Jimin POV
Aku meletakan tangan kiriku di sisi jendela mobil Lisa. Kemudian, memeriksa reaksinya, mungkin siapa tahu aku bisa membaca pikirannya. Namun, malah aku yang terbata-bata. Bola matanya yang bulat besar mengarah padaku atau mungkin ia yang sedang mencoba membaca pikiranku? Pikirku
"Apa??" suara ketus Lisa terdengar.
Angin malam meniupkan rambutnya yang hitam ikal. Tangan kananku reflek menghalangi sapuan angin agar tak menyibakan rambut Lisa lalu sebuah senyumku begitu saja terbit. Lisa menatapku. Ia tampak kikuk.
"EHEM..."
Wajah malu Lisa langsung ditarik masuk ke dalam mobil. Manajerku yang berdehem barusan berhasil membuatku tersadar kalau moment ini sangatlah aneh. Ya. Aneh.
Aneh kalau Lisa marah hanya karena aku pernah memujinya. Aneh karena ia terlihat tak percaya padaku. Aneh. Karena, matanya begitu cantik. Cantik. Cantik sekali.
Jimin POV
Di apartemen, aku dan Taehyung yang tidak ada kegiatan bermalas-malasan.
"Cantik, kan?" Taehyung merujuk pada selebriti yang main dalam drama favoritnya.
"Iya, cantik," kataku tanpa berpikir. "Ehh..." aku memukul pelipisku sendiri. "Siapa?"
"Yoona Nunna..."
Aku mengangguk walau tak mengerti.
"Senyumnya indah sekali," celoteh Taehyung, "dan matanya..."
"cantik," lanjutku.
"Kau juga ngefans sama Yoona Nunna?"
Aku tersenyum sendiri sembari menggelengkan kepala. "Aku pasti sudah tersihir. Tidak seharusnya. Ya, kan?"
"Apa? Kau menyukainya?" tanya Taehyung yang tentu saja tak paham alur perkataanku.
"Aku hanya kagum pada ciptaan Tuhan. Tidak lebih." Aku berbaring di sofa menghadap pada langit atap. Aku mengubah posisiku menyamping menghadap Taehyung. "Tampar aku."
PLAKK
Aishh. Sialan! Dia benar-benar menamparku.
Taehyung sadar ekspresiku secara jelas mengatakan pukulannya sangat sakit.
"Kau yang minta," elaknya. Ia terdiam sebentar sebelum melanjutkan, "kau bukan tipenya."
"Ya. Kau benar." Aku meluruskan lagi punggungku. "Begitu juga denganku."
"Hanya orang munafik yang bilang tidak tergila-gila pada kecantikan Nunna," kata Taehyung.
"Aku adalah paman kaki panjang," kataku.
"Kaki panjang? Apaan sih? Sejak kapan kau dekat dengan Yoona Nunna?" selidik Taehyung.
"Ahh, sudahlah..."
Jenny POV
Aku mendongkakan badan. Kedua tangan ada di pinggangku.
"Cepatlah pergi. Setelah makan..."
"Jenny..." ibuku menegur. "Masa ngusir sepupu sendiri. Mom yang ngundang Jimin ke sini."
"But, Mom.." protesku. Aku menoleh pada Lisa yang tersenyum berusaha menyembunyikan kekuatirannya.
"Happy birthday, Aunty," Jimin memeluk ibuku.
Aku menghela napas.
Jisoo yang berdiri di samping Lisa hanya tersenyum tipis melihat ekspresi jutekku.
Aku tidak membiarkan Jimin sendirian. Aku akan mengekornya ke mana pun.
"Kau akan terus clingy?" sindir Jimin. Di sofa, di teras, di taman, aku selalu muncul di sampingnya.
"Jangan banyak omong dan diam saja," jawabku kesal.
"Siapa?" Jimin ternyata tidak memperhatikanku. Matanya mengarah kepada seseorang.
"Dia si anak pengusaha manja itu?"
"Dia temanku," jawabku.
"Sejak kapan?"
Aku menghela napas. "Dia anak teman mommy so of course..."
"Bahasa Korea," potong Jimin.
"Aku tak sabar. "Emang why?"
Jimin menatap lurus meninggalkan monologku yang sia-sia. Ia melangkah lebar ke arah. "Oh, MY..." Bisa-bisanya aku malah jadi narator. Aku langsung berlari kecil sembari memanggil sepupuku yang nakal ini.
Lisa POV
"Ayahku dan ayahmu kolega dekat. Mereka sudah lama berbisnis."
"Ahh..." Jisoo Unni manggut-manggut. Aku tahu Jisoo Unni merasa sungkan. Manajer kami sedang duduk di Tengah, menjaga batas. Manajaer kami tak bisa tegas karena ini adalah acara ultah ibu Jenny Unni, tak ingin menciptakan drama.
Laki-laki tak dikenal ini mendongkakan kepala. Raut wajahnya kesal. "Bisa minggir?" tanyanya dingin pada manajer kami.
"Ya?" manajer kami menjawab.
Aura diantara kedua laki-laki itu aneh.
Lelaki yang datang ini menggeser kursinya dan duduk santai menghadap Jisoo. Ia tersenyum lebar, tak sungkan mengulurkan HP-nya kepada Jisoo.
"Boleh kan aku minta nomormu?"
Jisoo menoleh padaku. Tampak bingung sekaligus sungkan.
Manajer kami tampak kesal. Ia menatap lelaki itu tajam.
"Aku bisa berikan nomor. Kau bisa menyimpan nomorku," tawar manajer dengan nada sabar.
"Suts...!" sela lelaki itu. Raut dan gesturenya tampak meremehkan. Ia bahkan tak mau menoleh atau melirik lawan bicaranya.
Aku menoleh ke kiri dan kanan, mencari si tuan rumah supaya mengeluarkan kami dari situasi ini.
"Di sini kau rupanya."
Aku membelalakan mata. Jimin berdiri menghalangi lelaki yang sedang duduk itu. Ia membelakangi wajah congkak pemuda itu, "yuk, auntyku mencari kalian. Dia bisa mengomeliku kalau kalian tidak segera menemuinya."
Jimin menggerakan kepalanya, memberikan kode supaya aku dan Jisoo mengambil kesempatan itu. Aku menarik tangan Jisoo Unni dan berjalan ke arah Jenny Unni yang datang dari arah berlawanan.
"What are u doing!" terdengar bentakan pemuda itu.
Aku menoleh kepada tiga orang pria tersebut. Jimin menatapku dalam. Ia mengibaskan tangannya lalu ekspresinya berubah cengengesan.
"Maaf Bro..." Ia merangkul pemuda tak sopan tadi. Agak memaksa sih karena pemuda narsis itu tampak tak suka.
Jimin POV
"Sabar-sabar, Hyung..." aku menepuk punggung manajer Blackpink. Pemuda yang usianya beberapa tahun di atasku itu menggelengkan kepala.
"Ekspresinya itu sombong sekali!"
Dengan kompak, kami melihat ke arah yang sama. Pemuda itu tersenyum sinis sembari mengangkat gelas. Ia memiringkan kepala, menatap kami seperti berusaha menantang.
Aku tertawa, "bukankah di cute?"
"Heh??"
"Seperti bocah yang pamer permen ayahnya," lanjutku membuat pemuda yang tadinya kesal ini terbahak sampai suaranya menjadi pusat perhatian.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE VIRTUAL
FanfictionJimin, lelaki playboy dari boygroup terkenal. Ia bukanlah tipe orang yang takut pada apa pun. Kata-kata yang keluar dari mulutnya adalah ekspresi isi hatinya. Ia ingin menjadi orang seperti itu dalam kehidupan sehari-harinya. Hanya sayang, pekerjann...