Lisa Part
Aku mengetuk pintu kamar Rose. Karena tidak ada jawaban, aku mendorong dengan pelan daun pintunya. Gadis itu tampak berbaring dengan memunggungiku.
Aku mengumpulkan semua keberanianku dan naik ke ranjang, memeluknya dari belakang.
"Maafkan aku, Rose," ucapku pelan. Kemudian, menyelimutinya dan keluar dari kamarnya.
Jimin Part
"Drama baru?"
Manajerku mengangguk sembari menyodorkan beberapa tumpukan script.
"Ada satu yang menarik. Tawaran dengan genre medical. Bukankah sudah lama kau menginginkannya?"
Aku mengarahkan pandanganku pada script yang ada pada tumpukan paling atas.
"Jihyo Twice sudah menerima tawaran itu, tinggal kau saja. Nanti kau masih punya waktu istirahat selama 3 bulan untuk mendalami peranmu setelah syuting bersama Lisa berakhir."
Aku menghela napas.Memikirkan syutingku bersama Lisa akan berakhir saja sudah membuatku sesak.
"Aku mau pergi sebentar," kataku malas.
"Ke mana?"
"Ke mana saja."
Lisa Part
"Anak pintar..."
Aku menundukan kepala, saat Jimin mengusap keningku.
"Ta...tapi,aku tidak tahu kalau dia mendengarkanku."
"Itu sudah permulaan yang bagus kok! Aku bangga padamu," kata Jimin seakan aku baru saja mendapat nilai bagus dalam ujian Matematika.
"Kau suka tempat ini?" tanyanya.
Tadi, pagi-pagi sekali, saat aku mencuci mukaku setelah gelisah semalaman tidak tidur, Jimin meneleponku.
"Maaf ya sudah meneleponmu pagi-pagi sekali."
Aku memeriksa jam tanganku. Pukul 07.00.
"Sepertinya ini kebiasaanmu, ya?"
Jimin tertawa, "Aku tahu apa yang ada dalam kepalamu, Nona Lisa."
"Apakah biasanya kau berkencan di jam-jam yang tidak biasa?"
Jimin menggelengkan kepalanya.
"Ckckckkkk....kau pasti ahli dalam berkencan," candaku lagi.
"Maksudmu artinya sekarang kita sedang berkencan?" ia mengerlingkan matanya.
"Termasuk kerlingan mata itu? Apa itu juga sudah diset?"
Jimin terbahak.
"Pertama, aku memang ahli dalam berkencan. Kedua, aku tidak pernah sarapan di pagi hari, apalagi di jam sepagi ini. Ketiga, .... aku tidak pernah mau mengorbankan tidurku hanya untuk mendengarkan curhatan seseorang. Sudah jelas?"
"Uhhhhh...."
"Makanya, hilangkan kebiasaan galaumu dan sarapan denganku setiap hari."
"Untuk apa?" tanyaku kesal.
"Supaya bisa mengembalikan kewarasanmu."
"Aku harus kembali ke dorm," kataku karena selalu kalah berdebat.
"Baiklah. Dengan senang hati," katanya lalu tersenyum lebar.
Jimin Part
"Apa ada yang tertinggal?" tanyaku menyadari Lisa belum turun juga dari mobilku.
Aku menurunkan kaca jendela dan melihat keluar, tampak mobil Jungkook.
"Ayo!" kataku turun dari mobil terlebih dahulu, lalu membukakan pintu untuk Lisa.
Ia memasang wajah mengiba yang langsung kubalas dengan gelengan kepala.
"Kau tidak boleh lari dari masalah Lisa."
Jungkook tampaknya menyadari kehadiran kami. Ia keluar dari mobilnya yang diparkir di bawah remang lampu dan menghampiriku.
"Hyung..."
Aku berbalik pada Jungkook, "kau juga di sini rupanya."
Lisa berdiri di sampingku. Aku bisa merasakan kekikukannya.
"Masuklah ke dalam, mumpung masih sepi," aku mengusap kepalanya dengan lembut.
Ia tampak kaget, tapi mengangguk, dan berjalan dengan ragu, sesekali menoleh padaku. Aku tersenyum padanya. Ia pun menganggukan kepala.
"Tunggu Lisa..." suara Jungkook menahannya.
"Bisakah kau minta Rose menemuiku?"
"Hari sudah mulai siang Jungkook," selaku.
"Ini sangat penting," katanya tidak menggubris nasihatku.
Ah, kenapa cinta selalu membuat seseorang menjadi buta?
"Kita harus kembali."
Jungkook memajukan langkah mendekati Lisa.
"Sekarang!" kataku dengan nada agak tinggi.
Lisa melihat padaku dan berjalan masuk ke dalam gedung apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE VIRTUAL
FanfictionJimin, lelaki playboy dari boygroup terkenal. Ia bukanlah tipe orang yang takut pada apa pun. Kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah ekspresi isi hatinya. Ia ingin menjadi orang seperti itu dalam kehidupan sehari-harinya. Hanya sayang, pekerjann...