnya, Nina lebih memilih menyantap makanannya.
Satu Sushi yang berkomposisi nasi, ikan Salmon, dan entah mungkin ada campuran bumbu lain dengan lihainya dijepit sumpit. Sushi itu terjun bebas untuk dicelupkan pada kecap asin, tidak sembarangan kecap asin, sih, kayaknya.
Satu kali suapan, hingga akhirnya benar-benar tidak ada sisa Sushi sedikit pun di piringnya.
Saat Nina mendongak untuk minum dan penasaran pada pemuda berkacamata di hadapannya ini.
Mata mereka saling tatap, beberapa lama. Terjadi kontak mata di antara mereka saat itu, membuat dada Nina seakan berhenti berdetak. Tidak mampu memalingkan pandangan. Suara riuh pengunjung lain serasa bagai angin lalu. Dunia ini seakan milik mereka berdua, bukankah itu yang terjadi sebelumnya? Saat mereka SMA? Akankah asa itu datang kembali? Lalu membuka perlahan luka yang menganga.
Sebenarnya Nina tidak ingin memainkan seolah-olah dia sedang berada di film drama, tapi Nina tidak bisa mengeluarkan Reja dari kepala. Tidak sampai gila, tenang saja ... jika ada waktunya dan situasi yang tepat di situlah Nina akan tergila-gila hingga tidak tahu lagi sebagaimana berbuat apa.
Jika ini adalah takdir Tuhan, nasib yang diterima Nina ini pemberian Tuhan, bolehkah Nina menyalahkan Tuhan? Menanyakan untuk apa dia dikirim di muka bumi ini? Tanpa tahu tujuan sebenarnya dan tujuan-tujuan hidupnya yang pasti. Berjalan, berlari, atau langkah lunglai ... itu semua akan berakhir di tujuannya masing-masing. Lantas apa tujuan Nina?
Memutuskan kontak mata lebih dulu, Nina mendengus. Setelah itu berkata, "Lo gak makan?"
Reja tersentak dari lamunannya, dia menaikkan kacamatanya. Menggeleng, sebagai jawaban.
"Kenapa? Sayang, lho?"
"Kamu mau?"
Ditanya malah nanya balik. "Gak." Dasar laki-laki aneh.
"Na?"
"Apa?"
"Seandainya dulu kamu percaya gak kalau aku suka sama kamu?" Reja tidak membohongi perasaannya, itu dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me (END)
General Fiction#04 tujuanhidup 15 maret 2022 (Masih dalam proses penerbitan, berarti belum dihapus. Ya! Happy reading) ---------------------------------------------------- Nina Ayundha menyukai Reja, kali ini dia akan mengunggkapkannya. Tidak itu saja, bahkan Ni...