Saling Bertolak belakang

148 24 0
                                    

Lisa Part

Jimin memasang headset di telinganya dan menganggguk-angguk mengikuti musik yang mengalun.

"Jimin, kau mendengarkanku?" tanyaku.

Ia bergoyang-goyang. Aku pun mendorong bahunya.

Ia hanya menoleh padaku sekilas lalu melanjutkan lagi kesenangannya.

"Berarti kuanggap kamu setuju untuk ke restoran di atas pencakar langit yang berada di ....."

Ia langsung menarik tab-ku dan menjentikan jemarinya di layar.

"Tidak menarik.."

Aku menarik headsetnya dan memicingkan mataku. Seseorang sedang berbohong di sini dengan berpura-pura memakai headset.

"Kupikir kau sedang mendengarkan lagu."

"Memang. Kembalikan!" Jimin mengambil headsetnya kembali.

"Seriuslah Jimin..."

"Umurmu dan umurku memiliki jarak yang lumayan jauh. Panggil aku dengan sebutan yang pantas."

Aku menghela napas,"Fine. Oppa, apakah kita akan makan di resto...."

"Tidak!" jawabnya cepat.

"PD memberikan beberapa rekomendasi. Kita bisa pilih sendiri, tapi kalau bingung mereka yang akan memutuskan. Jadi, Oppa, tempat apa yang ingin kau kunjungi? Pilihlah satu diantara list ini. mereka sudah mengurus perizinnannya...."

"Tidak ada yang menarik. Bagaimana kalau makan di apartemen kita saja?"

Aku menggeleng dengan cepat. Terakhir kali aku seperti orang bodoh karena tidak bisa memasak.

"Ehm, bagaimana kalau ini?" tunjukku pada sebuah restoran.

Jimin duduk di sampingku dan melirik pada restoran yang kutunjuk.

"Ehhemmmm...." manajerku berdehem. Dari tadi ia dan staf lainnya juga ada di dalam ruangan menyaksikan perdebatan kami.

"Restoran Orange. Ini bagus."

Aku mengangguk karena terlalu malas berpikir dan sebisa mungkin memperkecil konflik diantara kami.

"Baiklah," jawabku.

Jimin Part

Aku tersenyum penuh arti. Gadis ini pasti tidak menyangka kalau ia akan terjebak di tempat ini.

"Sebelah sini," kata pelayan yang mengenakan kostum drakula.

Lisa mendongkakan kepalanya melihat ke arahku seperti tatapan ingin membunuh.

"Hem? Kenapa?" tanyaku pura-pura tidak mengerti.

"Kau sengaja kan melakukan ini?" bisiknya.

Aku menyodorkan lenganku. Tanpa ekspresi bahagia. Bahagia karena bisa mengerjainya.

Dia tidak menyangka kalau restoran tempat yang kami kunjungi ini memiliki konsep horor.

Kami berjalan mengikuti pelayan melewati lorong redup. Pada dinding terdapat lukisan wajah menyeramkan. Belum lagi suara-suara sayup yang terdengar mengganggu. Aku melirik pada Lisa yang masih belum menunjukan ekspresi berarti.

"Arghhhhhhh........"

Nah, inilah yang kutunggu, kataku dalam hati.

Sosok Zombie keluar dari dinding dan melewati kami. Lisa langsung melompat ke belakang punggungku dan menundukan kepalanya. Tangannya meremas lenganku sehingga rasanya perih sekali.

"Brengsek!" umpatnya. Aku yakin suaranya terekam di kamera.

Aku tertawa, dan sedikit bergeser hingga membuatnya bertambah histeris.

LOVE VIRTUALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang