"Kau tidak marah?"
Jimin menggelengkan kepala. Kali ini karena aku menyebutkan temannya Lee Jae Wook sebagai tipe idealku saat diwawancara MC dalam sebuah wawancara. Jimin pasti mendengar kabar itu tanpa sengaja.
"Sepertinya sainganku berat," kata Jimin di sela latihannya. Ia berdiri lalu mengusap kepalaku. Senyum tetap ada di ujung bibirnya.
"Sudah makan?" tanyanya.
Kok malah bahas makan sih? Reaksinya tidak sesuai harapan.
"Mau makan bareng?" tanyanya lagi.
Aku tidak langsung menjawab ajakannya. Lama-lama di ruang latihan Taeyang Oppa, membuatku sungkan.
"Tidak mau makan denganku?" Jimin menahan pergelangan tanganku. Padahal dancer lain sudah melihat ke arah kami. Aku kikuk, tapi sulit mengabaikan ekspresi Jimin yang memelas.
"Okey."
Jimin langsung sumringah seperti mendapatkan hadiah ulang tahun. Aku terkejap, mungkin sikapku kekanak-kanakan, kesal sendiri karena menduga-duga ketulusan Jimin hanya di awal saja.
"Tunggu sebentar ya," ia mengusap kepalaku pelan. Membuatku ingin sembunyi. Ia tampak tidak peduli pada perhatian semua orang di ruangan ini.
"EHEM...." Taeyang Oppa yang tadi ngobrol sebentar dengan istrinya yang berkunjung menyela. "Masih kangen-kangenan?"
"YAA Lisa!" seorang dancer yang akrab denganku menarikku, "bukannya variety kalian sudah tamat ya?" diikuti candaan dan celetukan mereka.
Jimin melirik padaku, seakan penasaran juga. Aku berhati-hati karena kemarin ia sempat kesal pada jawabanku. Aku pun memilih hanya tersenyum membalas tatapan Jimin yang dari tadi memperhatikanku. Tanpa diatur, Kami berdua sama-sama tersenyum membuat suasana semakin riuh.
******
Taeyang Oppa mengajak kami ke ruangannya. Di sana, sudah ada makanan yang dimasak oleh Hyorin Unni. Aku malu sendiri karena tidak bawa makanan apa-apa.
"Aku juga sudah memesan beberapa makanan tambahan," Jimin masuk sembari mendorongku pelan untuk duduk di dekatnya.
"Ke mana manajermu?" tanyaku.
"Ia kembali dan akan menjemputku nanti," jawab Jimin sembari memberikan karet rambut yang ia gunakan untuk mengikat poninya saat dance. Aku tidak mengerti. Ia langsung mengubah posisinya dan meminta izin, " sorry ya," seraya mengikat rambutku.
Aku kaget sekaligus ... apa ya. Rasanya deg-degan sekali.
"Berantakan ya?" ia memeriksa rambutku.
Yang berantakan bukan hanya ikatan rambutku, kok! Gumamku dalam hati.
Ternyata makanan yang dipesan Jimin adalah makanan Thailand, dan salah satu menu yang dihidangkan di atas meja, tomyam kesukaanku. Pantas saja ia mengikat rambutku, ternyata...ya ampun aku tambah meleyot. Tidak. Tidak! Aku tidak boleh gampang baper.
Jimin POV
Kata siapa aku tidak kesal? Jae Wook punya banyak kesempatan untuk kelihatan cool dalam dramanya, sedangkan aku? Sungguh tidak adil. Aku langsung meneleponnya dan bercanda padanya untuk tidak melihat wawancara Lisa. Ia meledekku dan mengatakan kalau ia sudah menonton sebelum aku. Ia terus menegaskan kalau ia adalah tipe ideal Lisa.
Aku tidak terima!
Namun....
Aku tidak ingin Lisa tau emosi ini. Biarlah aku saja yang merasakannya. Walaupun dalam hati gondok setengah mati. Tersenyum, berpura-pura semua tertangani dengan baik. Aku takut Lisa merasa sesak padaku. Aku takut dia akan lari dariku.
Saat ada kesempatan, aku menautkan tanganku pada jemarinya lagi. Aku tidak tahu bisa merasa seperti ini. Merasa ingin menjaganya, dan cemburu sialan ini tidak mau pergi juga!
Lisa POV
Jimin menggenggam tanganku setelah kami menyantap makanan. Sebentar lagi, ia harus kembali karena ada jadwal lain.
"Suka?"
Apa nih maksud pertanyaannya? Aku panik sebab matanya yang berbinar itu bertanya.
"Makanannya, kau suka?"
Kenapa sih tidak to the point? Jeritku dalam hati. Sekarang, dia pasti bisa melihat pipiku yang memerah.
"Aku suka," celetuk Taeyang Oppa. Hyorin Unni yang duduk di sampingnya terbahak. Aku menutup wajahku dengan sebelah tangan.
Jimin tertawa kecil. Ia mengayun sebelah tanganku tanpa melonggarkan genggamannya. Manajernya menelepon. Aku mendekatkan daguku pada bahunya, ingin mendengar juga. Manajernya sudah di loby dan akan naik ke atas. Aku menyandarkan dagu di bahunya.
"Sudah dijemput.." lirihku.
Jimin mengangguk.
Di seberang kami, Hyorin Unni sedang menyuapkan buah ke dalam mulut Taeyang Oppa.
"Sampai jam berapa?" tanyaku tau kalau ia ada jadwal setelah ini.
"Sekitar sebelasan malam," jawabnya. Ia meniup rambutku lalu tersenyum jahil.
"Aku belum keramas," celetukku.
Jimin membiarkanku bersandar di bahunya. Mengabaikan pengumuman nyelenehku.
"Minggu depan Bibiku yang ulang tahun."
Aku tertawa. Jimin ada-ada saja.
"Kau mau temani aku, kan?"
Kami tertawa bersamaan. Aku teringat kehebohan dan ketertarikan anggota keluarga Jimin padaku. Tanpa mengurangi respectku pada keluarganya.
"Bibiku pasti akan pamer masakannya. Kalau tidak ada tamu yang datang, sayang makanannya. Yuk, kita bantu habiskan makanannya," katanya dengan nada canda.
Cara Jimin untuk mengajakku bertemu sungguh tidak biasa. Itulah yang membuat kami menertawakan cara unik ini.
"Ehm, kalau dipikir-pikir, minggu depannya lagi kucingku Leo akan ulang tahun," balasku.
Jimin terbahak menanggapi leluconku.
"Kasihan anak kucing yang lain, kan. Mereka juga iri pada Leo. Kita harus merayakan pesta untuk mereka juga," timpal Jimin berapi-api.
Kedua suami istri itu juga ikut tertawa mendengar lelucon kami.
Saking asiknya bercanda, tidak terasa manajer Jimin sudah masuk dalam ruangan. Aku mengeratkan genggaman tanganku lalu menatap Jimin dengan raut, 'sebentar lagi'. Ia mengerti lalu membiarkan jemari kami bertautan.
"Hati-hati di jalan, ya," kataku melonggarkan tautan.
Jimin mengangguk lalu menungguku melepaskan genggaman.
Jimin POV
Kemajuan kami membuatku girang sendiri. Lisa tidak menolak saat aku mendekatinya. Sejauh ini, mengalir seperti air, apa adanya. Kadang kami ngobrol tentang berbagai hal kecil, dari satu topik ke topik yang lain. Aku ikut tertawa karena terjaingkit suara tawanya yang renyah. Ikut menyukai makanan kesukaannya. Menonton film yang ia rekomendasikan. Mendegarkan lagu di list song Hp-nya.
Duduk bersampingan sembari membaca komentar netizen tahun lalu tentang kami. Bahkan aku menganggap penting ceritanya tentang ia yang tak sengaja meminum teh Jenny. Semua ceritanya, menarik bagiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE VIRTUAL
FanfictionJimin, lelaki playboy dari boygroup terkenal. Ia bukanlah tipe orang yang takut pada apa pun. Kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah ekspresi isi hatinya. Ia ingin menjadi orang seperti itu dalam kehidupan sehari-harinya. Hanya sayang, pekerjann...