Kirana berlari ke ruang perawatan intensive tempat Airlangga di rawat. Jantungnya seolah berhenti berdetak saat ia melihat Andin berjalan lemah dengan berlinang air mata. Wanita setengah baya itu menyentuh kedua bahu Kirana dan menatap Kirana tepat di kedua manik matanya yang menyorot begitu tajam.
"Temui Erlan, Na.. " lirihnya dengan suara parau. "Temui Airlangga untuk yang terakhir kalinya sebelum alat bantu pernafasannya dilepaskan.. "
Tangisan Andin kembali pecah. Wanita setengah baya itu menghambur ke tubuh Kirana dan memeluk gadis itu erat. Kirana diam membeku ditempatnya. Nafasnya tiba tiba saja terasa begitu berat seperti bagian dari rongga dadanya telah tertimpa beban berat. Gading mendekat lalu menarik Andin kembali dalam pelukannya.
"Om.. "
"Temui dia, Na.. Temani dia.. " ucap Gading dengan suara berat. Kirana mengerjapkan kedua manik matanya memastikan jika semua ini adalah nyata. Gadis itu segera berlari dan masuk ke ruang perawatan Airlangga setelah mengenakan pakaian khusus.
Langkah kaki jenjang Kirana melambat saat melihat tubuh Airlangga masih saja berbaring tidak berdaya di atas brangkar. Kirana segera mendekat dan duduk di bangku tepat di samping ranjang. Gadis itu seketika meraih jemari Airlangga yang teraba semakin dingin itu. Kirana menunduk menempelkan jemari Airlangga tepat di dahinya.
"Mas Erlan.. " lirihnya dan tanpa sadar air matanya pun mengalir tanpa dapat dibendung. " Pertama kali Nana pegang tangan ini dan menciumnya saat kita bertunangan, dan sekarang-- Nana kembali menggenggam tangan Mas dan mengecupnya untuk melepaskanmu pergi.. " Kirana menjeda kalimatnya sejenak, berusaha meraup udara sebanyak mungkin untuk memenuhi paru parunya yang tiba tiba terasa sesak.
"Nana nggak bisa, Mas.. Nana nggak rela lepas Mas Erlan sekarang.. Nana mau Mas Erlan disini.. Misi kita sudah selesai, Mas.. Semua sudah berakhir.. Masih bisakah Nana mengharapkan sebuah keajaiban untukmu, Mas? Nana ingin lihat pemandangan indah sama sama, Nana ingin kita melalui hari hari sama sama, sampai tua bersama.. Nggak seperti ini, Mas.. Tolonglah.. Sadar, Mas.." Lirih Kirana. Air matanya terus turun, mengalir membasahi tangan kekar Airlangga yang ada di genggamannya.
"Mereka bahkan bukan Tuhan.. Kenapa meminta persetujuan untuk melepaskan alat bantu pernafasan itu.. Satu satunya alat yang membuatmu bertahan.. " ucap Kirana. "Rumah sakit adalah tempat yang paling aku benci, terlebih ruangan dingin ini. Situasi dan keadaan ini mengingatkanku saat aku melihat Om Gala terbaring di atas brangkar sama sepertimu. Waktu itu aku kehilangan dia, tapi saat ini aku tidak mau kehilangan kamu, Mas.. Nggak lagi!" Ucap Kirana.
Gadis itu benar benar menangis pilu seperti seorang anak kecil yang kehilangan mainan kesayangannya. Kirana masih menundukkan kepalanya. Menggenggam tangan Airlangga semakin erat. Kirana memekik saat tangan yang ia genggam memberikan responnya walau sedikit. Kirana segera mendongak dan mendekatkan wajahnya pada Airlangga yang nampak masih memejamkan manik matanya. Kirana terkejut saat ia melihat sebulir air mata yang tiba tiba jatuh dari pelupuk mata Airlangga. Kirana cepat cepat menghapus air mata itu dan mengusap wajah pucat Airlangga.
"Mas Erlan kenapa nangis? Mas Erlan kesakitan ya?" tanya Kirana dengan suara parau. Ia kembali mengusap wajah Airlangga dan memandangi wajah tampan itu lekat lekat. "Mas.." gumam Kirana dengan air mata yang kembali meleleh yang kali ini tanpa sengaja membasahi pipi kanan Airlangga.
"Eh.. " Kirana memekik dan cepat cepat menghapus air matanya itu.
"Nana.. "
Kirana terkesiap saat mendengar sebuah gumaman keluar dari mulut Airlangga. Pemuda itu kemudian perlahan membuka manik matanya dan segera menangkap wajah Kirana dihadapannya.
"Nana.. " gumamnya lagi. Kirana kembali menangis haru menyambut Airlangga yang telah sadarkan diri itu. Kirana kembali mendekatkan wajahnya, tersenyum tipis dengan netra berkaca kaca menatap lekat wajah Airlangga. Tangan kiri Kirana mengusap lembut puncak kepala Airlangga sementara tangan kanannya menggenggam erat jemari Airlangga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mission X √ TAMAT
AksiTugas negara adalah sebuah kehormatan setiap prajurit, untuk itu tugas harus diselesaikan dengan baik, benar, sempurna, tanpa cacat. Tidak ada kata ragu saat langkah ini terus menapak maju, mengangkat senjata demi melindungi orang orang yang dicinta...