Stay With Me [34] END

53 4 0
                                    

Dulu setiap kali kesepian benar-benar menyergapnya, Nina selalu membayangkan Reja bersamanya. Sekarang Reja bersamanya, bahkan sudah menjadi kekasihnya.

Nina mengibas-ngibaskan tangan kirinya yang ditarik Reja tadi, sedikit memerah, hanya sedikit. Dengan Reja ke rumahnya tadi, walaupun sudah menariknya paksa, menyeretnya ke mobil. Lalu membawa Nina entah kemana. Dalam hati Nina berdebar, berarti Reja masih ingin tetap bersamanya.

Sesekali Reja melirik Nina yang tampak merenggut. "Sakit?" tanyanya pelan, aih ... manisnya.

Disembunyikannya wajah yang sebenarnya ceria. "Ya, iyalah!"

"Sini, mana aku lihat?" Reja berkata, tanpa mengalihkan pandangannya di depan.

"Gak usah."

"Na, cowok tadi itu siapa?"

Nina tertegun, oh, jadi si Reja ini cemburu? Masa, sih? Nina juga hanya nebak, jika tebakannya benar malahan Nina senang.

"Darren."

"Hubungan sama kamu?"

"Udah gak usah dipikirin lagi." Hilih Nina juga bisa membals perlakuan Reja yang masih banyak berhutang penjelasan padanya.

"Aku serius." Suaranya agak memelas, kali ini Nina tidak akan luluh.

"Dua rius malahan," ucap Nina terdengar bodoh amat, memilih menyanderkan kepala di kaca jendela mobil dan menatap pemandangan di luar.

"Na, aku cemburu." Jadi tebakan Nina kali ini benar? Pemikiran Nina betul? Aduh senangnya.

"Terus cewek yang namanya Vina itu siapa?"

"Cuman sepupu."

Nina menoleh spotan ke arah Reja yang tengah menyetir. "Cuman sepupu? Gak peduli juga." Jadi Nina tidak mempunyai saingan.

Tangan Reja memengang kemudi mengeras. Entah kenapa emosi meluap dari tadi, melihat Nina bersama cowok yang masih dipertanyakan itu siapa, mengapa Nina bersandar di bahunya, apa mungkin ini alasan Nina tidak pernah lagi menghubunginya?

"Dulu gue bodoh, karena jujur rela nungguin lo."

"Aku selalu menganggap, rela menunggu seseorang itu tidak berarti bodoh, itu hanya tenguh pendirian. Karena sekuat apa pun kamu menyangkal sesuatu yang dikatakan oleh hati, sekuat itu pula hati akan berusaha mendesak." Reja masih dan akan selalu mengingatnya, kutipan ini dia ambil dari cerita "Garis waktu" yang pernah Reja baca, entah itu karya siapa. Reja tidak mengingatnya. Yang pastinya Reja selalu memuji karya itu, karena menghakimi perasaannya selama ini.

"Berarti gue kuat pendirian, ck, enggaklah!"

Jemari Reja yang memengang kemudi itu makin mengeras, wajahnya tiba-tiba memerah. Entah karena malam ini panas, atau karena api cemburu. Reja yakin akan sesuatu yang mengganjal di hatinya, perasaan asing yang hinggap di benaknya. Belum lagi di rumah sakit akhir-akhir ini dia banyak masalah.

"Ja, kalau gue udah gak cinta sama lagi. Gimana?" Dengan polos Nina bertanya, kepala yang di sandarkannya di jedela mobil, dan menatap kembali lewat kaca pemandangan di luar sana bangunan yang indah dihiasi lampu.

Suara Reja menusuk dingin kembali menyapa telingganya, tumben, suara Reja itukan lembut bahkan Nina sempat memuji suara milik kekasihnya ini. "Emang bisa?"

Mereka seperti perang dingin, yang mulai memanas. Namun, sayangnya Nina tidak menyadarinya.

"Bisalah, kenapa harus gak bisa?"

Reja memukul kemudi.

Nina tersentak lalu menoleh ke sebelah cepat. Matanya melebar saat melihat wajah Reja yang memerah, matanya yang menajam seakan siap saja ingin menusuk seseorang, rahang Reja mengetat. Apa Nina tadi ada salah bicara?

Stay With Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang