Cemburu

49 6 4
                                    

Jimin POV

"Apa ini?"

Aku memperbolehkan Lisa membaca. Ia membalik halaman demi halaman.
"Aaaaa...." kataku menyuapkan satu slice jeruk padanya.

Lisa membuka mulut dan mengunyah. Matanya masih fokus pada apa yang dibacanya.

"Kau bukan pemeran utama, kan?" Matanya berbinar-binar. 

"Aku belum memikirkan tawaran itu."

"Tapi kau membawa naskah ini ke mobilmu."

"Hyung, kau kan yang membawanya..." kataku melemparkan pertanyaan pada manajerku yang duduk di kursi depan sedang menyetir.

"Hem, masih ada beberapa judul di kursi belakang. Sajangnim memilih beberapa tawaran dan memintamu untuk membaca yang sesuai jadwal dan ketertarikanmu."

"Tunggu, kenapa kau senang sekali tahu aku tidak dapat tawaran pe...." tanyaku.

"Kau bisa berlatih dari peran yang strategis dulu supaya tambah bagus. Aku mendukungmu," jawab Lisa.

"Bukanya karena ada kissing scene ya..." timpal manajerku. Lisa melemparkan tatapan protes pada manajerku yang acuh, menyetir sambil bersiul.

Aku langsung menoleh ke Lisa memandanginya dengan curiga.

"Kau takut aku ada kissing scene?" aku menahan tawa.

"Bukan, kok," jawab Lisa cepat.

"Bukan? Harusnya tidak ya," sambungku menahan tawa.

Lisa memukul lenganku. "Untuk apa kuatir melihatmu akting. Aku sudah pernah melihatnya secara langsung dengan mata kepalaku sendiri."

Gantian Lisa yang menatapku kesal. 

Kenapa jadi begini? Aku hanya bercanda. Lisa menjadi marah padaku.

Aku mengibas udara di atas kepala Lisa.

"Apa yang kau lakukan?"

"Mengibas semua kenangan buruk di kepalamu," kataku konyol.

Lisa mendelik padaku. "Aku semakin kesal."

Aku melirik pada manajerku. Pantulan senyum jahilnya tampak dari kaca spion. Hyung ini salahmu membahas kissing scene di depan Lisa, kataku dalam hati. Terus apa yang harus kulakukan sekarang??

"Jangan katakan apa-apa," kata Lisa seakan bisa membaca pikiranku. 

Ia menepuk lenganku dan bersandar di sana. Aku mematung. Masa depanku sedang di ujung tanduk.

Kemudian, Lisa meregangkan tangan kiriku dan meletakan kepalanya. Aku tersenyum dalam hati, dalam keadaan marah pun Lisa masih bersandar manja padaku. Aku menggerakan jemariku ingin mengelus kepalanya.

"Kubilang jangan lakukan apa pun!" Lisa melipat kedua tangan di dada dengan posisi bersandar di dadaku. Matanya menghadap ke luar jendela. Jelas, ia sedang ngambek.

*******

"Masih ngambek?" tanyaku. Aku sedang menyiram tanaman di pot yang diberikan oleh ibuku. 

Lisa sedang bersiap-siap untuk berangkat ke bandara.

"Tidak dan ya."

Jawaban apa itu?

"Aku mau marah, tapi itu masa lalumu. Mau tidak marah, aku memang kesal."

Aku tersenyum tipis mendengar pengakuannya. Sudah kuduga, aku tidak bisa selamanya menghindar. Pembicaraan seperti ini pasti akan terjadi. Tentang apa yang kulakukan sebelum aku bertemu Lisa.

LOVE VIRTUALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang