Chapter 10

6.6K 402 21
                                    

"Kai, pokoknya mulai sekarang lo harus jadi support system gue, oke?! Lo harus selalu mengingatkan gue waktu belajar, lo harus ingatin gue tentang tujuan utama gue hidup yaitu, peringkat pertama!"

Tak terhitung sudah berapa kali Arderas menganggukkan kepala hanya untuk menanggapi ucapan Zella. Satu jam setelah mobil untuk mengantar Zella pulang ke rumah berhenti di depan gerbang tinggi rumah gadis itu, tak kunjung keluar juga. Zella malah menetap di dalam mobil bersama Arderas sembari mengoceh.

"Setiap saat gue gak memahami pelajaran di kelas, lo harus membantu gue untuk menjelaskan materi itu! Intinya, lo guru privat gue, oke?"

"Iya, Zella." Arderas mulai bosan.

"Gue harus bisa mendapatkan peringkat pertama supaya gue bisa buktikan ke ayah dan bu Jeninna kalau gue itu pintar, ya cuma malas dikit aja."

"Lo harus mulai hidup produktif. Udah kelas dua belas, sebentar lagi lo dan gue bakal menghadapi ujian kelulusan. Jangan malas-malasan, rajin olahraga, makanan sehat, jangan party party gak jelas. Gue bisa bantu lo hidup produktif," jelas Arderas panjang.

Zella tersenyum lalu mengangguk semangat. Gadis itu menepuk puncak kepala Arderas dengan pelan sebelum keluar dari mobil.

"Thank you, Arderas!"

Arderas tersenyum tipis melihat Zella dari dalam mobil. Gadis itu makin menjauh, lalu menghilang dari pandangannya. Arderas diam beberapa menit di dalam mobil untuk memastikan Zella benar-benar aman di rumahnya sendiri. Hanya takut jika kejadian semalam terulang lagi. Arderas hanya tidak ingin putar balik lagi, dia terlalu malas.

Selama beberapa menit menunggu, tidak terjadi apa-apa. Tidak terdengar suara pertengkaran juga dari dalam rumah Zella. Mungkin gadis itu baik-baik saja. Arderas pun lekas menghidupkan mesin mobil dan melenggang pergi dari sana.

ꋬꋪꏂꋪꋬꇙ

"Lho, sudah pulang kamu? Gimana, Zella aman kan?" tanya Hasna setelah melihat Arderas masuk ke dalam rumahnya.

Arderas mengangguk lantas duduk di salah satu kursi meja makan dan mengamati gerak-gerik Hasna yang tengah memasak makan siang.

"Zella cantik, lho. Pantas kamu suka."

Ucapan sang bunda tidak Arderas tanggapi. Seandainya Hasna tahu apa yang sebenarnya terjadi, maka wanita itu pasti akan kecewa besar pada Arderas.

"Sebelumnya, kamu belum pernah tuh bawa cewek manapun ke rumah. Baru Zella aja cewek pertama, itu berarti dia spesial bagi kamu." Hasna tersenyum jahil untuk menggoda Arderas yang masih diam bisu.

"Gak nyangka, ya, anak bunda udah besar aja. Papa pasti bangga sama kamu, Ar. Pintar nyanyi, main gitar, main basket, pintar dalam pelajaran juga."

"Mama bangga sama kamu." Hasna mengacungkan ibu jarinya seraya tersenyum lebar.

"Cuma satu kamu yang gak pinter," ucap Hasna yang membuat Arderas penasaran.

Arderas sontak menaikan sebelah alis tanda penasaran. "Gak pinter cari cewek."

"Ma?"

"Haha, kamu sih udah mau lulus baru kali ini bawa cewek ke rumah. Memang dasar, ya, kamu. Gak pernah bawa cewek, tapi sekalinya bawa cewek yang cantik banget."

"Ma, jangan bahas Zella!" tegur Arderas bosan. Semenjak kenal Zella, Hasna jadi sering membawa nama gadis itu sebagai topik pembicaraan. Ya, seperti ini jika punya anak cowok yang malas berbicara. Susah untuk mencari topik supaya Arderas mau menjawab.

ArzellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang