"Bagaimana keadaannya?" tanya Arya saat ia berjalan perlahan mengunjungi sebuah kamar yang telah di desain mirip dengan bangsal rumah sakit. Arya menatap pemuda yang terbaring tak sadarkan diri di atas brangkar itu.
"Kami sudah menjahit luka tusuknya dan mengeluarkan peluru yang bersarang di lengannya. Kami juga sudah memberikan antibiotik karena lukanya sedikit infeksi. Suhu tubuhnya masih cukup tinggi, Prof, " ucap salah seorang dokter yang menangani Airlangga. Arya menatap Airlangga dari tempatnya dan mengulas senyum tipis.
"Dia begitu mirip dengan saya sewaktu muda.. " ucapnya kemudian. Ia lalu menoleh ke arah orang yang barusaja mengetuk pintu kamar tersebut, membuat Arya menoleh dan memicingkan netranya pada sosok laki laki berkumis dan berjambang tipis itu.
"Bagaimana?" tanyanya.
"Sepertinya Nona Mutia berhasil menghancurkan laptopnya, Tuan. Memperbaikinya sepertinya butuh waktu, " ucap Wahyu, orang kepercayaan Arya. Pria setengah baya itu menggeram kesal dan mengepalkan kedua tangannya kuat kuat, netranya mulai menajam dengan rahang yang mulai mengeras.
"Anak itu!" geramnya.
Ia kemudian berjalan cepat ke sebuah ruangan tak jauh dari tempat Airlangga dirawat. Arya menatap dua orang perempuan berbeda generasi, Mutia dan Laura sang Mama sedang berpelukan di ujung ruangan. Arya mengambil sebuah bangku dan duduk diatas bangku itu sembari menghidupkan cerutu di tangannya.
"Jangan ganggu anak saya! Dia sudah melakukan apa yang anda mau selama ini, tolong.." ucap Laura memohon. Arya menatap Laura tajam kemudian tersenyum miring menatap kedua perempuan di hadapannya itu. "Entah kenapa, saya selalu merasa bahagia jika mencium aroma aroma ketakutasn seperti aroma yang kalian berdua keluarkan.." ucap Arya
"Saya tidak takut dengan anda!" desis Mutia seraya menatap tajam ke arah Arya, tatapan yang justru membuat Arya terkekeh melihatnya. "Kamu adalah perempuan licik! Kamu pikir saya tidak tahu kamu diam diam menemui Erlan, saya juga tidak percaya begitu saja saat anak buah saya mengatakan jika kamu hilang ingatan," Arya menjeda kalimatnya sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduknya dan berjongkok tepat dihadapan Mutia, tangan kanannya mencengkeram dagu Mutia sebelum akhirnya mendekatkan wajahnya tepat dihadapan Mutia.
"Kamu tidak akan bisa melawan saya, Mutia! Tidak aka nada seorang pun yang mempercayai kata-kata dan juga bukti bukti bodohmu itu!" geram Arya seraya menghempaskan wajah Mutia. Ia kemudian beranjak dari tempatnya menuju ke lantai dua bangunan Villa tersebut.
"Bagiamana, kamu berhasil membeli ponsel dari kekasih Mutia itu?" tanya Arya pada salah seorang anak buahnya yang dengan segera menunjukkan sebuah ponsel dengan logo apel tergigit itu. "Tapi kami belum berhasil membukanya, Prof.." ucap Alvin. Arya kembali menggeram kesal seraya mengambil dan menatap ponsel pintar yang nampak tergores tersebut.
"Usahakan segera dapat dibuka! Saya akan menemui Pak Samsul, sepertinya saya harus segera membicarakan mengenai peluncuran virus ini. Soleh bagaimana? Dia tidak terkena masalah, bukan?" tanya Arya pada Wahyu salah seorang anak buah kepercayaannya.
"Soleh melakukan tugasnya dengan baik sejauh ini, Prof, saya sudah minta dia berhenti dari pekerjaannya sebelum semuanya terbongkar, Prof," ucap Wahyu. Arya nampak mengangguk paham. Ia kembali menghembuskan asap cerutu dari mulutnya dan menatap Wahyu tajam.
"Soleh hanyalah boneka, dia berperan seolah adalah saya untuk mengecoh. Paling tidak kita bisa menyebarkan virus itu tanpa dicurigai sediktpun," ujar Arya.
"Benar, Pak," Ucap Wahyu setengah berbisik.
"Saya sudah mendapatkan telepon dari menteri kesehatan, ada fenomena penyakit baru yang muncul dan mulai viral di kalangan masyarakat karena sakitnya yang bersamaan dan memiliki gejala yang hampir sama.. Kalau begitu, kita sepertinya siap meluncurkan M95 di daerah yang lebih besar," ucap Arya seraya menampilkan senyum seringai yang mengerikan. Ia memandang hiasan bola dunia yang ada di atas meja kerjanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission X √ TAMAT
AçãoTugas negara adalah sebuah kehormatan setiap prajurit, untuk itu tugas harus diselesaikan dengan baik, benar, sempurna, tanpa cacat. Tidak ada kata ragu saat langkah ini terus menapak maju, mengangkat senjata demi melindungi orang orang yang dicinta...