"Mama sudah bilang berapa kali, kalau tugas itu hati-hati, badannya dijaga! Masih kurang apa luka ditubuh kamu itu, Nana? Baru sembuh kena tusuk, sebelumnya sudah kena serempet peluru, nyaris kena parang, sekarang apa? Kegores pisau beracun? Untung cepat tertangani, kalau enggak?!" omel Kinanti saat ia melihat anak gadisnya barusaja membuka manik matanya. Kirana tersenyum tipis, wajahnya masih nampak pucat dan tubuhnya masih terasa lemas, mungkin karena efek racun yang sempat masuk kedalam aliran darahnya akibat goresan belati dari perampok yang sempat ia lumpuhkan kemarin. "Kamu ini anak cewek, tapi kelakuannya udah kayak anak laki-laki! Abang kamu aja kayaknya nggak gini-gini amat deh! Emang, anak sama papa sama saja!" lanjut Kinanti seraya melirikkan manik matanya pada Samudera yang berdiri tepat dibelakangnya. Samudera tersedak salivanya sendiri, ia dan Kirana saling menatap penuh arti sebelum pria setengah baya itu mendekati istri tercintanya dan melingkarkan kedua tangan kekarnya di pinggang Kinanti hingga ke perutnya, memeluk tubuh ramping Kinanti posesif. Samudera segera melayangkan kecupan mesranya di pipi kanan Kinanti sebelum menenggelamkan kepalanya di ceruk leher sang istri.
Melihat kemesraan kedua orang tuanya, Kirana mencebikkan bibirnya. MEmang sudah menjadi pemandangan setiap harinya, ia melihat kemesraan kedua orang tuanya. "Iya udah, mesra mesraan aja terus, nggak apa-apa kok sumpah nggak apa-apa. Ini manikin kok bukan orang,"cibir Kirana yang membuat Samudera melonggarkan pelukannya dari tubuh Kinanti.
"katanya tadi minta dibantuin, udah dibantuin malah ngatain, maunya apa Nona muda?" kesal Samudera yang segera mendapat pelototan tajam dari Kinanti. Melihat tatapan sang istri, Samudera segera memberikan cengiran kudanya pada Kinanti dan kembali memeluk tubuh sang istri lebih erat lagi.
"Jangan ngomel terus, sayang. Anak kita baru saja sadar, jangan sampai karena omelan kamu dia balik pingsan lagi," ucap Samudera asal. Kinanti kembali mendengus kesal sebelum akhirnya mengambil sarapan yang sudah tersedia sejak tadi diatas nakas.
"Kata dokter kalau sudah sadar boleh makan, ini kamu minum dulu teh madunya, terus makan," ucap Kinanti berubah lembut. Tatapannya kemudian kembali tertuju pada pintu ruang perawatan Kirana yang terbuka, menampilkan Chandra yang berdiri diambang pintu sebelum akhirnya masuk dan memberikan salam pada Kinanti dan juga Samudera.
"Abang dari kantor?" tanya Samudera saat melihat Chandra masih nampak lusuh dengan mata yang nampak sayu itu. Chandra mengangguk seraya meletakkan tiga bungkus lontong opor yang sekalian ia beli sebelum ia sampai di rumah sakit tadi.
"Kenapa lagi sekarang lo?" tanya Chandra seraya menatap Kirana. Gadis itu memberikan cengiran kudanya dan mengacungkan jempolnya. "Aman, Bang. Tenang," ucapnya. Chandra menggelengkan kepalanya dan membuka selimut yang menutupi tubuh Kirana dan mulai membuka bekas luka di perut Kirana.
"Apaan sih Bang?" kesal Kirana saat Chandra menatap luka Kirana seolah tanpa berkedip. Chandra mendongak, menatap Kirana lalu menggedikkan bahunya acuh.
"Lo masih beruntung, racunnya nggak mematikan karena sepertinya orang yang nusuk lo Cuma pake dosis sedikit. Tapi beberapa hari kedepan lo bakalan masih ngerasain pusing dan mual, tenang aja, itu efek dari racunnya. Sejauh tubuh lo masih bisa digerakin dan seluruh organ vital nggak ada masalah sih aman. Banyakin minum air kelapa aja. Tuh gue bawain tadi," ucap Chandra acuh seraya duduk di bangku sebelah brangkar. Kirana menatap Chandra tak percaya dan memberikan tepuk tangannya.
"Sumpah, lo canggih banget, Bang! Yang lo bilang bener semua. Gue masih pusing dan rada mual. Kira-kira racunnya jenis apa, Bang?" tanya Kirana kemudian.
Chandra kembali menggedikkan bahunya seraya mengambil dua bungkus lontong opor yang ia beli tadi dan memberikannya pada Samudera dan juga Kinanti.
"Kalau mau tahu, gue harus cek lebih jauh, tapi kayaknya nggak penting karena yang terpenting buat gue, lo selamat," jawab Chandra seraya menyuapkan makanan pertamanya pagi ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission X √ TAMAT
AcciónTugas negara adalah sebuah kehormatan setiap prajurit, untuk itu tugas harus diselesaikan dengan baik, benar, sempurna, tanpa cacat. Tidak ada kata ragu saat langkah ini terus menapak maju, mengangkat senjata demi melindungi orang orang yang dicinta...