"Turun dan letakkan tangan di atas kepala!" Suara baritone itu terdengar sangat mengerikan di hari yang mulai menggelap karena senja mulai menyapa itu. Laki-laki berjas hitam itu menodongkan pistolnya tepat di kepala Chandra saat ia berusaja membawa Mutia untuk berguling ke arah lain, berlawanan dengan mobil yang kini sudah terbakar itu. Chandra memicingkan manik matanya, ia mencoba berpikir bagaimana caranya mengeluarkannya dan juga Mutia dari situasi yang menyebalkan semacam ini. Chandra tidak punya jalan lain selain menyerah.
Bugh!
Pria berjas hitam itu memukulkan senjata yang dibawanya tepat di wajah Chandra hingga membuat kaca mata pemuda itu terpental entah kemana, dengan luka gores yang sedikit mengeluarkan darah di tulang pipinya akibat dari pukulan senjata tersebut. Mutia menatap nanar ke arah Chandra, tubuhnya gemetaran, ia tidak ingin mati sekarang.
"Kau! Serahkan berkas Proyek Miangas sekarang!" titah pria itu. Muatia menudukkan kepalanya, nafasnya sudah terengah-engah, menahan rasa takut dan juga tubuhnya yang telah gemetaran ketakutan.
"Dia tidak akan mungkin dapat menyerahkan apapun itu padamu, Tuan! Dia hilang ingatan!" celetuk Chandra dengan nada bicara yang datar dan netra tajam yang menatap lurus kearah pria berjas hitam itu.
"Hilang ingatan?"
"Iya, dia mengalami kecelakaan yang megakibatkan benturan keras dikelapanya dan berakibat dia kehilangan ingatan," lanjut Chandra dengan nada meyakinkan. Pria itu menatap Mutia tak percaya lalu mendekatkan wajahnya berusaha memindai wajah gadis itu dan mencari celah siapa tahu saja laki-laki dihadapannya itu berbohong.
"Dia tidak ingat apapun, Tuan!" ucap Chandra. Karena merasa kesal, pria itu kembali menodongkan pistol yang dibawanya ke kepala Chandra. Pemuda itu nampak menatap tajam tanpa berkedip saat ia bersitatap dengan pria berjas hitam itu.
"Jangan banyak bicara! Saya bisa meledakkan kepala kamu dan membuang mayatmu disini bersama dengan mobil yang terbakar itu, keluargamu tidak akan mendapatkan kabar apapun dari kamu sampai tubuhmu menjadi abu dan bercampur dengan tanah! Saya tidak segan segan membunuh kalian! Saya tidak suka kebohongan!" tegas pria berjas hitam itu. Chandra menajamkan pandangannya dan memberikan smirk meremehkan pada pria dihadapannya itu. Pemuda itu benar-benar tidak takut mati, padahal nyata-nyata menantang orang-orang itu tidak akan berakibat baik bagi dirinya dan juga Mutia.
"Tembak saja! Yang jelas jika saya mati, anda tidak akan mendapatkan apa yang anda inginkan, Tuan, karena—orang yang dapat memberikan terapi memori pada dia adalah saya!" ucap Chandra penuh menekanan. Pria dihadpannya itu diam sejenak sebelum menggeram kesal. Ia mengumpat sebelum mengambil ponsel pintar dari dalam saku celana kain jasnya dan melakukan panggilan keluar untuk menelpon seseorang. Chandra menatap Mutia yang kini sudah menatapnya lekat. Chandra memberikan isyarat dengan kode tatapan matanya jika Mutia tidak perlu khawatir.
"Profesor bilang, segera bawa mereka! Waktu kita tidak banyak! Lenyapkan saja mobilnya!" titah pria berjas hitam itu pada seluruh anak buahnya yang dengan segera mengikat tangan Chandra dan Mutia di belakang dan membawa mereka ke dalam mobil. Mereka juga menutup wajah Mutia dan Chandra dengan menggunakan sebuah kain yang dibentuk serupa karung yang dimasukkan ke kepala keduanya dan mereka mengikatkan tali dari kain hitam itu di leher masing-masing.
Ketika mobil mulai bergerak, Chandra mencoba untuk berkonsentrasi, menghafalkan jalan dengan cara menghitung. Cara tersebut pernah diajarkan oleh ayahnya, Samudera ketika Chandra dan Kirana masih remaja. Samudera menutup mata kedua anak kembarnya itu dan diminta untuk menghafalkan jalan dari dan menuju rumah dinasnya di asrama dengan mata tertutup.
"Satu..dua..tiga..empat..lima..enam..tujuh..delapan..belok kiri.." lirih Chandra. Ia terus berkonsentrasi menghitung, berharap hitungannya tidak buyar dan hilang karena rasa panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission X √ TAMAT
AksiTugas negara adalah sebuah kehormatan setiap prajurit, untuk itu tugas harus diselesaikan dengan baik, benar, sempurna, tanpa cacat. Tidak ada kata ragu saat langkah ini terus menapak maju, mengangkat senjata demi melindungi orang orang yang dicinta...