Patah Hati?

191 30 0
                                    


Lisa Part

Sebenarnya kalau dalam keadaan serius ia tidak tampak seperti lelaki brengsek. Jimin tampak begitu menyukai musik dan aku pun bisa merasakannya. Apalagi, kami memiliki mimpi yang sama. Baginya, membuat lagu adalah hidupnya, tidak peduli apakah lagu tersebut akan mendapatkan penghargaan atau tidak. Bagiku, menari adalah jiwaku, ekspresi diri yang tidak bisa kupisahkan dari hidupku. Yah, semuanya tampak berjalan dengan baik. Awalnya sih.

"Hufff...." ia meniup telingaku.

Aku menoleh dan mendelik padanya.

Bukannya menyimpan energinya untuk sesuatu yang lebih bermanfaat, ia malah mengganggu dan memamerkan senyum jahilnya itu.

Aku tidak menggubrisnya. Kami hanya punya 10 menit untuk beristirahat, meladeninya hanya akan membuatnya senang setengah mati.

"Hufff..." kali ini ia meniup poniku. Hampir saja aku lupa kalau kami sedang di lokasi syuting. Para staf tertawa melihat tingkah kami. Mereka tidak tahu kalau aku benar-benar kesal padanya.

"Hem, Kau ini usil sekali.." kataku mencubit kedua pipinya yang chuby.

Ia menatapku dengan tatapan protes.

Aku semakin memperkuat cubitanku berakting dengan suara cute. Kemudian, melepaskan cubitanku dan tersenyum manis. Sementara dia tampak tertegun, lebih tepatnya sedang menahan rasa sakit.

Rasakan itu! Gumamku dalam hati.

Segera sebelum ia membalasku, suara CO-sutradara terdengar, "Okey. Ayo kita lanjutkan lagi syutingnya!"

Aku hanya mengangkat alisku sembari melipat kedua tangan di dada.

Jimin Part

Gadis ini memang nakal sekali. Ancamanku tempo hari sepertinya tidak begitu berpengaruh. Ia masih menatapku dengan berani. Tatapannya itu seakan menusuk. Aku bisa merasakan aura pemberontakan yang mungkin sudah menjadi pembawaannya.

Untuk menghadapi gadis seperti ini.....

Aku tersenyum sendiri,

.... adalah kesukaanku, kataku dalam hati.

Tapi, aku menggelengkan kepala sambil menurunkan jempolku pada layar handphone. Dari segi aset, ia tidak memiliki apa pun yang bisa memancing daya tarik seorang pria.

"Jimin.. Jimin!"

"Ada apa Hyung?"

Aku menoleh menanggapi manejerku.

"Apa yang sedang kau pikirkan? Dari tadi tersenyum dan menggeleng-geleng sendiri."

"Bukan apa-apa Hyung. Turunkan aku di sini ya," kataku.

"Lho?" mobil berhenti, aku langsung membuka pintu dan melompat keluar.

"Jimin, kau mau ke mana?"

"Pulanglah, aku tidak akan lama," kataku lalu berlari memasuki gang.

"YAA... JIMIN!"

******

"Bae..." aku memeluknya dari belakang dan mencumbu leher jenjangnya. Tanganku merayap masuk ke dalam hem putihnya yang berkancing rendah lalu merengkuhnya dalam pelukanku.

Ia menjauhkan diri dan berhadapan langsung denganku. Aku mengernyit menyadari ekspresinya yang terlihat kelabu.

"Kau tidak menjawab teleponku Jimin."

Aku tersenyum lalu mengecup bibirnya.

"Jangan marah, Baby."

"Aku tahu Jimin kau sangat sibuk. Aku tahu pekerjaanmu, tapi kau tidak memberi kabar padaku selama 2 minggu. Kemudian, tiba-tiba aku melihat berita bahwa kamu akan dipasangkan dengan orang lain dalam acara apalah itu. Aku tidak melarangmu. Tidak Jimin. Aku tidak berani karena kau akan menjauh dariku. Aku hanya ingin dianggap sebagai kekasihmu. Hargai perasaanku. Setidaknya aku ingin mendengar berita itu langsung darimu bukan dari tv."

LOVE VIRTUALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang