Chapter 30

397 50 0
                                    

Tok tok tok

Suara ketukan pintu terdengar malam itu. Tak berapa lama pintu terbuka.

"Krist kau kenapa??" Pekik sang pemilik rumah ketika melihat keadaan sahabatnya yang tak karuan.

Krist langsung memeluk First. Dia sempat linglung dalam perjalanan tadi. Dia bingung ingin kemana dan dipikirannya hanya ada rumah First. Dia menangis sesenggukan dipelukan First.

"Katakan padaku kau kenapa Krist?"

Karena tak kunjung mendapat jawaban. Akhirnya First mengajak Krist untuk masuk ke dalam. Tak berselang lama muncul ibu First dari dalam rumah. "Loh Krist kenapa?" Tanya Ibu First sedikit panik.

Krist tersenyum kearah Ibu First meskipun air matanya terus mengalir. "Krist tidak apa. Hanya sedang ada masalah saja Mae" ucap Krist pelan. Ibu First melihat ada koper yang tergeletak di sana. Lantas dia tersenyum. "Krist mau menginap disini?" Tanyanya lembut.

Krist menundukkan kepalanya. "Jika diizinkan bolehkan Krist menginap disini hanya 1 atau 2 hari Mae?"

Ibu First menghampiri Krist yang terduduk di sofa. Lalu memeluknya dari samping. "Apapun masalah Krist. Mae yakin Krist bisa menghadapinya. Krist sudah dewasa. Krist sudah bisa mengambil keputusan sendiri". Krist yang mendengar itupun langsung menghambur peluk ke Ibu First. Dia merindukan ibunya. Dia tak memungkiri itu. semua yang terjadi malah makin menambah sakit hatinya. Dia menangis sesenggukan di pelukan Ibu First.

"Tenangkan dirimu Krist", tenangnya sambil mengelus punggung Krist pelan. "First ajak Krist ke kamarmu na. Mae akan siapkan makan malam. Krist bersihkan dirimu. Nanti kita makan malam bersama ya". Krist hanya mengangguk. "Terimakasih Mae". Ibu Krist tersenyum dan mengusap kepala Krist lalu segera beranjak ke ruang makan.

"Ayo Krist. Ikut aku kekamar" aja First pelan

.
.
.
"Jadi wanita itu hamil??" Tanya First terkejut.

Krist menganggukkan kepalanya. Badannya sedikit lebih segar setelah mandi dan berganti pakaian. Ponselnya terus berdering karena Singto terus meneleponnya. Akhirnya dia memutuskan untuk mematikan ponselnya.

"Apa benar itu anak Paman Singto, Krist. Dilihat dari Paman Singto yang begitu membencinya. Aku masih tak habis pikir"

"Jika memang dia yakin itu bukan anaknya. Seharusnya dia mengatakan ini dari awal padaku. Bukannya malah seolah menjauhiku selama beberapa hari terakhir First." bela Krist.

First langsung memeluk Krist. "Sudahlah. Lalu sekarang kau ingin bagaimana"

"Aku ingin menyudahi semuanya First. Aku tidak mungkin bersamanya. Dia akan memiliki anak dari wanita itu. Aku sadar akan posisiku. Tapi kenapa Phi Singto tidak memberitahuku dari awal. Kenapa memberiku harapan sebegitu besarnya padaku. Kenapa dia tega sekali padaku. Hiks", Krist kembali menangis. First hanya bisa menenangkan sambil memeluk Krist erat.

.
.
.

Keesokan harinya, Singto berangkat ke kantor dengan perasaan lesu dan emosi. Tidak ada semangat yang dipancarkan. Membuat beberapa karyawan takut untuk sekedar menyapa sang atasan. Auranya gelap.

Krist tidak bisa dia hubungi. Dia juga tidak tau kekasihnya ini kemana. Apa dia masih bisa menyebut Krist kekasih setelah apa yang dia lakukan.

Ponselnya tiba-tiba berdering, dia menjawabnya dengan malas.

"Apa lagi !?"

"Phi antarkan aku ke supermarket. Aku ingin memasak daging"

"Apa kau tak punya kaki hingga kau tak bisa berjalan sendiri. Aku sibuk. Urus saja dirimu sendiri !"

(Singto-Krist) - PILIHAN HATITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang