Ingat! Reja masih banyak berhutang penjelasan padanya, itulah membuat Nina tidak mampu melupakannya. Rasa penasaran ini belum terpecahkan, sampai sekarang.
Reja seseorang yang telah mengerjakannya, tentang betapa tenangnya kesendirian dan betapa sulitnya sebuah penantian. Selama ini Nina menanti Reja, saat sudah ingin benar-benar melupakan pemuda itu, Reja kembali lagi dalam hidupnya.
Sepakat. Pembicaraan mereka di telepon tadi sudah jelas, Reja akan menjemputnya, mereka akan janjian di kafe malam ini. Entah kenapa tadi Nina menyetujuinya begitu saja. Tanpa berpikir dua kali, tidak ditimbang-timbangkannya.
***
Nina membuka pintu mobil, saat tubuhnya benar-benar sudah masuk ke dalam, Reja tengah menatapnya.
Reja memasangkan sabuk pengaman pada Nina, emang Nina tidak bisa apa?
Nina sejenak menahan nafas, sampai Reja menarik badan dan memutar kunci mobil dan menyalakan mesin. Baru menghela nafas lega.
Reja menghirup udara saat memasangkan sabuk pengaman tadi, ada bau-bau khas bayi menyeruak di indra penciumannya. "Harum. Bau kamu enak."
Nina menoleh kaget, jujur perkataan Reja yang spontan membuatnya sedikit tersinggung. Secara tidak langsung, dokter di hadapannya ini sedang menyindirnya. Dia tidak memakai parfum apa pun selain minyak telon. Minyak telon itu bukan parfum. Karena cuaca yang dingin, Nina sempat memakai minyak telon di bagian leher dan perutnya, untuk berjaga-jaga supaya tidak masuk angin. Lalu bau apanya yang enak? Nina tidak memakai parfum, hanya deodoran.
"Gak usah ngada-ngada, deh, Ja." Nina mendelik Reja tajam. "Jangan nyindir gue juga."
Sedangkan yang didelik tajam, hanya terkekeh. Apanya yang lucu? Gak ada yang lucu.
Nina merenggut sebal. Jangan mentang-mentang dia masih menyukai Reja, pemuda itu sekehendaknya menyinggung atau menyindirnya. Nina juga punya perasaan, dia cewek. Yang kadang-kadang sering baperan.
Seolah merasa tidak bersalah, Reja bertanya, "Kapan aku nyindir kamu?"
"Yang tadi."
"Yang mana?"
Nina mendengkus, tanpa ingin membalas. Nina memilih menyandarkan di kaca jendela mobil kepalanya, menatap bangunan-bangunan yang di hiasi lampu-lampu. Setidaknya itu lebih menarik, menenangkan pikirannya. Menjernihkan perkataannya. Dan tidak berpikiran negatif selalu. Satu lagi jangan berpikiran terbelit-belit. Oke, ditambah jangan ribet-ribet kalau mikir.
Satu tangan Reja menyetir, satunya lagi Reja gunakan untuk menyodorkan kotak persegi empat berwarna merah muda, untuk Nina.
"Nina." Panggilan yang lembut menyentakkan Nina dari lamunannya. Gadis itu menoleh pada Reja.
Mendapati kotak cantik yang disodorkan untuknya, Nina mengerutkan kening binggung. Baru saja ingin bertanya, tapi perkataan Reja membuatnya membungkamkan pertanyaannya.
"Ini buat kamu."
Dengan senang hati Nina menerimanya. Siapa, sih? Yang tidak menerima pemberian orang yang bermaksud baik padanya, semoga saja Reja tidak memasukkan racun di dalamnya. Aih ... jangan berpikiran negatif Nina! Tidak baik! Reja itu pemuda yang baik, tergantung keadaan dan situasinya.
Setelah menerima, Nina membuka kontak persegi empat tadi. Ternyata isinya bungkusan bulat, kecil-kecil tersusun rapi. Saat Nina membuka satu isi di dalamnya cokelat, sudah Nina duga.
Nina memakannya, saat dia melirik Reja. Astaga bahkan Nina belum sempat berterima kasih pada pemuda itu.
Nina membukakan bungkusan satunya lagi untuk Reja, tanpa aba-aba Nina menyuapkan satu cokelat itu pada Reja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me (END)
General Fiction#04 tujuanhidup 15 maret 2022 (Masih dalam proses penerbitan, berarti belum dihapus. Ya! Happy reading) ---------------------------------------------------- Nina Ayundha menyukai Reja, kali ini dia akan mengunggkapkannya. Tidak itu saja, bahkan Ni...