Chapter 9

5.2K 398 19
                                    

ꋬꋪꏂꋪꋬꇙ


"Gue mau menunjukkan sesuatu yang menyenangkan."

"Seperti apa?" tanya Zella penasaran.

Arderas tidak menanggapi pertanyaan Zella. Cowok itu malah dengan lihai memanjat pagar sekolah yang tinggi seolah-olah sudah ahli seperti seorang atlet.

"Naik, boo."

Zella berdecak. Masalahnya sekarang dia sedang memakai rok. Bisa saja Arderas menggunakan kesempatan untuk mengintip Zella dari bawah, kan?

"Susah, gue pakai rok," ucap Zella.

Mata Arderas bergulir ke bawah dan berhenti pada rok hitam yang dipakai Zella. Ternyata Arderas baru sadar bahwa Zella belum mengganti pakaian setelah pesta ulang tahun Seren.

"Naik aja, gue gak bakal ngintip." Arderas membalikkan badannya ke belakang.

Zella diam sesaat untuk memastikan bahwa Arderas benar-benar tidak niat mengintip sebelum dia dengan cekatan memanjat pagar sekolah. Karena sering datang terlambat dan sering memanjat tembok belakang sekolah, Zella jadi terbiasa dalam hal manjat memanjat seperti monyet.

"Udah," ucap Zella.

Arderas kembali menghadap Zella. Lalu merenggut pergelangan tangan gadis itu dan menariknya menuju lapangan sekolah. Zella seketika merinding melihat suasana lapangan yang gelap gulita, hanya diterangi cahaya bintang.

"Yang benar aja lo ngajak gue ke sini?"

"Diam aja," tegur Arderas.

Cowok itu masih menarik Zella. Menuju pinggir lapangan, di sana terdapat tiga wastafel yang ditaruh di luar ruangan. Wastafel ini biasa digunakan untuk siswa-siswi yang habis berolahraga, atau anak-anak yang selesai tanding basket biasa membasuh wajah mereka yang peluh keringat.

Arderas menghidupkan satu keran air.

"Heh, jangan boros air ya, lo!" tegur Zella. Matanya melotot melihat air keran yang mengalir bebas tanpa digunakan.

Arderas tidak menanggapi ucapan Zella. Cowok itu memutar keran air tersebut menjadi ke atas. Karena tekanan yang kuat, air pun meluncur deras menciptakan pancuran air.

"Wow." Zella terkagum.

"Biasanya, kalau gue lagi sedih, gue selalu bermain di bawah hujan. Tapi, karena sekarang hujan belum turun, kita buat hujan buatan aja," jelas Arderas.

Zella tersenyum lebar sampai deretan gigi putih gadis itu terpampang. "Wah, kreatif juga lo."

"Suasana hati gue mulai membaik karena lo," ucap Zella sembari memandangi pancuran air yang berada di depannya. Gadis itu mendekat, dan membiarkan tangannya serta bajunya basah terkena air.

"Asyik, ya. Gue senang, Kai."

"Gak terlalu asyik kalau hanya satu." Arderas menghidupkan dua keran lagi dan memutar keran tersebut menghadap atas. Menjadi tiga pancuran air.

Zella tertawa kecil. Dia semakin mendekat sampai bagian depan tubuhnya menjadi basah. Gadis itu juga berputar di tempat seperti menikmati air hujan sungguhan. Jahil, Zella memercikkan air ke wajah Arderas. Cowok itu mendekat dan membalas Zella juga. Malam itu, dihabiskan dengan mereka berdua saling memercikkan air dan tertawa riang.

Setelah mereka lelah, keduanya tergeletak asal di atas lapangan. Mereka basah, walau tidak terlalu kuyup. Zella memejamkan matanya.

Arderas menoleh ke samping. Memandangi wajah cantik Zella seraya tersenyum tipis. Cowok itu kemudian merogoh sakunya setelah mengingat sesuatu. Mengeluarkan sebuah kotak hitam kecil.

ArzellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang