Stay With Me [25]

7 1 0
                                    

Reja tertawa bukan tanpa sebab, tentu saja ada sebabnya. Itu karena; perkataan Nina yang tidak lancar menyebut, "it's My dream" dengan suara bocahnya, yang tidak sampai dia lucu.

Namun, getaran ponsel cerdas di kantong celana membuatnya menghentikan tawanya. Reja mengangkat, setelah bicara dia terlihat khawatir dan mengiyakan sebentar lagi dia akan ke sana.

Nina menatap heran Reja, di saat mereka tengah berkencan begini? Ih, kok Nina menganggap hubungan mereka spesial, sih.

"Kamu sudah selesai, ayo cepetan biar aku anterin pulang."

Mungkin ini darurat, sampai-sampai orang tadi menelepon Reja. Jadi ....

"Reja gue bisa pulang naik taksi kok."

Tanpa berpikir dua kali Reja langsung beranjak pergi meninggalkannya, eh ... laki-laki itu berbalik lagi. Dia mengambil dompetnya di kantong, lalu menyerahkan kartu kreditnya pada Nina. "Bayar semuanya."

Nina menerimanya, dia agak gagap. Jujur ini yang pertama kali Nina pacaran, ish ... sudah meresa di spesial Reja. Dijadikan Reja Putri. "Iya."

Reja tersenyum, tangannya beralih mengacak-acak rambut Nina gemas. Dan melanjutkan niatnya, beranjak pergi.

Ternyata berpacaran dengan Nina tidak seribet itu, walaupun cara bicara bocah, tinggi badannya bocah, dan makannya seperti bocah yang berserakan. Namun, pemikiran dan tindakan Nina seperti orang dewasa di situasi yang tepat. Ada ibu yang akan segera melahirkan dan membutuhkan tim medis, beberapa dokter lebih sibuk daripadanya mungkin hingga tidak bisa menolong pasien. Belum melahirkan, mungkin membutuhkan operasi. Astaga ... ayolah nanti saja memikirkan itu, hingga sampai di tempat tujuan dengan selamat.

***

Saat Nina pulang dari restoran Darren sedang duduk di teras rumahnya. Bentar-bentar dulu, aneh malam-malam ke rumah orang? Ngapain coba?

Saat di hampiri, Darren langsung menasehatinya tentang anak gadis tidak boleh keluar malam. Jika ada orang yang berniat jahat dan malah menculiknya? Lalu tadi dengan siapa Nina jalan-jalan. Kenapa tidak izin dulu dengannya? Memang sih Mama berpesan pada Darren awasi Nina saat beliau tidak ada, jadi Nina berada di rumah sendirian. Bahkan kata Darren dia sampai banyak bertanya pada Kiara. Darren panik sekali sampai tidak tahu berbuat apa dan malah duduk di teras, menunggu Nina. Dia tidak berani melaporkan pada Mama Nina.

Setelah selesai dengan nasehatnya panjang lebar, melebihi mamanya Nina. Darren bertanya, "Ponsel kamu kenapa gak aktip?"

"Baterainya abis." Hadeuh, emang Nina anak kecil apa, terlalu diawasi Darren. Darren itu cuman sepupunya, bukan pacarnya, apalagi suaminya ... hidih amit-amit! Punya suami posesifnya seperti Darren.

"Masuk! Jangan lupa kunci pintu!" titah Darren tegas.

Mama-nya Nina sedang berada di Bali helling katanya bersama anak kesayangan Riri dan asisten rumah tangga mereka, mbak Lila, sedangkan Nina lebih memilih diam di rumah.

"Udah jam berapa sekarang?!"

"Kalau pemarah gak dapat jodoh, lho." Nina memutar bola mata, baru saja pindah sepupunya ini ternyata punya sisi gelap. Aih ... Nina sudah dewasa wey, dia bukan anak kecil lagi sekarang. "Lagian baru aja jam sebelas."

Tanpa menjelaskan dari mana saja dia, Nina beranjak pergi. Mengambil kunci rumah di dalam tasnya, setelah itu membuka pintu rumah, dan masuk ke dalam memutar balik badan untuk menjulurkan lidah pada Darren.

Dasar sepupu ribet!

***

Akhir pekan dan hari lain-lainnya pun sama, bagi Nina. Sama-sama bangun kesiangan, sekitar 09.00 paling cepat atau 11.00.

Makan apa yang ada di kulkas atau beli, mandi satu kali sehari, menatap ponsel seharian berselancar di dunia maya selama satu Minggu ini Nina sudah puas. Karena Mamanya sekarang tidak berada di rumah. Hanya satu Minggu saja Mama tidak berada di rumah, kalau tidak salah sih hari ini beliau pulang.

Saat membuka mata, yang pertama kali Nina lirik jam weker di atas nakas. Ternyata sudah pukul 11.58. Tanpa berniat ingin mandi, Nina menghahar untuk mencari ponsel cerdasnya. Dapat!

Mata Nina mengerjab-ngerjab dia mendapatkan beberapa chat  dari Reja. Saat tangannya lincah memasuki room chat dengan Reja. Mata Nina terbelalak.

"Good morning" Isi dari chat yang dibaca Nina, sapaan pagi yang manis. Uhm ... hidih makin baper.

"Jangan lupa jaga kesehatan." Sudah itu saja?

Nina berharap Reja men-spam-nya banyak sekali.

Nina hanya mengetik untuk membalas chat dari Reja, "Kamu juga." Padahal di kamarnya, Nina sedang melompat-lompat kegirangan. Sekarang salah satu mimpinya saat SMA dulu sudah terwujuti, di saat ini.

Nina bergegas bangkit dari tidurannya, menyambar handuk di atas sofa. Saatnya untuk mandi, lalu setelah selesai baru makan. Nina sudah lapar sekali saat ini.

***

Nina sarapan pagi, eh ... tapi Nina tidak yakin ini masih pagi, mungkin saatnya sudah waktunya makan siang. Aha! Berarti tidak usah repot-repot lagi makan siang.

Astaga ... Nina tidak produktif seperti orang-orang pandai seperti Kiara, Kevan, Reja, dan Darren. Mereka berkerja, sedangkan Nina? Tentu saja hanya baringan di kamar, kadang Nina ingin mengubahnya, tapi kata Kiara kerja itu capek. Namun, kelebihannya Kiara punya banyak teman dikantornya, dapat penghasilan sendiri, dan banyak lagi, sih.

***

Nina duduk di kursi di balkon kamarnya. Tetes demi tetes hujan jatuh dari langit.

Tanpa berniat ingin masuk ke kamar kembali, Nina menatap guyuran hujan. Apakah benar Reja mencintai? Seperti dia mencintai Reja? Tanpa menimbang-nimbang Nina menerima Reja begitu saja malam tadi.

Hujan semakin deras menyambangi bumi. Kapan terakhir kali Nina bahagia? Kapan Nina tertawa tanpa memikirkan keadaan masa depannya seperti apa? Apa masa depannya sedang dirangkai menciptakan akhir yang bahagia ... Nina berharap sih begitu. Nina memang terlihat bodoh amat, tampak tak ada beban. Namun, pikirannya selalu ada beban. Masa depan? Tujuan hidup? Dia tidak punya. Tujuan hidup Nina, mencari tujuan hidupnya. Emang ada manusia sebodoh dirinya?

Tanpa sadar air mata Nina menetes, aih ... kok dia lebih baperan saat hujan.

Semakin ditatap guyuran hujan, lalu bau-bau tanah yang meningkatkan kerinduan, datang.

Hari yang membuatnya duduk diam dan mengulang kenangan yang menyelinap dari balik hujan ... hari yang membuatnya menyampaikan kerinduan pada rinainnya. Dan itu hari ini.

Nina tersenyum pahit. Seseorang tidak ada peduli padanya. Papa, jika menelepon beliau akan mencari Riri. Mama, selalu menyayangi Riri. Riri selalu, Riri terus, Riri anak kesayangan, Riri! Riri! Riri! Tidak ada yang pedulikah dengannya? Saat Mama ke Bali pun Nina cuman diajak sekali, padahal Nina ingin ikut ... tapi ternyata mereka tidak membutuhkan Nina. Sama sekali tidak. Makanya Nina lebih memutuskan diam di rumah.

Nina tidak yakin Reja bisa mengembalikkan perasaannya seperti semula.

Hidup memang tidak sesederhana itu. Nina juga yakin hal itu, kapan seseorang akan datang dan membawanya pergi dari kehidupan mendrama ini, tapi seseorang itu bukan Malaikat maut, ya.

***

Stay With Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang