Seokjin duduk di tepi tempat tidur menggantikan Namjoon yang berdiri. Ia menyentuh kening Taehyung yang terasa panas lalu membelai surai bungsunya.
"Tae-ya! Neo gwaenchana?" Tanya Seokjin dengan dahi yang berkerut. Taehyung tak menjawab. Ia hanya merintih karena demamnya semakin tinggi.
"Apa yang terjadi, eoh? Mengapa tiba-tiba kau seperti ini?" Tanya Seokjin lagi. Tapi Taehyung tak bisa menjawab pertanyaannya.
"Tadi saat pulang, aku tidak sengaja melihat wajah tuan muda Taehyung yang terlihat begitu pucat. Saat aku menyentuh keningnya, rupanya tuan muda Taehyung terserang demam." Ucap Choi Ahjumma membuka suara.
"Tadi pagi kondisi Tae baik-baik saja, Ajumma. Bagaimana mungkin dia tiba-tiba demam seperti ini?"
"Aku tidak tahu, tuan muda. Mianhabnida...."
Pemuda berbahu lebar itu memperhatikan sang adik yang kembali memejamkan mata. Rintihan masih terdengar dari bibirnya karena demam yang menyerangnya.
"Tae... Ireona, Tae-ya!" Panggil Seokjin lirih sambil menepuk pipi kiri sang adik pelan. Taehyung terlihat membuka kedua matanya perlahan.
"Kau sudah minum obat? Eoh?" Tanya Seokjin dengan dahi berkerut. Pemuda berusia 23 tahun itu menggeleng.
"Sepertinya Tae belum makan, Hyung. Dia meminta Choi Ajumma untuk memasak Yachaejuk untuknya." Ucap Namjoon memberitahu sulungnya.
"Geurae?" Tanya Seokjin sambil menoleh ke arah adik keduanya. Namjoon dan Choi Ajumma mengangguk. Seokjin meraih mangkuk berisi Yachaejuk di atas meja atas bantuan Choi Ajumma.
"Makan dulu, Tae! Kau harus minum obat." Ujar Seokjin sambil menyendok Yachaejuk dan mengarahkannya ke mulut si bungsu.
Taehyung yang tidak memiliki tenaga terlihat kesulitan membuka mulutnya. Ia terlalu lemas. Akhirnya pemuda itu memilih untuk kembali memejamkan matanya.
"Andwae! Kau harus makan, Tae! Jangan tidur!" Seru Seokjin melarang bungsunya yang tertidur.
"Hyung!" Panggil Namjoon sambil memegangi bahu sulungnya. Ia menggelengkan kepalanya saat Seokjin menoleh ke arahnya.
"Biarkan Tae tidur, Hyung."
"Tae harus minum obat, Joon."
"Andwae, Hyung! Biarkan Tae beristirahat. Jangan memaksanya!" Tegur Namjoon sambil meraih mangkuk Yachaejuk dari tangan si sulung dan memberikannya pada Choi Ajumma.
"Kajja! Hyung juga harus beristirahat. Besok Hyung harus bekerja."
Seokjin menggeleng. Ia ingin berada di kamar si bungsu untuk menjaganya.
"Arasseo. Kalau begitu aku ke kamar dulu. Besok aku ada jadwal kuliah." Kata Namjoon saat Seokjin memeras handuk yang ada di dalam baskom guna mengompres dahi Taehyung. Namjoon tersenyum. Ia segera keluar dari kamar Taehyung bersama Choi Ajumma yang membawa kembali nampan berisi mangkuk Yachaejuk yang masih utuh dan menutup pintunya.
"Aku juga permisi dulu, tuan muda." Pamit Choi Ajumma yang mendapat senyuman dari Namjoon lalu kembali ke dapur dan beristirahat di kamar. Sementara Namjoon, pemuda itu masih bertahan di tempatnya berdiri.
Kedua tangan Namjoon mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih dan urat nadinya terlihat menonjol di leher serta pelipisnya sebagai tanda bahwa ia sangat marah. Ada yang harus bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada bungsunya, dan ia akan membalas apa yang telah mereka lakukan pada adiknya itu.
•••
Namjoon
Pukul enam pagi, aku terbangun dari tidurku. Aku segera bangun dan menjalani rutinitas pagiku lalu pergi menuju kamar Tae dengan membawa tas punggungku. Aku melihat Jin Hyung tertidur di tepi ranjang dan Tae yang juga masih tertidur di tengah ranjang. Aku mengulurkan tangan kananku demi menyentuh kening adikku itu. Masih terasa panas tapi sudah tak sepanas semalam. Mungkin ini berkat Jin Hyung yang sudah telaten merawatnya saat aku tidur tadi malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Don't) Leave Me!
FanfictionCOMPLETED! Kim Taehyung awalnya merasa begitu kesepian. Karena kedua kakaknya, sejak kecil selalu memusuhinya. Setelah adiknya, Kim Jiwoo meninggal dunia, Kim Seokjin dan Kim Namjoon menjadi begitu membencinya. Mereka selalu menuduh bahwa pemuda itu...