Chapter 11

4.9K 339 21
                                    

"Yuhuu Kai!!" teriakan Zella mengundang perhatian Arderas dan para sahabatnya yang dari tadi masih sibuk berbincang di dalam kelas perihal taruhan tersebut. Arderas kontan menegakkan pandangan. Zella dengan gaya rambut kuncir kuda itu nyelonong masuk ke dalam kelasnya dan berdiri di sebelah meja Arderas.

"Besok gue ulangan geografi, dan gue sama sekali gak paham sama materinya. Nanti malam, lo datang ke rumah gue dan bantu gue belajar, oke?"

Arderas tidak menjawab. Cowok itu menyandarkan punggung pada senderan kursi. Menghela napas panjang lantas mengangguk kecil. Dia mengalihkan pandangan ke arah lain asal tidak menatap wajah Zella yang kini bersorak kegirangan dan kemudian pergi keluar dari kelasnya.

"Lihat, lo semakin dekat dengan dia, Arderas. Gue yakin lo bakal memenangkan taruhan ini," ucap Gavin.

"Seyakin itu?" tanya Arderas.

Gavin mengangguk cepat.

"Kalau gue gagal buat dia jatuh cinta?"

"Berarti lo kalah."

"Dia bukan cewek yang mudah suka sama seseorang," ucap Arderas. Mata cowok itu merenung ke depan, pikirannya membayangkan kejadian beberapa menit lalu ketika Zella datang ke kelasnya.

Bagaimana gadis itu berteriak memanggil namanya, dan bersorak heboh seperti baru memenangkan undian.

"Gue yakin lo bisa."

ꋬꋪꏂꋪꋬꇙ

Suasana di ruang makan itu sepi. Sesekali terdengar suara dentingan sendok yang bertabrakan dengan piring kaca sebagai wadah makanan mereka. Zella mengunyah makanan dengan malas. Seperti orang yang tidak selera makan, tetapi terpaksa untuk makan.

Apalagi, melihat sang ayah yang sangat sibuk dengan laptop di hadapan pria itu. Dapat ditebak, lagi lagi tentang perusahaan atau bisnis yang tidak ada istirahat nya. Bahkan, makan malam Vigo menganggur dan sudah dingin.

"Besok kamu ulangan geografi," celetuk Vigo setelah sekian lama mereka berdua hanya diam-diam saja.

"Zella tau," jawab Zella singkat.

"Sudah belajar?" tanya Vigo, mata pria itu sempat bergulir ke atas untuk melirik Zella sekilas sebelum kembali menaruh pandangan pada layar cerah laptop.

Zella menghela napas malas. "Belum."

"Cepat habiskan makanan mu dan pergi belajar. Kamu tau bahwa harus mendapatkan nilai minimal 85 di ulangan ini."

Zella berdecak lantas memutar bola matanya. "Ini hanya ulangan biasa, ayah. Nggak akan mempengaruhi apapun, kok."

"Bagi ayah dan menurut ayah, ini sangat berpengaruh." Vigo menutup laptopnya, lalu mulai fokus pada pembahasan nya dengan Zella.

"Sulit bagi Zella! Kenapa, sih, harus Zella yang dituntut seperti ini? Semua harus sempurna."

"Harus! Kamu mau mempermalukan ayah dengan otak bodoh mu itu?!"

"Ayah mau kamu jadi anak yang cerdas, supaya ayah dan semua orang bangga padamu. Jangan jadi seperti Zavian yang berandalan dan tidak tahu ke mana arah hidupnya. Emang kamu mau terus-terusan hidup seperti Zavian yang pakai uang ayah terus?!"

Zella menggebrak meja, lantas berdiri secara kasar sampai kursi berderit ke belakang. "Kak Zavian seperti itu juga karena ayah! Coba aja ayah kasih semangat dan jadi pembimbing kak Zavian, dia gak akan seperti itu. Zella tau ayah gak pernah cinta sama bunda, tapi apa harus menyiksa kami, hah?!"

ArzellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang