Stay With Me [30]

7 1 0
                                    

Setelah melihat Reja menikmati makan siang tadi dengan lahap, berarti masakan Nina enak dong? Eh, Mama-nya. Tapi Nina juga tadi membantu kok. Nina jadi ... aih, efek Reja mengatakan dia sangat senang menerima bekal darinya, lalu berterimakasih pada Nina, dan tersenyum. Aduh ... Nina jadi senyam-senyum sendiri, bahkan masih berlanjut sampai di rumah.

Ih, efek bapernya parah. Apa perlu Nina ingatkan selalu pada Reja, kalau Nina ini baperan. Selain itu juga dia ge-eran.

***

Hubungan Nina dengan Reja berlanjut sampai 2 bulan 2 hari, Nina masih ingat. Kadang kala kalau Nina gabut dia akan menghitung, tanggal mereka jadian. Aih ... romantisnya. Alias terlalu gabutnya.

Reja ingin lebih kejenjang yang serius, dari ke rumah Nina menemui Mama Nina. Mengenalkan Nina pada Mami-nya Reja, walaupun sudah kenal, tapi beda Reja mengenalkan Nina sebagai kekasihnya. Bukan sebagai temannya.

Masih berlanjut sampai akhirnya minggu lalu, Reja perlahan mulai berubah dari dia tidak menganggkat telepon Nina, tentu saja Nina bersumpah serafah di rumahnya, jika satu kali atau dua kali dia menelepon lalu setelah itu diangkat, tidak masalah, tapi ini Nina bekali-kali menelepon hingga akhirnya Nina bosan dan memutuskan untuk tidur. Keesokan harinya Nina tidak mendapatkan satu chat pun dari Reja, belum lagi saat Nina ke rumah sakit Reja-nya sedang mengoperasi pasein, Nina tertidur karena menunggu Reja di rumah sakit. Reja membangukannya, lalu mengantarkan Nina pulang.

Waktu Reja mengatarkan Nina pulang menggunakan mobil. Pertanyaan yang Nina lontarkan bertubi-tubi hanya dibalas Reja singkat saja. Nina masih ingat dan kapan pun dia pasti akan ingat, "Kamu gak ngerti aku" padahal jelas-jelas Reja yang tidak mengerti Nina! Dari Reja tidak pernah menelepon Nina, tidak menyisihkan waktu untuk Nina ... Reja tidak pernah membuktikan ataupun menunjukkan dia benar-benar sayang pada Nina!

Dan tujuh hari lamanya, mereka tidak pernah berkomunikasi lagi. Nina terisak di atas bantal, menceritakan kepiluan hatinya pada boneka, dan merindukan lelaki yang entah masih bisa dianggap pacar atau mereka sudah putus. Nina tidak mengerti hubungan apa yang sedang di jalaninya sekarang, Reja sama sekali tidak mengabarinya, ingin mengabari Reja lebih dulu, tapi Nina gengsi. Eh, sejak kapan Nina punya gengsi?

Apakah Reja berpura-pura hilang agar dicari, tidak sadarkah Reja bahwa seuatu yang hilang dapat diganti. Namun, Nina tidak ingin mengantinya.

Nina mengakui bahwa dia memang kecentilan, genit-genit ala-ala cewek cabe-cabean. Namun, Nina bukan cewek gampangan! Apakah selama ini Reja menganggapnya seperti itu? Nina juga punya hati, jadi Nina juga bisa sakit hati.

Apakah Reja akan merindukannya? Nina harap Reja merindukannya, sih.

Aih ... tidak usah berharap lebih Nina. Nina hanya mencintai, bukan dicintai. Nina menyimpulkannya begitu.

Nina meraih ponsel cerdasnya, mencoba menghubungi Reja. Ponselnya berdering, dan dianggkat! Saat ini telepon mereka terhubung, Nina sudah membuang rasa gengsinya untuk lebih dulu menelepon Reja. Berharap dibujuk, tidak kunjung jua. Nina letih menunggu, Nina mungkin bukanlah orang yang sabar, tapi selama seminggu ini dia sudah sangat sabar, untuk tidak menelepon Reja, tidak menchat Reja lebih dulu. Jadi Nina pikir itu termasuk, sabar.

"Reja lo kenapa kayak gitu? Gue juga punya perasaan, gue capek ... Ja. Lo kok kayak gitu terus, kapan lo suka beneran sama gue? Perasaan lo gak pernah suka sama gue. Perasaan lo gak pernah merjuangin gue. Perasaan lo gak pernah ngejar gue kayak gue ngejer lo, itu dari dulu! Kenapa?" Nina menetralkan suaranya hampir serak, dengan menjeda lebih dulu.

Beberapa saat dia kembali bicara lirih. "Ja ... gue juga cewek. Yang minta diperhatiin. Gue juga pengen rasanya di spam, dimarahin pas gak salat, dibujuk pas lagi marah, diketawain pas belum mandi, dihibur pas lagi nangis, dicariin pas ngilang, tapi kapan lo kaya gitu kaya gue ...?" Nina tidak tahan lagi untuk terisak, air matanya jatuh. Entah berapa kali dia menangis hari ini.

Nina suka sekali mencari penyakit yang tidak ada obatnya. Tidak ingin yang lain, inginnya hanya Reja. Nina tidak ingin pergi, karena? Rasa cintanya begitu terlalu dalam pada Reja. Nina juga lelah mengikuti semua langkah kakinya, dan berharap ... Reja bisa dimiliki seutuhnya. Berbagai cara telah Nina lakukan untuk mendapatkan Reja, setelah dapat direngkuhnya laki-laki itu, Reja mencoba keluar dari rengkuhannya. Apakah Nina salah, jika Nina semakin mengeratkan rengkuhannya?

Karena Nina takut kehilangan Reja.

Terdengar deheman dari sana, setelah itu. "Maaf."

Kata maaf tentu saja tidak membuat Nina menghentikan tangisnya. Kisah cinta mereka memang tidak seindah fantasi, tak sesempurna cinta yang semestinya, namun Nina mencintai Reja, lebih dari apa pun.

"Maaf."

"Lo tau gak betapa cintanya gue kek elo?! Gue sayang banget sama lo, Ja!"

Nina terkekeh hambar. "Gue emang bodoh, lo gak peduli perasaan gue, untuk apa gue berjuang selalu, gue bodoh." Ini semua karena perasaannya yang terlalu dalam, karena Nina terlalu menyayanginya. Dan Nina lupa bahwa Reja tidak pernah berjuang dalam hubungan mereka. Singkat saja, namun padat, dan jelas: Nina terlalu mencintai Reja.

Dalam hubungan mereka selama ini makin lama makin romantis, lalu sekarang sekita pudar begitu saja. Yang membuat Nina lupa diri.

Reja mengkilah, "Enggak Nina, aku minta maaf. Aku terlalu sibuk. Maaf."

"Bagus deh kalau lo nyadar! Terus minta maaf, karena lo emang salah!"

"Jangan marah gitu, entar cepet tua, lho."

Suara Reja melembut, semakin halus. "Maaf."

"Nina?"

"Aku minta maaf."

"Sayang?"

Aduh kok pakai kata sayang-sayangan gini, sih. Nina jadi luluh begini-nih, tangis Nina juga berhenti dan isak Nina berganti dengan kekehan. Tidak lupa, pipi Nina juga terasa memanas.

"Sayang udah gak nangis lagikan?"

"Ih, siapa yang nangis," elak Nina.

"Kita VC, yok!" Terdengar Reja terkekeh di sembrang sana.

Hidung Nina memerah begini? Tentu saja Nina tolak ajakan Reja, alasannya? Selain memerah tadi hidungnya juga sekarang kesumbat oleh ingus. Bisa-bisa Reja menertawakan penampilannya begini, setelah melihatnya lewat telepon vidio.

"Enggak."

"Kenapa?"

"Ih, pakek nanya lagi! Pokoknya enggak."

Reja terkekeh di sembrang sana, keanehan Nina muncul lagi. Padahal pembicaraan mereka tidak ada yang lucu.

"Apa yang lucu Reja?"

"Suara kamu habis nangis serak begitu. Lucu."

Rasanya pipi Nina memanas, kok Reja tahu  Nina nangis, astaga semoga saja Reja tidak tahu kalau Nina hampir setiap ada waktu melamun terus, lalu menangisi Reja. Bisa-bisa Reja mengunakan itu untuk menggodanya.

Tanpa pamit dan permisi, Nina langsung memutuskan telepon secara sepihak.

Memang masih banyak orang lain di luar sana, tapi .... jujur tidak ada yang seperti Reja. Seseorang yang entah Nina sampai binggung menjabarkannya. Sosok Reja itu, Nina rasa sangat sempurna.

Nina kembali meraih ponselnya, memasuki dalam kolom chat mereka. Mengetik, "Gue gak tau, tapi gue sayang banget sama lo:)"

Tuhan Nina sayang dia, sampai-sampai Nina takut dia pergi.

***

Stay With Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang