King membulatkan mata saat melihat ponselnya. Apa dia tidak salah lihat. Krist mengajaknya bertemu. Dia langsung mendial nomor adiknya itu.
"Halo?"
Tenggorokannya tiba-tiba kering. Suaranya tercekat. Dia tak mampu merangkai kata sampai adiknya berbicara kembali,
"Kenapa tak membalas pesanku. Apakah Phi sibuk?"
King gelagapan ingin menjawab. Selama beberapa hari ini dia memutuskan tidak pulang ke rumah. Beralasan kepada ayah ibunya jika ada acara di luar kota. Padahal Dia tinggal di apartemen sendirian. Kadang mengancam Namtan untuk datang dan menemaninya. Dan tentu saja Namtan menuruti semua permintaan King. Entah kenapa sikap King semakin berubah pada Namtan. Dia benar-benar ingin Namtan menjadi miliknya seorang.
Dia kembali pada panggilan itu,
"I–Iya Phi bisa nong. Phi bisa. Kau ingin bertemu dimana?"
"Aku akan pergi ke kantor Phi saat makan siang nanti. Dosenku di akhir jam mengatakan jika dia tidak bisa hadir jadi aku bisa pulang cepat sebelum bekerja"
"Kau benar akan menemui Phi, Kit"
"Iya Phi. Akan kuhubungi nanti jika aku sudah pulang. Aku mau berangkat kuliah dulu. Sampai jumpa Phi"
Klik,
King tak bisa untuk tidak meneteskan air mata. Mungkin sebagian orang menganggap King berlebihan. Namun tidak untuk King. Dia sangat merindukan adiknya itu. Dia sangat ingin memeluk adiknya dan mengucapkan kalimat maaf sebanyak-banyaknya. Dia membuat adiknya hampir kehilangan mimpinya. Dia membuat adiknya kehilangan apa yang selama ini dia perjuangkan.
Dia juga merasa apa yang dilakukannya dengan Namtan salah. Namun ego sudah menutupi akal sehatnya. Bahkan baru-baru ini dia melakukannya lagi dengan Namtan. Tentu dengan paksaan dan ancaman yang dia lakukan. Dia pun bingung apa yang terjadi dengan dirinya.
.
.
."Krist !!!!" . Krist yang terkejut pun menoleh. Menemukan Gun yang tengah berlari kearahnya. Tanpa peringatan Gun menubruk tubuhnya. "Ah aku merindukanmu. Mana First?" . Krist tertawa karena tingkah sahabatnya ini, "First masih di luar kota bersama Phi Ja. Kau merindukanku padahal kita tidak bertemu hanya sehari"
"Hehe. Kau tadi berangkat dengan siapa. Diantar paman Singto?"
Krist mengangguk. "Memang mau dengan siapa lagi. Phi Singto terus mengantar jemput ku. Padahal sudah kularang. Itu sangat menyita waktunya"
Gun menyenggol bahu Krist. "Kau ini. Sudah menurut sajalah dengan calon suami" lanjutnya sambil tertawa.
Krist memukul bahu Gun pelan. "Tapi Gun. Phi Singto sampai sekarang belum melakukan apapun tentang hubungannya denga istrinya. Aku jadi sedikit ragu" ucapnya sambil menundukkan kepalanya
Gun menepuk pundak Krist. "Kau harus percaya padanya. Dia sedang mencoba mengumpulkan bukti yang kuat. Toh, mereka juga belum memiliki anak kan. Aku yakin Paman Singto juga tak pernah menyentuhnya"
Krist kenapa baru kepikiran tentang itu. Apa selama ini Singto benar-benar tidak pernah menyentuh Namtan. Dia tak pernah menanyakan itu.
"Krist, kenapa diam saja"
Krist menggelengkan kepalanya cepat. "Tidak apa Gun. Aku mau masuk ke kelas dulu. Sudah hampir waktu masuk dosenku" elak Krist sambil menengok jam tangannya.
"Ah iya. Kalau begitu aku juga akan masuk ke kelasku juga. Bye Krist"
"Bye Gun"
Sepeninggal Gun. Krist termenung sesaat. Apa dia perlu menanyakannya pada Singto nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Singto-Krist) - PILIHAN HATI
Teen Fiction[COMPLETED] Hanya berkisah tentang seorang Mahasiswa yang dikejar-kejar oleh Paman pemilik rumah tempatnya tinggal. Krist Perawat Sangpotirat seorang mahasiswa semester empat yang memutuskan untuk menempati salah satu kamar yang disewakan oleh pemi...