Lisa POV
"Sepupuku mengganggu kalian? Aku akan mengomelinya..." gerutu Jenny.
Aku tak menatap Jenny yang sedang ngomel karena ada hal lainnya yang lebih urgent.
"Bukan kami, tapi ..." aku menunjuk ke arah belakang Jenny Unni. Ia menoleh dan menutup kedua mulutnya dengan tangan.
Aku menggelengkan kepala. Jimin memang usil. Jelas-jelas, ia sedang mengerjai pria narsis yang mengganggu Jisoo Unni.
Jimin menghampiri meja pria itu, apakah ia sendiri? Tentu saja tidak. Ia mengundang beberapa teman ibu Jenny. Yess, para sosialita yang heboh dan tak ada beban hidup. Jimin tersenyum lebar dan bersikap sangat ramah, sangat ramah malah dengan candaannya. Alhasil ibu-ibu sosialita itu tertawa.
Aku melihat Jimin yang berjalan ke arahku.
"Sudah main-mainnya?" tanyaku.
Jimin tersenyum. Ketika ia berdiri di depanku, postur tubuhnya lebih tinggi dariku.
"Tak perlu cerita apa-apa. Dari sanyuman saja aku tau apa yang kau pikirkan," kataku.
Jimin menganguk pada seorang karyawan hotel yang menawarkan minuman. "Terima kasih, Nona ini alergi alkohol."
Aku menyikut lengan Jimin. Padahal, dari tadi aku sudah melirik, mau mencobanya sedikit saja, mumpung manajer kami tidak melihat.
Jimin mendelik padaku. Tatapannya lebih galak daripada manajerku.
"Pulang jam berapa?"
"Belum apa-apa sudah tanya pulang." Aku kesal karena tidak bisa mencicipi wine mahal.
Jimin tidak kesal. Ia malah tersenyum sembari menatapku jenaka.
"Sedikit saja," aku tak tau kenapa aku jadi merengek padanya.
Kupikir ini kesempatan emas, Jisoo dan Jenny sedang ngobrol dengan tamu lainnya. Manajer kami entahlah, sibuk mungkin mengawasi. Apalagi Rose baru saja datang, butuh personil tambahan kan.
"Yuk..." Jimin memberi kode untuk mengikutinya. Aku ragu, tapi mengekornya. Ia membawaku ke meja bar. "Sini," ajaknya memintaku ikut ke belakang meja. Ia berbisik pada bartender yang langsung mengangguk cepat. Jimin mengambil es, beberapa buah. Ia melipat tssirt putihnya, mencuci tangan, lalu memotong jeruk nipis dan memerasnya.
Aku memperhatikan setiap detail gerakan Jimin yang luwes.
"Cobalah," katanya sembari menyodorkan segelas minuman ajaib yang tampak begitu memukau. Beberapa tamu yang duduk sembari menikmati minuman, bahkan bartender pun menatap dengan terpukau.
"Ini hanya koktail, bukan harta karun, Lily."
Aku tak tau kalau Jimin akan memanggilku dengan nama itu.
"Aku tambahkan sedikit perasa alkohol."
Aku tersenyum lebar sekaligus deg-degan. Orang-orang memintaku segera minum karena mereka juga penasaran apakah minuman ini sedahsyat penampilannya.
Aku menyeruput minuman itu pelan. Mataku langsung melebar. Tidak perlu kujelaskan, minuman ini memang enak. Walaupun tidak ada rasa alkoholnya.
"Kau suka?"
Aku mengangguk.
"Kau akan segera pulang, kan?"
"Kenapa" tanyaku.
"Di sini terlalu ramai," kata Jimin.
"Memangnya kenapa?"
"Kau perlu tidur di kamarmu." Jimin meneliti wajahku. Bagaimana dia tau kalau sebenarnya aku sedang lelah karena kurang tidur? Apa makeupku kurang meng-cover dengan baik bawah mataku yang gelap?
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE VIRTUAL
FanfictionJimin, lelaki playboy dari boygroup terkenal. Ia bukanlah tipe orang yang takut pada apa pun. Kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah ekspresi isi hatinya. Ia ingin menjadi orang seperti itu dalam kehidupan sehari-harinya. Hanya sayang, pekerjann...