Stay With Me [19]

7 2 0
                                    

Bulan Maret siswa-siswi SMA XII B ujian, bulan Mei siswa-siswi SMA XII B dinyatakan lulus semuanya, dan di bulan Mei mereka perpisahan.

Ramadan tahun ini sama seperti tahun lalu, Reja trawih di masjid dan Nina tentu saja kalau tidak halangan cewek itu mengusahakan ke masjid. Ada kala hatinya tersentuh saat mendengar suara Reja berkumandang azan di masjid.

Nina memang tidak rajin dalam ibadah, salat lima waktu saja sering bolong-bolong. Memakai jilbab tidak. Dan satu lagi dia banyak dosa. Tidak usah dinilai Nina gadis saleh hanya karena salat trawih, karena Nina jauh dari kata itu. Kadang Nina tersadar atas dosanya, tetapi ada-ada saja halangannya untul hijrah yang konsisten.

***

Hari yang ditakuti Nina tiga bulan sebelumnya, kini terjadi. Setelah ujian sekolah, mereka perpisahan. Reja pindah ke Bali, Kiara kuliah di jurusan bahasa Jerman, dan Nolan Nina tidak tahu lagi kabar cowok itu.

Namun, Nina? Cewek itu memutuskan tidak kuliah, Nina malah memilih membantu mamanya di toko bunga. Nina tidak mempunyai cita-cita, lalu untuk apa dia kuliah?

Saat ini Nina seolah terkurung dalam labirin yang tak kasat mata, ingin keluar, tapi sangat sulit. Masalahnya hanya satu yaitu, Reja. Laki-laki itu melekat dipikiran Nina seperti tato, padahal Reja-nya tidak membalas pesannya. Reja tidak mengatakan apa-apa setelah itu dia pergi, tanpa pamit dan permisi. Nina yang ceria, menemaninya di kala suka dan duka, bagai terhempas begitu saja.

Nina akui Reja hebat. Pemuda itu sudah pergi, tapi bayang-bayangnya masih ada.

Tidak ada yang menyakiti Nina, hanya saja Nina terluka oleh perasaanya sendiri.

Nina kembali meraih ponselnya, mencoba menghubungi Reja. Namun, suara operator yang datar terdengar, memberi tahu bahwa saat ini nomor yang dihubunginya sedang tidak aktif. Sedang apa Reja sekarang? Apa pemuda itu memikirkannya?

Tak peduli berapa kalipun Nina berjuang, jika Reja tidak mencintainya itu semua akan sama saja.

Reja pernah berkata tidak berjanji, "Gue usaha'in bakalan balas pesan lo kok" Perkataan itu sebelum Reja pergi. Itu hanya 'katanya' saja, dengan bodohnya Nina percaya begitu saja dan berharap Reja sekarang membalas pesan yang dikirimnya lewat WhatsApp atau pesan biasa darinya. Sepertinya Reja benar-benar tengah menghindar dari Nina, bagaimana tidak? Buktinya Reja terakhir onlen satu bulan yang lalu, profilnya kosong. Maksudnya apa coba? Tetapi tidak ada niatankah sesekali saja Reja mengiriminya kabar, Nina mungkin tidak akan khawatir berlebihan seperti ini. Namun, Nina tetap khawatir karena 'semanis apa pun perpisahan, yang namanya perpisahan itu sakit'.

Suara detik jam berdetak yang menandakan hening, rasa kesepian benar-benar telah menyergapnya, kehilangan yang ditakuti sebelumnya kini benar-benar sudah datang sesungguhnya. Dalam satu bulan terakhir ini, saat sesudah salat Isya Nina selalu menyempatkan bertanya pada Tuhan 'mengapa Reja harus pergi dari hidupnya?' Atau berdoa 'semoga Reja kembali dan bersamanya'.

Hari yang padat, terus menyibukkan Nina. Mengalihkan perhatian cewek itu dengan mengisi jadwalnya, tapi masih sulit untuk melupakan Reja. Reja melekat dipikirannya seperti tato ... bisakah mereka kembali seperti dulu lagi?

Reja tidak mengerti Nina. Reja tidak tahu apa maksud Nina, tidak tahu cinta yang Nina miliki ... tanpa Reja Nina tidak lengkap, tanpa Reja Nina akan menjadi gila, tanpa Reja hari-hari Nina terasa kosong. Bagaimana itu akan lengkap? Ini semua tentang Reja ... ceritanya dan Reja.

Dari kejauhan, perlahan Nina sadari Reja adalah perasaan paling hangat di musim dingin. Perasaan bersemi di musim gugur. Perasaan paling tepat, di situasi yang paling salah.

Mengapa Reja tidak bisa mengatakan bahwa cowok itu sedang jatuh cinta? Mengapa Reja egois? Tidak memikirkankah bahwa Nina mengharapkan perkataan itu dan kepastian dari cowok itu. Sekedar bertukar kabar lewat pesan pun tak masalah atau basa-basi lewat udara.

***

Karena Nina sedang malas membantu Mamanya di toko bunga, gadis itu malah memilih menyiram bunga di halaman rumahnya.

Hari berjalan tanpa Reja agak beda. Mungkin aneh, tapi baru kali ini Nina merasakan kerinduan sesungguhnya pada Reja. Seolah dia kehilangan sesuatu yang biasa mengisi hari-harinya.

Nina melihat ada bunga yang layu. Dia terkekeh hambar, apakah nasib bunga itu sama seperti dirinya?

"Hei."

Nina mendongak saat suara seseorang menyapanya.

"Kenalin gue Axel, penghuni baru rumah itu." Pemuda itu menunjuk rumah dan baru saja dia mengenalkan nama.

Nina menatap arah tunjukkan dari Axel. Bukankah itu rumah keluarga Reja ... berarti Reja dan orangtuanya tidak akan tinggal di rumah situ lagi? Mereka tidak akan bertetangga lagi? Dan Reja-nya tidak akan pernah ke Jakarta lagi? Mengapa?

"Nina." Nina membalas dengan mengenalkan namanya, lalu samar-samar tersenyum hambar.

***

Di sisi lain. Reja berada di kamarnya dia sedang duduk di bangku belajarnya, tangannya menari-nari di atas keyboard laptop.

Namun ... tiba-tiba Reja merasa sesuatu yang mengganjal di hatinya. Hanya karena mengingat Nina, entah tiba-tiba saja dia merindukkan Nina.

Menghentikan kegiatannya. Reja menyanderkan punggungnya di kursi, sambil mengembuskan nafas gusar. Jantungnya sejenak berhenti, sementara angannya kepada tempat di mana dia merasakan perasaan asing yang menyenakan saat Nina menatapnya.

Sebelumnya, interaksi antara keduanya memang tidak mesra. Namun, kebersamaan antara keduanya menciptakan kehangatan tersendiri. Bagi Reja Nina cewek yang ceria, memang kadang-kadang berteman dengan Nina itu agak ribet, tapi bukankah semua itu membuat jarak di antara keduanya semakin dekat.

Kali ini tidak ada orang yang pagi-pagi menyapanya ceria, tidak ada lagi orang yang menatapnya dan membuatnya risih, tidak ada perbincangan yang tidak ada manfaatnya. Untuk yang pertama kalinya, Reja merasakan apa itu kehilangan. Namun, untuk ke Jakarta lagi dalam waktu dekat ini rasanya tidak mungkin, dia sedang sibuk kuliah. Ingin menelpon Nina? Tetapi ponsel cerdasnya yang dulu hilang, kini Reja sudah mengganti ponselnya, tapi di ponselnya sekarang nomor ponsel Nina tidak ada.

Tiba-tiba deringan jam weker di atas nakas, membuyarkan lamunan Reja. Pemuda itu melirik jam pukul 09.35, sesuai waktu yang disetelnya tadi. Karena ada kelas pukul 10.00, jadi Reja harus bersiap-siap ke kampus sebelum dosennya masuk. Sudah pasti dia mengambil Jurusan Pendidikan Kedokteran, Fakultas Kedokteran. Cita-cita Reja sebenarnya bukan ingin jadi Dokter, tetapi karena Maminya dari dulu kalau tidak salah ingat dari Reja kecil Maminya selalu berkata dia akan jadi Dokter ... padahal Rejanya ingin menjadi Guru.

Mengembuskan nafas gusar sekali lagi, lalu Reja bangkit dari duduknya.

***

Nina tidak mempunyai teman saat ini, dia dilanda kesepian yang mencengkeram, merindukkan seseorang yang sama selalu muncul di benaknya.

***

Stay With Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang