Lisa Part
Bodohnya aku.
Rose. Dia tentu bisa membaca sikapku yang aneh. Jimin benar, tidak mungkin sahabatku sendiri tidak membaca perasaanku.
Atau aku yang terlalu naif?
Rose memelukku dari belakang. Ia menatapku dari cermin yang ada di meja riasku.
"Aku mencintaimu, Lisa."
Aku mengusap punggung tangannya. "Aku juga."
"Sejak kapan?"
"Apanya?"
Aku mengubah posisi duduku.
"Kau dan Jimin."
Sejak kapan ya? Aduh. Kapan, ya. Aku berpikir keras, ide apa pun yang mungkin bisa kuberikan.
"Saat kalian meeting untuk proyek Love Virtual?"
Aku mengangguk cepat.
"Dia baik padamu, kan?"
Aku mengangguk.
"Kau kok bisa luluh?"
"Dia jago gombal." Spontan saja itulah yang teringat kalau namanya terdengar.
"Hah..." Rose heran, "kayaknya, dia sama sekali tidak sesuai dengan gambaran lelaki yang bisa kau sukai. Apalagi..."
"Kudengar dia..."
"Playboy," tebakku. Memang benar, kok. Dia playboy, suaraku terdengar dalam kepala.
Rose mengangguk dengan pelan. Tampak memeriksa ekspresiku.
"Gombalannya memang banyak sekali. Kadang aku ingin muntah. Apalagi senyumannya itu, kadang terlihat meremehkan, kadang terlihat bengal, sometime nakal, kadang...." aku berhenti lalu meneruskan kembali, "tulus."
"Kadang aku masih meraba-raba kapan ia serius. Kapan ia sedang dalam mode playboy? Kapan ia berpura-pura tidak tahu apa-apa dengan image brengsek agar orang lain tidak bisa menebak isi kepalanya."
Rose terlihat takjub mendengarkan jawabanku yang aku sendiri pun baru menyadari keluar begitu saja dari mulutku.
"Kuharap kau bahagia, Lisa." Matanya berair.
"Hei....!" godaku.
Ia tertawa sembari menangis. "Aku pikir, aku akan kehilanganmu. Aku takut, aku mungkin menyakitimu Lisa..." tangisnya pecah.
Aku merasa ada jarum tipis yang menggelitik hatiku. Bisa-bisanya aku menyakiti Rose. Aku lupa kalau kami sudah bersahabat lama sekali. Ikatan kami kuat hingga ia bisa mencurigai percikan yang kusembunyikan selama ini. Aku sudah berdosa padanya. Aku tidak sadar. Cinta bertepuk sebelah tangan sudah memejarakanku dalam hayalan 'versi korban'. Padahal, akulah pelakunya. Rose pasti merasa dilema selama ini. Bukan salahnya jika Jungkook tidak menyukaiku dan malah menyukainya.
"Kau menangis juga...." lirih Rose.
"Kau menangis, sih..."
Jenny mendorong pintu kamarku yang tidak terkunci dengan kakinya. Tangannya kanannya memegang pisau, sedangkan tangan kirinya memegang HP.
"Brengsek...Ashole!"
Ia menatap pada kami. Keningnya berkerut. "Apaan sih kalian ini. Habis nonton drama, ya?" Tanpa mengetahui apa pun.
Pemandangan mencengangkan seperti apa ini? Pisau di tangan Jenny berkilau-kilau di bawah lampu. Ekspresinya? Jangan ditanya lagi. Bisa saja kami berlari kalau tidak hapal dengan garangnya Jenny.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE VIRTUAL
FanfictionJimin, lelaki playboy dari boygroup terkenal. Ia bukanlah tipe orang yang takut pada apa pun. Kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah ekspresi isi hatinya. Ia ingin menjadi orang seperti itu dalam kehidupan sehari-harinya. Hanya sayang, pekerjann...