Lisa Part
Dengan cekatan, Jimin mengiris bombay hingga begitu halus. Ia memasukan bumbu ke dalam wajan dan mengaduknya. Aku membelakanginya sibuk mencuci sayur sambil sesekali menengok padanya. Sengaja kuperlama aktivitas ini karena jujur saja aku tidak tahu apa-apa tentang masak-memasak.
setelah berkencan di Moon Cafe, kami pun berpindah ke apartemen yang disediakan tim produksi.
"Potong sayurannya, lalu letakan di mangkuk kaca ini," katanya tanpa menoleh.
Meskipun kikuk aku berusaha untuk terlihat bisa diandalakan.
Bagaimana aku memotong selada ini? Seperti ini? Atau seperti ini? Bagaimana dengan tomat cherry ini? Haruskah kupotong juga? Aku berkutat dengan pikiranku.
Jimin Part
Aku menunduk melepaskan tali apronku dan tersenyum puas akan hasil kerjaku. Tapi, apa yang terjadi? Gadis itu tampak melamun memandangi mangkuk kaca dan sayuran yang sudah dicucinya. Baru pertama kali ini aku melihat ada orang yang begitu kikuk seperti robot. Dalam hati aku geli sendiri, tanpa kusadari aku justru tersenyum melihatnya.
Lisa Part
Tiba-tiba aku merasakan hembusan napasnya di atas kepalaku. Ia mengambil pisau di tanganku dan meletakannya di meja. Aku berbalik ingin protes, tapi tertegun karena posisi kami yang sangat dekat. Aku mendongkakan kepala lalu menyesali perbuatanku ini.
Kami tertegun untuk entah berapa lama. Dalam hati aku merutuki kebodohanku karena sudah kecolongan. Pasti ini salah satu triknya lagi untuk mendapatkan scene yang bagus.
Jimin Part
Pipinya penuh seperti buah plum. Mulus dan merona. Saat ia mendongkakan kepalanya dan menatapku seperti anak kecil membuatku kaku. Biasanya aku akan memikirkan langkah apa yang harus kulakukan. Berbeda dengan kali ini. Sungguh, tidak ada niat untuk mengerjainya. Kalau ini kuakui terjadi karena kebetulan.
Aku tersenyum tipis setelah berhasil memahami situasi kami yang canggung.
"Kau hanya perlu mencabiknya dengan tangan. Masukan juga tomat cherrynya," kataku.
Lisa hanya diam mengangguk. Sama sekali tidak mau melihatku, sepertinya ia kesal karena terlihat tidak bisa apa-apa.
Aku mengacak rambutnya berusaha untuk mencairkan suasana, "kerja bagus," pujiku.
Mungkin dengan yang satu ini kami tidak akan terlihat ada jarak di depan kamera.
*******
Kami duduk di meja makan. Aku mengambil piring Lisa dan memotong steak untuknya. Kemudian menyendokan salad ke piringnya.
Lisa menusuk potongan steak dan memasukannya dalam mulut.
Matanya terbelalak, begitu berbinar. Dari sekian ekspresinya inilah ekspresi jujur yang kulihat selama kami berinteraksi.
Aku urung memotong steakku dan tersihir pada tingkah lakunya. Melihatnya menyantap makanan yang sudah kumasak jauh lebih membahagiakan daripada pujian. Ia tidak mengatakan apa pun untuk membuatku senang, tapi aku tahu ia menyukai masakanku. Ia jatuh cinta pada masakanku, dan itu sudah cukup untukku.
********
"Terima kasih," wajahnya bersemu merah, "biar aku saja yang mencuci piringnya."
Aku mengangguk mengikuti kemauannya.
Sementara Lisa sedang mencuci piring, aku duduk di meja makan mengamatinya. Ia tampak serius seperti sedang mengerjakan rumus matematika aljabar. Aku menunggunya sampai selesai sambil otakku berpikir apa yang harus kami lakukan setelah ini untuk membakar kecanggungan.
Lisa Part
"Pelan-pelan..." ancamku.
"Cerewet. Ini sudah pelan."
"Aauhwwww..." aku mengernyitkan dahi menatapnya seperti seorang penjahat. Apalagi setelah menerima sebuah cubitan di pipiku.
"Apa kau harus menatapku seperti itu?" tanya Jimin.
Aku mengangguk dengan tegas.
"Baiklah, kali ini aku tidak akan melepaskanmu. Akan kubalas dengan sepenuh hatiku," ujarku.
Jimin bergulung di lantai sambil tertawa keras.
Aku menepuk kakinya, "ayo ini pertempuran hidup dan mati."
Bukannya segera bangun ia justru tertawa dengan lebih keras.
"Aku sampai mengeluarkan air mata. Lisa kau terlalu serius!"
Aku tidak menggubrisnya dan melanjutkan permainan. Kalau sudah asik dengan game, terkadang aku terlalu bersemangat.
Jimin duduk di sampingku dan mengambil pistolnya lalu mengarahkannya ke layar, "ready?"
Aku mengangguk tanpa menoleh. Aku membidik penjahat yang bersembunyidi belakang tank dan melangkah dengan sigap, dan inilah aktivitas yang kami lakukan selama dua jam.
"YESS!" Akhirnya aku menang juga. Aku bersorak senang. sayangnya tidak ada tanggapan sama sekali. Semua terasa sepi. Aku menoleh, ternyata Jimin sudah tertidur dengan pistol di tangannya di sofa. Aku pun berbaring sambil tetap bermain. Beberapa kali aku menguap, tapi aku berusaha dengan keras untuk menghalau rasa ngantuk.
Begitulah yang kami tampakan di layar tv.
Jimin Part
Satu minggu kemudian.
"Kalian mesra sekali..."
Aku melemparkan bantal pada Jin yang duduk bersila di sofa. Ia menunjuk pada layar televisi sambil berteriak memanggil lainnya,"hey anak-anak," katanya meniru Leader kami, "lihat ini! Jimin dan Lisa tidur bersama!"
"APA?" Ho Seok langsung berlari dari dalam kamar, "mana?" tanyanya.
'OMG.Heol Man, kau berpura-pura tertidur, kan?"
Aku menggelengkan kepala sembari tersenyum.
"Aku benar-benar mengantuk."
"Aneh sekali. Kau,kan orang yang paling aware dengan penampilanmu. Aku tidak menyangka kalau kau akan mau disyuting dalam keadaan tidak sadar. Wajahmu saat tidur itu jelek sekali, Hyung,"
Cukup dengan mendengar kata-katanya saja, aku sudah tahu siapa yang bicara.
"Taehyung, jangan bicara seperti itu pada Hyungmu," timpal Ho Seok, "dia memang jelek.Kasihan dia."
Aku akan meninjunya kalau saja Jin tidak memotong kata-katanya.
"Sepertinya kau mulai merasa nyaman berada di dekatnya."
Aku terdiam. Apa maksudnya?
"Dalam keadaan tidur pun aku terlihat sempurna. Untuk apa mengkuatirkan hal seperti itu?"
"Kau selalu marah saat aku mengambil gambarmu yang sedang tidur. Bahkan untuk variety kita pun...." timpal Taehyung.
"YAA TAEHYUNG!" Aku langsung melompat dan menindih tubuhnya di sofa, "mampuslah Kau hari ini," kataku meninjunya.
"Hyung, tolong aku," rengeknya. Ho Seok dan Jin hanya tertawa melihatnya dikerjai olehku.
************
Untuk Reader, baca juga list cerita yang lainnya. Makasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE VIRTUAL
ФанфикJimin, lelaki playboy dari boygroup terkenal. Ia bukanlah tipe orang yang takut pada apa pun. Kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah ekspresi isi hatinya. Ia ingin menjadi orang seperti itu dalam kehidupan sehari-harinya. Hanya sayang, pekerjann...