Takut

147 26 0
                                    

Jimin Part

Lisa muncul dengan kaos putih yang kebesaran. Ia mengenakan celana jeans biru dan sepatu kets. Rambutnya diikat ke belakang dengan poni yang sedikit berantakan.

"Ayo!"

Aku menggelengkan kepala. Ini mimpi, kan? Mereka tidak benar-benar sungguh-sungguh, kan?

Aku menghindar. Ia menarik jaket jeansku dan mendorongku menuju arena permainan.

"Lisa," bujukku.

"Kau sudah janji. Aku sudah mengikuti keinginanmu, bermain game, dan makan di rumah. Sekarang inilah keinginanku."

Ia berjalan lebih dulu. Tangannya menarik ujung lengan bajuku.

"Itu di sana!" ia menunjuk ke arah roal coaster. Keringat dingin terasa di tengkuk dan punggungku.

"Tidak. Itu tidak baik untuk kesehatanmu."

"Kelihatannya seru!" Lisa berkebalikan dariku.

"Tekanan darah tinggimu bisa naik. Aku mengkuatirkanmu," aku menarik Lisa menjauh dari arena.

"Aku tidak menderita tekanan darah tinggi tapi rendah," jawabnya polos.

Aduh, gadis ini kenapa tidak peka sih?

"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja." 

Duh!

Aku menoleh pada staf dan PD yang menjaga jarak di belakang kami untuk meminta bantuan. Ironisnya, mereka hanya mengibaskan tangan. Kurang ajar, umpatku dalam hati.

"Ayo!"desaknya.

Aku berbalik dan mengatupkan kedua tanganku ke pipinya, "Lisa. Bagaimana kalau ada orang tidak dikenal ikut naik bersama kita? Aku tidak bisa membiarkan hal itu," aku lansung melangkah panjang.

Lisa menarik belakang jaketku, "Ayo!" katanya dengan nada datar. Benar-benar tidak berprikemanusiaan.


Lisa Part

Yang benar saja. Banyak sekali alasan yang dibuatnya. Semuanya tidak masuk akal.

Setelah sedikit drama, akhirnya kami mengantri dalam barisan. Beberapa fans mengikuti di belakang. Ada pula yang mengambil gambar kami.

Aku memeriksa ekspresi Jimin yang tampak datar. Dia lebih banyak diam daripada biasanya.

"Sebentar lagi," kataku melihat ke arah antrean. Hanya tinggal 2 pasang kekasih itu, dan tiba giliran kami.

"Lisa," Jimin memanggilku.

"Hem?" aku menoleh.

Tiba-tiba ia mengangkatku. Ia membopongku dan berlari keluar antrean.

"YAA JIMIN!"

Kakiku menggantung sementara kepalaku menghadapi punggungnya yang lebar. Tanpa mempedulikanku ia terus berjalan bahkan setengah berlari. Orang-orang tampak heboh. Ada suara pekikan, teriakan, dan langkah kaki. Kamerawan berlari mengikuti kami. Begitu juga kerumunan manusia.

Sesampainya di wahanna anak-anak ia berbelok ke dalam sebuah area tertutup dan menurunkanku. Sorot kamera tidak berhasil mengejar langkahnya.

Aku masih kaget. Kaki ku pun belum kokoh benar berdiri.

"Apa yang..." aku mengatur pernapasanku, begitu juga dengannya.

Jimin tersenyum lebar memamerkan giginya.

"Aku kuatir ponimu akan terkena angin," katanya lirih sekali hampir tidak terdengar.

What????? Ini hal terkonyol yang pernah kudengar. Tak bisa kubendung lagi. Aku membungkuk memegang perutku. Tertawa sepuas-puasnya. Begitu juga dengannya yang ikut tertawa sambil menggaruk tengkuknya dengan kikuk.

Sungguh, lelaki ini benar-benar bodoh! 

Segitu takutnya naik wahana. Fuhhhh...kkkkk.


Jimin Part

Sruuuttt.....

Lisa menyeruput jus apel dan bersendawa tanpa sungkan. Aku menarik ujung bibirku, lalu menggelengkan kepala. Gadis ini butuh sekolah kepribadian.

"Jangan berkomentar apa pun."

"Memangnya aku mengatakan sesuatu?"

"Belum. Pasti tertahan di lidahmu," gadis itu melipat kedua tangan di dada.

"Berkat seseorang aku begitu menikmati kencan di taman bermain. Bravo!" sindirnya.

Aku tertawa datar, "kau kan sudah main komedi putar."

"Maksumu untuk anak SD tadi? Kau membuatku mengintari wahana dengan menaiki kuda poni tadi bersama rombongan anak TK!!"

Aku menutup mulutku menahan suara tawa.

"Dan siapa yang takut naik roaler coaster," kata-kata Lisa dingin.

Tawaku langsung berhenti mendengar sindirannya.

"Siapa yang takut? Aku berusaha melindungi ponimu. Kau sudah tidak sayang pada ponimu lagi? Kemari biar kupintal saja ponimu itu..." godaku sembari mengintari meja mengikutinya yang menghindar.

"Berani??" ia mengambil sumpit yang ada di mangkuk manajerku dan gantian mengancamku, "kemarilah!"

Aku berbalik mengintari meja sementara Lisa masih berusaha menangkapku.

"Beritahu kami kalau kalian sudah selesai dengan saling membunuh. Okay?" Taehyung yang datang di lokasi syuting berbicara dengan suara beratnya. Di sekelilingnya ada manejerku, menejer Lisa, asisten, dan coordi yang sedang menyantap masakan China yang mereka pesan.

"YAA, Kim Taehyung mengapa memakan makananku?" kataku.

Lisa sudah berjalan cepat ke luar ruangan.

"Karena aku lapar menunggu kalian syuting," jawabnya tanpa rasa bersalah, "tidak baik membiarkan tamumu kelaparan."

LOVE VIRTUALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang