Arya mulai mondar mandir di dalam sebuah kamar yang menyerupai ruang kerja. Ia duduk sejenak, mengetuk ngetukkan tiga jarinya di atas meja kerjanya sebelum akhirnya kembali berdiri. Ia sedikit tersentak saat mendengar beberapa kali suara tembakan dengan sangat jelas. Arya menggeram kesal, ia nampak gelisah dan tidak tenang. Netranya kemudian mndongak menatap pintu ruang kerjanya yang di buka oleh seseorang.
"Bagaimana," tanyanya cepat. Alvin menganggukkan kepalanya. "Mereka hanya para tawanan yang pernah kita jadikan kelinci percobaan. Mereka mulai menyerang dan memprotes tindakan kita, Prof. Mereka berjumlah delapan orang dan seluruhnya sudah kami amankan, selanjutnya, kami minta petunjuk dari Profesor bagaimana kelanjutan nasib mereka," tanya Alvin. Arya menghembuskan nafas panjang lalu menatap tajam ke arah Alvin.
"Bereskan saja," ucapnya singkat. Alvin mengangguk, seolah tahu maksud dari Arya tersebut. Sebelum Alvin menutup pintu ruang kerja Arya, pria setengah baya itu kembali memanggil Alvin. "Bagaimana dengan Soleh? sudah mendapat titik terang keberadaannya? Aku dengar anak buahmu gagal karena ada pihak yang menolong Soleh di rusunawanya?" tanya Arya. Alvin membentuk sikap sempurna dan mendongak menatap Arya.
"Orang yang menolong Soleh masih kami telusuri, Prof, kami hanya berharap mereka bukan aparat, karena keadaan akan semakin rumit jika mereka aparat," ucap Alvin. Arya menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu, segera luncurkan rencana selanjutnya, sasar dua tempat yang lebih besar sekaligus. Setelah ini saya akan menemui Kemenkes untuk melobi pembicaraan tentang vaksin dan obat dari penyakit misterius itu," ucap Arya dengan senyum seringainya. Ia kemudian berdiri dan membenarkan posisi jas yang ia kenakan.
"Tuan Erlan bagaimana, Prof?" tanya Alvin kemudian.
"Satukan saja dengan Mutia dan Laura, biarkan mereka berada pada satu ruangan yang sama, waspada saja terhadap penyusup. Sepertinya alangkah lebih baiknya jika segala hal yang berhubungan dengan Proyek Miangas kita musnahkan. Laboratorium dan juga Camp kita di Miangas, bakar saja. Musnahkan," ucap Arya seraya berjalan keluar dari Villa miliknya tersebut. Alvin sedikit terkejut dengan keputusan yang diambil oleh Profesor tersebut.
"Bagaimana dengan laboran dan juga beberapa masyarakat yang masih ada di sana, Prof?" tanya Alvin. Arya berhenti sejenak, menatap Alvin tajam dengan rahang kokohnya yang mengeras.
"Saya tidak ingin orang lain terlebih aparat dan pemerintah menemukan bukti mengenai Pulau Miangas, terlebih terkait dengan M95 ini, ambil semua obat yang ada di sana dan vaksinnya, selebihnya, musnahkan! Bereskan semuanya, mengerti!" tegas Arya sebelum langkahnya berjalan semakin cepat. Alvin memberikan hormatnya pada ARya setelah mengantarkan pria setengah baya itu, ia segera masuk ke ruang perawatan Airlangga, menurunkan pemuda yang masih nampak lemah itu dari brangkar dan menyeretnya ke sebuah ruangan yang berada di bawah tanah.Ruangan yang tidak begitu besar, lembab, dan pengab.
"Akh!" Airlangga memekik saat tubuhnya mendarat bebas di atas lantai bersama dengan Mutia. Mereka lalu menutup kembali ruangan kecil tersebut dan menguncinya dari luar.
"Profesor memerintahkan lakukan pemusnahan terhadap Proyek Miangas sekarang, selain kalian, tidak ada warga dan ilmuan serta laboran yang boleh keluar dari Pulau tersebut, selesaikan segera, buat seakan-akan terjadi kebakaran hutan," ucap Alvin dalam sambungan teleponnya dengan seseorang.
***
"Mbak Nana, gue udah nemu lokasi terakhir Mas Erlan," celetuk Galang seraya menunjukkan laptopnya pada Kirana. Gadis itu menatap tajam laptop dihadapannya dan menghembuskan nafas kasar. "Lokasi Mas Erlan, sama persis dengan lokasi GPS terakhir mobil yang disebutin Gian tadi," ucap Galang.
"Tapi ini mobilnya gerak, cuk! Kemungkinan mereka bergerak," ucap Gilang.
"Mobilnya emang gerak, cuk, tapi posisi pelacak yang di tembakkan ke tubuh Mas Erlan tetap ada di sini, posisinya masih sama, cuk," ucap Galang seraya menunjukkan posisi pelacak milik Airlangga. "kemungkinan mobil tersebut pergi menemui seseorang, bisa lo lacak nggak?" tanya Gian. Gilang menganggukkan kepalanya, dengan mudah pemuda itu kembali mengotak atik laptopnya, mengambil gambaran visual dari beberapa cctv yang terlewati mobil tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission X √ TAMAT
AçãoTugas negara adalah sebuah kehormatan setiap prajurit, untuk itu tugas harus diselesaikan dengan baik, benar, sempurna, tanpa cacat. Tidak ada kata ragu saat langkah ini terus menapak maju, mengangkat senjata demi melindungi orang orang yang dicinta...