Chapter 5

528 64 2
                                    


Keesokan harinya, di sisi lain.

"Phi Sing. Kemarin kau pulang jam berapa? Aku menunggumu hingga larut malam Phi" tanya seorang wanita cantik berambut panjang yang sedang berkutat di dapur.

"Aku pulang jam berapapun memang apa urusanmu?" Jawab Singto ketus.

Wanita itu langsung menoleh pada Singto yang tengah duduk di meja makan sambil menyeruput kopinya. "Phi, aku bertanya baik-baik padamu kan. Mengapa kali selalu bersikap seperti ini padaku. Aku ini istrimu, Phi. Bahkan pernikahan kita sudah melewati 1 tahun. Kenapa kau tidak mau berubah?" Ucap wanita itu mulai terisak.

Singto langsung menatap tajam wanita itu. "Aku sudah berbaik hati dengan menikahimu, Nam. Jadi jangan menuntut lebih dari itu. Masih baik kau tidak segera ku ceraikan. Kau dan keluargamu kan yang menginginkan pernikahan ini. Jadi terima saja bagaimana pun sikapku. Dan jangan mencampuri urusanku"

"Satu tahun Phi. SATU TAHUN !! Apa tidak ada sedikitpun kau memiliki rasa padaku. Bahkan menyentuhku saja kau tidak pernah. Aku ini istrimu Phi" , wanita tersebut mulai berteriak dan menangis.

"Aku tidak pernah menginginkan pernikahan ini. Menyentuhmu? Bahkan sebenarnya untuk melihatmu saja aku tidak sudi. Sialan, kau merusak pagiku dengan drama murahanmu ini. Aku berbuat baik padamu hanya sebuah formalitas jika didepan keluargamu. Selebihnya jangan berharap lebih. Kau bisa mengatakan sikapku ini pada keluargamu. Dengan begitu aku bisa lebih leluasa untuk lepas dari wanita sepertimu !" Sentak Singto . Dia langsung bangkit dan menyambar jasnya di kursi. Berjalan keluar rumah dengan emosi yang meluap.

Sedangkan wanita itu, dia adalah Namtan. Istri Singto. Jangan kalian kira pernikahan mereka adalah proses yang terjadi seperti pada umumnya. Pernikahan ini hanya terpaksa. Ada sesuatu yang terjadi. Namtan hanya bisa menangis. Bagaimana mungkin dia mengatakan sikap Singto pada keluarganya. Tentu dia tidak ingin kehilangan Singto.

.

Sementara Singto berdiam diri di mobil. Dia memukul stir mobilnya dengan kencang. "Aarkkhh!!! Sialan" . Nafasnya memburu, emosinya tak tertahankan. Dia memijit keningnya pelan.

Pikirannya melayang ke kejadian 2 tahun silam. Seharusnya malam itu dia tidak pergi ke bar dengan teman-temannya. Seharusnya dia tidak pulang terlalu malam. Seharusnya dia mendengarkan Pho-nya untuk tidak keluar rumah.

Namtan adalah anak dari koleganya. Dia sudah menyadari saat pertama kali bertemu dengan koleganya yang mengajak serta anaknya itu. Namtan tertarik padanya. Setelah pertemuan itu, Namtan sering datang hanya untuk mengajak makan siang atau bahkan keluar bersama.

Tentu saja dia sering menolak. Bahkan entah bagaimana caranya Namtan bisa memiliki nomor ponselnya. Sungguh, Singto tidak tertarik dengan hal-hal seperti itu. Dipikirannya hanya kerja kerja dan kerja. Meskipun dia sering keluar masuk bar dengan temannya. Dia tidak pernah yang namanya menyewa jalang disana. Dia minum hanya untuk bersenang-senang.

Hingga pada saat malam itu. Dia memutuskan untuk pergi ke bar dengan teman-temannya. Pho Singto sudah mengingatkan untuk tidak pergi. Karena perasaan Pho-nya tidak enak. Namun Singto bersikeras pergi. Dan menenangkan Pho-nya jika tidak akan terjadi apa-apa.

Saat di bar. Entah bagaimana caranya dia mabuk berat. Terakhir kali yang dia ingat. Teman-temannya pamit pulang duluan. Dan dia ingin pergi ke toilet. Lalu kepalanya terasa berputar dan seketika semuanya gelap.

Keesokan paginya saat dia membuka mata. Betapa terkejutnya ia melihat dia sudah ada di atas ranjang bersama seorang wanita yang sedang menangis tersedu di sisi lain ranjang. Dan orang itu adalah Namtan. Melihat tubuh keduanya yang tak memakai pakaian sama sekali. Pikiran Singto mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Namun tidak bisa..

(Singto-Krist) - PILIHAN HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang