Stay With Me [13]

8 3 0
                                    

Seperti biasa, Nina akan sarapan sereal. Dan setelah sarapan dia akan ke pangkalan tukang ojek.

Pagi ini sang surya bersinar cerah, terasa hangat. Tumbuhan pun terlihat nampak segar, sambil berjalan sesekali Nina menghirup aroma pagi yang menyegarkan paru-paru.

Saat Nina kepangkalan tukang ojek, dia tidak asing dengan pemuda yang tengah memasang helm. Bentuk tubuh, tas di punggung, dan sepatunya. Nina kenal itu Reja, tapi kenapa?

"Reja."

Reja yang sudah memakai helm berbalik, ada dua tukang ojek yang tengah mangkal juga menatapnya.

"Lo punya motor, tapi kenapa naik ojek?" Bukan masalah Nina, 'kan? Lalu kenapa dia terlalu mengurusi hidup orang? Mungkin saja Reja ingin mencari suasana baru dengan naik ojek. Namun, tidak masalah ... kalau penasaran tanya saja ke orangnya, walaupun tidak sangkut pautnya dengan kehidupannya.

Reja menjawab, "Motor gue lagi rusak." Sekarang Reja sudah memasang helm.

Abang tukang ojek itu menyondorkan helm, dan Nina menerimanya. Lalu berkata sok tahu, "Lo kena karma Reja."

Mendengar kena karma, Reja mengurungkan niatnya untuk menaiki motor. "Maksud lo?"

Sambil memasang helm, Nina melanjutkan perkataannya. "Lo gak baik sama tetangga, lo juga gak pernah bonceng gue, padahal kita itu tetangga Reja! Saling membantu, lo-nya aja yang gak bisa ngebantu, makanya Allah ngutuk tu motor!"

Reja hanya memutar bola mata, dia naik ke jok motor, dan setelah itu mereka berangkat.

***

Setelah Reja sampai di sekolah, tidak lama hanya beberapa detik selisihnya, Nina juga datang ke sekolah.

Mereka berdua berjalan di koridor, tidak hanya suara riuh murid yang masih berada di koridor, Reja juga di temani suara cempreng Nina yang tidak ada habis topiknya.

"Gini Reja, bentar lagi kita bakalan lulus, lo nanti kuliah di mana?" tanya Nina ada-ada saja topiknya. Namun, kali ini Reja tidak mengabaikan Nina, melainkan menjawabnya.

"Bali." Keluarganya akan pindahan ke Bali setelah Reja lulus SMA, karena hotel keluarga Reja ada beberapa cabang lebih banyak di Bali daripada Jakarta, rencananya mereka akan menjual semua hotel di Jakarta. Sekarang saja bolak-balik ke Jakarta dan Bali pasti akan letih di perjalanan, makanya orangtua Reja jarang pulang. Dan itu pula membuat keputusan kedua orangtuanya sepakat akan menjual hotel di Jakarta dan menguliahkan Reja di Bali.

Nina terpenjat, cewek itu langsung menoleh spontan pada Reja. Wajahnya yang sumringah berubah sedih dramatis. "Yah ... kita harus LDR dong, Ja."

Reja hanya menggedikkan bahu, tanpa menghentikan langkah.

"Gue binggung. Kapan lo suka sama gue?"

"Reja jaga hati lo buat gue ... please sampai kita udah halal nanti, ya."

"Lo gak ada niatan gitu buat suka sama gue?"

Nina menghela nafas, terdengar berat. "Reja, jangan nikah dulu, ya. Nikahnya sama gue aja."

Reja menahan senyum saat Nina mengatakan itu.

Dan terjadi selanjutnya, suara-suara Nina terdengar lirih. Tidak lagi cempreng, gadis itu berubah dramatis, hanya beberapa kali Reja merespon itupun singkat.

***

Reja telah berubah menjadi lebih baik. Cowok itu jarang berbicang dengan Jena, kecuali hal yang penting. Dan lebih memilih berbicang dengan Nina, walaupun tidak jelas. Nina merasa ada kemajuan dalam perkembangan cari perhatiannya, yang biasa disingkat anak muda dengan sebutan "caper". Tidak akan, tidak pernah, dan tidak mungkin menyerah! Itulah pendirian teguh Nina, semangat anak muda sekali.

Di kelas tadi waktu terasa panjang, tiap detiknya sangat lambat, dan hawa yang mencengkeram di awasi oleh Bu Winda sudah populer ke-killerannya. Mereka ada ulangan dadakan. Ini adalah akhirnya mereka bisa terbebas, bel istirahat berdetang. Yang sudah selesai semuanya itu akan menjadi siswa kesayangan guru, sedangkan yang hanya separuh atau masih nanggung akan dianggap siswa biasa saja tidak ada yang spesial.

Nina dan Reja ke kantin. Setelah memesan bakso, dan minuman, mereka duduk di bangku kantin. Sambil melahap baksonya, disela-sela makan Nina mengeluh, "Aduh, sakit banget kepala gue."

"Mana tugas tadi banyak lagi, tapi kalau ngeliatin lo berasa hilang."

"Patesan tadi lo nanggung kasih jawabannya," cetus Reja.

"Ih! Reja kalau gue ngeliatin lo, kaya semua masalah gue itu hilang. Gak ada yang lain, Ja ... cuman lo doang."

Reja tidak mengobris, cowok itu fukos melahap baksonya sesekali menghirup kuahnya.

Sedangkan Nina, gadis itu tidak ingin melewatkan kesempatan berlian ini, dengan menatap wajah lekat Reja. Bahkan saat makan saja pemuda itu terlihat imut.

"Gimana gue gak suka, coba? Lo-nya ganteng banget, ngemesin, imut, kek ala-ala maskulin gitu, Ja."

Reja tersedak, karena perkataan Nina yang ngawur.

Melebihi kecepatan kilat, Nina langsung menyambar minumannya dan menyodorkan pada Reja. Nina khwatir karena apa? Reja lebih dari kata berharga dalam hidupnya, justru karena Reja Nina punya mimpi, punya alasan untuk terus hidup, terus maju, terus berjalan, terus mengejar. Tanpa Reja ... mungkin Nina tidak bisa melanjutkan langkahnya, karena kemana arah tujuannya?

Reja langsung menerimanya dan meminumnya.

"Makanya hati-hati, lo bikin gue cemas aja tau gak?"

Yang dinasehati, pemuda itu hanya sibuk menghirup.

"Reja, lo gak pa-pa, kan? Sayang." Nina mengatakan itu rasanya ingin menghilang dari bumi, ini alay. Namun, bisa coba saja dulu siapa tau Rejanya merespon lebih dari itu. Dengan membalas 'baby' atau 'I love you' juga boleh dan ....

Selesai minum, sisanya setengah cangkir. Reja membalas, "Gue gak pa-pa."

Hanya bisa melongo, Nina bahkan tidak bisa mengerjab. Memang tidak sesuai oleh ekpetasinya, sih, tapi ... sadarkah Reja? Nina yang mencoba mengerja-ngerjab efek karena balasan Reja yang 'gue gak pa-pa', jadi maksudnya Reja tidak masalah dipanggil sayang? Bolehkah Nina mencobanya sekali lagi?

"Sayang?"

"Apa?"

Okey, bisa stop! Reja please ... selain caperan Nina juga baperin, jadi jangan dibaperin! Seolah-olah mereka adalah sepasang kekasih yang saling menyayangi. Karena tadi Reja merespon.

Wajah Nina langsung memerah tersipuh, tapi bukankah harusnya Reja? Mungkin ini dinamakan termakan gombalan sendiri.

"Udah, Reja. Lo itu jago banget ngebaperin anak orang."

Dengan bodohnya atau Nina yang bodoh. Reja memasang tampang tidak bersalah, seolah itu bukanlah apa-apa. "Perasaan gak ada yang salah."

Wajah memerah karena tersipuh, hilang bagai ditelan alam. Kurang lebih seperti itulah, sulit dijelaskan. "Ja, gue tadi manggil lo 'sayang' terus lo-nya ngebalas 'apa' secara jelas kan kesannya kek lo suka sama gue," jelas Nina tidak lupa dengan tangan yang dimain-mainkan seolah-olah sedang memperagakannya.

"Bukannya sesama manusia harus saling menyayangi, ya?"

"Kalau lo adalah manusia yang paling gue sayangi di dunia ini."

***

Stay With Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang