Namtan bergegas berjalan kearah pintu utama karena mendengar pintu diketuk beberapa kali. Seingatnya tadi pagi Singto sudah pergi ke kantornya. Apa ada yang tertinggal. Setelah membuka pintu rumah dia terkejut melihat kedatangan orang tuanya.
"Pa, Ma. Kenapa tidak bilang jika ingin datang?" Namun pertanyaan Namtan hanya dianggap angin lalu oleh mereka. Sang ayah yang terlebih dulu masuk ke rumah lalu disusul ibunya.
"Apa yang bisa kau jelaskan dengan ini Nam !" Sentak ayahnya lalu membanting sebuah amplop pada meja ruang tamu. Namtan bingung dengan yang dimaksud oleh ayahnya dan menghampiri amplop tersebut. Lalu membukanya. Matanya membelalak lebar. Darimana ayahnya mendapatkan foto-foto itu.
"Apa benar Singto berselingkuh Nam. Apalagi dengan seorang pria. Kenapa kau tak pernah memberi tau ini pada kami !" Namtan terdiam di tempat. Tidak berani untuk menjawab. Siapa pula yang berani mengirimkan ini. "Pa.. ini sudah lewat. Tak ada lagi masalah tentang ini" jawab Nam terbata.
Ibunya mendekati Namtan. "Bagaimana bisa hal seperti ini terjadi dan kau diam saja. Mau ditaruh mana wajah kami jika orang-orang tau menantu kami berselingkuh dengan seorang pria. Bagaimana bisa kau kalah dengan pria ini Nam !"
"Panggil Singto pulang !" Sentak ayah Namtan.
"Tapi Pa–" . "Turuti saja apa kata papa !" . Mau tidak mau Namtan segera menghubungi Singto dan menyuruhnya untuk pulang. Dia berharap papanya tidak bertindak gegabah. Singto baru saja berlaku baik padanya. Dia tak ingin kehilangan Singto.
.
.
."Ayah menggunakan kamar atas saja. Dan kau Jane ada kamar bekas Krist di seberang kamar ayah" ucap Singto sambil meletakkan koper milik sang Ayah. "Tak apa kan sementara kalian tinggal disini?" . Ya, dia memboyong ayahnya dan Jane untuk tinggal di rumah sewanya. Dia tak mungkin mengajak mereka untuk tinggal bersama Namtan.
"Tak apa Sing. Disini sudah cukup. Tapi kemana yang lain. Kenapa sepi sekali?" Tanya Tuan Bonrod karena merasa tidak ada penghuni lain. "Oh, Gun pasti sudah berangkat kuliah. Sedangkan Earth dan Godt mungkin juga sudah berangkat bekerja" . Tuan Bonrod hanya menganggukkan kepalanya saja. Dia cukup mengenal penghuni disini. Apalagi salah satunya adalah keponakannya sendiri.
"Phi Singto", panggil Jane setelah keluar dari kamar yang sebelumnya ditempati oleh Krist. Singto langsung menatap adiknya itu. "Kau kenapa?"
Jane menghela nafas, "Kita akan baik-baik saja kan. Semuanya akan berjalan dengan semestinya kan?" Ada rasa takut di setiap kalimat yang dia ucapkan. Dan itu membuat gundah perasaannya.
Singto tersenyum dan mengelus puncak kepala Jane. "Percaya pada Phi. Semuanya akan baik-baik saja–" belum selesai Singto menjawab ponselnya berdering. "Lihat ini"
"Halo"
"..."
"Ada apa?"
"..."
"Baiklah aku segera pulang"
Singto menutup panggilan itu. "Pho, Singto harus pergi dulu. Jane, tolong jaga Singto ya. Phi sudah memberitahu Earth jika kalian disini. Jadi kau tenang saja" . Jane mengangguk. Tuan Bonrod
menepuk pundak Singto. "Hati-hati, nak"Sebelum Singto keluar dari rumah. Ponselnya kembali berdering. Sontak senyuman terbit di wajahnya. "Halo Sayang. Kenapa?"
"Phi nanti siang jadi menjemputku atau tidak. Jangan mengingkari janji ya. Atau aku akan marah lagi pada Phi"
Singto tertawa pelan. "Iya-iya. Phi nanti akan menjemputmu. Mana mungkin Phi mengingkari janji hmm?"
"Baiklah kalau begitu. Aku kembali ke kelas dulu. Dah Phi Singto semoga harimu menyenangkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
(Singto-Krist) - PILIHAN HATI
Teen Fiction[COMPLETED] Hanya berkisah tentang seorang Mahasiswa yang dikejar-kejar oleh Paman pemilik rumah tempatnya tinggal. Krist Perawat Sangpotirat seorang mahasiswa semester empat yang memutuskan untuk menempati salah satu kamar yang disewakan oleh pemi...