Brengsek!

215 35 0
                                    


Aku meneguk air mineral dan menyilangkan kaki. Aku menggerakan jemari di atas meja. Sesekali menghela napas karena perasaan yang sedang menderaku.

"Lisa, kau gugup?" tanya Lee manajerku.

Aku hanya mengangguk. Ini adalah meeting pertama kami dalam mempersiapkan acara syuting untuk acara bulan depan.

Aku memiringkan tubuh dan berbisik, "apakah ia juga datang?"

"Ya, kudengar begitu."

Aggh...

Aku begitu gugup sampai tidak sadar ku gigit bibir bawah. Aku terbelalak ketika melihat pemuda itu muncul dengan senyum lebar di wajahnya. Ia membungkuk dan menyapa beberapa staf bahkan berpelukan dan saling memberikan high five.

Pandangan pemuda itu langsung terpaku padaku. Bulu kudukku terasa mematung. Dari caranya saja, aku sudah tahu kalau ada aura dendam. Pemuda itu tersenyum membuatku spontan mengernyitkan alisnya. Ada apa? Kenapa dia bersikap aneh?

"Kita bertemu lagi," katanya menghampiri dan mengulurkan tangannya.

Manajerku menyikut lenganku.

"Ah, hai," jawabku terdengar parau dengan enggan menjawab uluran tangannya.

******

"Di studio?" bisik manajerku.

Aku mengangguk sembari membalik halaman script yang diberikan.

Sesuai rencana, aku akan melakukan pertemuan pertamaku dengan Jimin di studio miliknya. Selanjutnya kami hanya perlu mengikuti arahan dan melakukan improvisasi dengan tidak keluar dari jalur yang telah disepakati.

"Aku ke belakang sebentar," bisikku. Yang dijawab oleh anggukan manejerku.

Jimin Part

Satu..dua..

Akhirnya setelah menunggu, kesempatan ini datang.

Aku memajukan tubuhku dan mendorong gadis itu. Dengan cepat tanganku menekan tombol lock dan tersenyum sinis.

"Kau rindu padaku?"

Ia membelakakan matanya, tidak menyangka kalau aku akan berbuat hal gila.

Kami sekarang terkunci dalam bilik toilet yang sempit. Aku semakin memperpendek langkahku hanya untuk membuat gadis itu gusar.

"Jimin. Ini tidak lucu sama sekali."

Aku semakin mempersempit jarak kami dan mengunci kakinya hingga ia semakin terpojok di sudut ruangan.

"Kau mau aku menendangmu lagi?"

Aku tertawa meremehkannya. Sekali sudahlah cukup, sekarang gilirannya. Aku menghalau area bebasnya dengan meletakan tanganku di dinding. Kini, wajah kami saling berhadapan.

"Menjauhlah.." katanya terdengar bergetar. Akhirnya, ini berhasil!

Ke mana tatapan angkuh itu? Apalagi kata-kata tajam yang menjengkelkan itu?

"Bagaimana kalau kita...." aku mendekatkan bibirku ke telinganya.

"Jimin.." ia mengalihkan wajahnya. Sengaja aku menghembuskan napas di dekat lehernya lalu naik ke telinganya. Ia berusaha berontak. Sayangnya, tenagaku lebih kuat darinya.

Aku tersenyum melihat usahanya yang sia-sia.

"Setiap kali kau bersikap sombong kau harus membayarnya sesuai caraku," aku menatap bibirnya dengan ketara untuk menciptakan serangan psikologis dan ya... itu terlihat jelas di wajahnya yang pucat.

"Kau akan bersikap manis saat syuting, kan?" bisikku lirih sembari mengelus pipinya pelan sekali.

Ia mengibas tanganku.

"Aku bilang menjauh dariku!" Ia menatapku lurus sama sekali tidak berkedip. Gadis ini berani juga.

Aku memiringkan wajah dan mengatur posisiku. Hanya seinci saja bibir kami bersentuhan. Aku bisa merasakan napasnya yang tertahan.

"Okey. Baiklah," ucapnya lirih.

Aku tersenyum seraya menjauhkan wajah kami.

"Anak baik," kataku sambil mengelus rambutnya.

Lisa Part

Aku melangkahkan kakiku dengan cepat. Secepat mungkin agar bisa menjauh dari orang tidak waras itu. Kejadian barusan benar-benar membuatku shock. Berani-beraninya ia berusaha menyentuhku. Aku tidak akan diam saja diperlakukan seperti ini.

Sebelum berbelok, aku berhenti sebentar mengatur pernapasanku. Kemudian melatih wajahku untuk tersenyum. Di belakangku terdengar suara langkah kaki, dan itu dia, pervert si kurang ajar. Ia berjalan melewatiku sambil tersenyum. Kemudian, menoleh sekilas sambil mengedipkan mata.

Ya, Tuhan. Aku benci sekali padanya, gumamku dalam hati.

Jimin Part

Syuting scene pertama dimulai. Aku duduk di kursi putar sambil memainkan pulpen di tangan kananku. Kamera sudah dipasang di setiap sudut ruangan. Layar di pojok sana menangkap senyumku. Terdengar pekikan tertahan dari staf perempuan yang ada di tempat. Aku tersenyum dalam hati, berpura-pura tidak mengetahui reaksi mereka karena terbiasa.

"Sebentar lagi dia datang," bisik staf. Aku mengangguk. Kemudian mereka berpindah ke ruangan lain meninggalkan aku seorang diri.

Sepuluh menit kemudian terdengar bunyi ketukan di pintu dan seorang gadis masuk. Lisa.

"Anyeonghaseyo.." sapanya.

"Oh.." aku berdiri berpura-pura terkejut, "Ann...anyeonghaseyo," balasku.

Kami saling berdiri dengan kikuk. Ya, setidaknya itulah yang kuharapkan akan muncul di kamera.

"Apa aku mengganggu?"

"Oh, tidak. Ehm, sama sekali tidak. Tunggu sebentar.." aku menarik kursi dan mempersilahkannya untuk duduk.

"Silahkan duduk."

"Terima kasih. Aku Lisa Blackpink."

"Ya, aku tahu dirimu. Kau rapper, kan? Maaf, studioku berantakan ya? Buatlah dirimu senyaman mungkin."

Ia mengangguk seraya melemparkan pandangan ke seluruh ruanganku.

"Di sinilah aku membuat lagu," kataku dengan rasa bangga tanpa kepura-puraan, "mau coba?" tantangku melakukan improvisasi.

Ia terlihat kaget tapi langsung mengiyakan.

Selanjutnya kami duduk berdua di depan komputerku. Aku mengambil sebuah gitar dan mulai memainkannya.

"Biasanya untuk membuat melodinya dulu," kataku sambil memetik senar gitar. 

LOVE VIRTUALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang